Pada waktu yang disepakati, pukul 10 malam, kami bertiga akhirnya berjalan ketempat itu. Nakku dan Irmang tampak malas.Â
"Kenapa kita harus melakukan ini?" tanya Irmang.
"Sudah. Ayolah, satu kali saja. Toh menurut cerita, kan tidak ada yang mati karena melihat hantu itu," ucapku meyakinkan kedua temanku itu.
"Kalau sudah kelihatan, kita langsung saja lari sekencang-kencangnya," kataku lagi. Kedua temanku itu menerima penjelasanku barusan.
Saat kami sampai di depan gudang, suara binatang memecah sunyi. Kami sempat kaget, tapi niatku sudah bulat, percobaan ini harus terus berlanjut.Â
Sekitar 15 menit ditempat itu, kami tak melihat apapun. Hantu seram yang dibicarakan orang-orang itu belum juga nampak. Tapi tidak lama kemudian, suara dari arah gudang mengagetkan kami.Â
Bulu kudukku langsung merinding. Bahkan, Nakku dan Irmang sudah mau berlari, tapi kutahan. "Tunggu dulu".Â
Suara seperti langkah kaki terdengar, saya langsung menoleh ke segala arah, memastikan asal suara itu. Degup jantungku terasa berdetak semakin kencang. Aku sudah mulai goyah. "Kayaknya saya harus lari."
Tidak lama kemudian, suara terdengar. "Apa yang kalian lakukan?" syukurlah ternyata itu hanya suara Daeng Bassa. Ia berjalan dari dalam gudang dan menginjak daun-daun kering yang sedari tadi bikin takut.
"Kami cuma jalan-jalan, Daeng. Tidak ada kegiatan besok kan kami juga libur sekolah," kataku terbata-bata menjawab.
"Sudah pulang sana." kata Daeng Bassa dengan nada agak tinggi.