Mencermati perkembangan nilai tukar rupiah yang sangat dipengaruhi oleh inflasi tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa apabila inflasi di Indonesia tetap lebih tinggi dibanding inflasi di AS, maka nilai tukar rupiah akan terus melemah. Berdasarkan teori PPP, jika menginginkan nilai rupiah stabil maka inflasi di Indonesia harus sama dengan inflasi di AS. Atau jika ingin rupiah menguat, maka inflasi di Indonesia harus lebih rendah daripada inflasi di AS.
Yang perlu menjadi perhatian adalah bagaimana mengelola tingkat inflasi di Indonesia sehingga bisa sesuai target Bank Indonesia untuk membawa inflasi pada tingkat yang rendah dan stabil agar tercapai nilai tukar yang stabil. Sesuai dengan amanat undang-undang, tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang tercermin dalam tingkat inflasi dan nilai tukar. Berdasar teori PPP faktor kunci pertama adalah pengendalian tingkat inflasi. Namun yang menjadi tantangan adalah karakteristik inflasi di Indonesia yang lebih banyak disebabkan oleh harga barang yang dikendalikan oleh pemerintah seperti BBM dan faktor musiman seperti kekurangan stok cabe dan bawang merah karena gagal panen atau karena datangnya bulan puasa dan lebaran.
Apakah ini berarti pemerintah harus mengatur harga BBM, cabe merah, dan bawang merah? Tentu bukan begitu. Negara-negara maju yang menganut pasar bebas memiliki tingkat inflasi yang rendah dan stabil. Yang terpenting dalam pengendalian inflasi adalah menjaga ketersediaan pasokan baik dengan peningkatan produksi ataupun dengan penyediaan infrastruktur transportasi yang memadai.
Dengan mencermati karakteristik inflasi di Indonesia tersebut, upaya pengendalian inflasi tidak bisa bergantung pada Bank Indonesia saja tetapi juga sangat bergantung pada pemerintah dan swasta untuk menjaga pasokan barang-barang kebutuhan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H