Sering kita menyaksikan di televisi ataupun membaca di media cetak dan online, betapa besar dampak kehancuran yang ditimbulkan dari sebuah bencana alam. Masih segar dalam ingatan kita tsunami Aceh yang meluluh lantakan Bumi Serambi Mekah itu. Manghancurkan seluruh infrastruktur bangunan dan merengut ratusan ribu jiwa manusia. Atau bencana gempa bumi di Haiti yang menewaskan lebih dari 200 ribu jiwa dan 3 juta penduduk kehilangan tempat tinggal.
Bencana gunung meletus, bencana kelaparan, bencana banjir, bencana kekeringan dan banyak lagi bencana-bencana yang ditimbulkan oleh alam yang menyebabkan ratusan ribu nyawa manusia melayang. Gedung-gedung runtuh. Tanah terbelah. Pohon-pohon tumbang. Tubuh-tubuh manusia bergelimpangan bermandikan darah. Anak-anak kecil kehilangan ibu dan ayahnya. Kesakitan, penderitaan, nestapa, jerit tangis selalu mewarnai setiap bencana.
Apakah alam sedemikian kejam? Mengapa alam sedemikian dahsyat memusnahkan peradaban manusia? Mengapa alam sedemikian murka? Bukankah manusia itu khalifah bumi? Seharusnyalah alam disediakan Tuhan untuk dikelola manusia. Mengapa alam seolah menjadi musuh bagi manusia?
Alam memang kejam. Dengan guncangan gempanya, dia hancurkan bangunan tempat manusia bernaung. Dia luluh lantakan gedung-gedung yang dibangun dengan susah payah. Dia ratakan rumah tempat ayah ibu membesarkan anak-anaknya. Dengan sapuan banjir, dia musnahkan kota. Dengan luapan lahar, dia musnahkan desa. Dengan tiupan taufan, dia musnahkan peradaban kebanggaan manusia.
Alam memang bengis. Tanpa kenal kasihan, dia sebar wabah penyakit yang menghabiskan ribuan nyawa. Tanpa ampun, dia keringkan sungai dan danau hingga tak tersisa setetes airpun. Ribuan tanaman mati dalam sekejap. Ribuan ternak menyusul kemudian. Ribuan nyawa manusiapun melayang sia sia. Tanpa iba, dia ledakan gunung, dia muntahkan lahar, dia sebarkan abu vulkanik. Dalam hitungan hari, ribuan nyawa melayang dan jutaan pengungsi kelaparan.
Alam memang kejam. Alam memang bengis.
Tapi pernahkah kita menyadari dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh alam tidaklah sedahsyat yang disebabkan oleh manusia. Setiap kejadian bencana alam, paling tidak hanya merengut korban dibawah satu juta jiwa. Bandingkan dengan kerugian peradaban yang ditimbulkan oleh perang. Perang dunia pertama merengut 20 juta jiwa. Perang dunia kedua lebih dahsyat lagi yaitu 55 juta jiwa. Perang-perang lokal juga merengut korban tak kalah banayk. Seperti yang terjadi di Vietnam, Khmer Merah di Kamboja, Bosnia, dan lainnya. Belum lagi jika kita bicara kerugian lingkungan hidup yang harus ditanggung oleh alam.
Oksigen yang kita hirup. Tanpa oksigen, makhluk hidup tidak akan dapat hidup dalam hitungan detik.
Air yang kita minum. Tanpa air, semua makhluk hidup akan punah. Kita hanya dapat bertahan tanpa air dalam  hitungan hari.
Tumbuhan yang tumbuh dipermukaan bumi. Beraneka ragam tumbuhan untuk beraneka kebutuhan manusia. Padi, jagung, palawija, karet, kayu jati, kapas, dan seluruh produk yang diturunkannya.
Hewan ternak yang kita konsumsi. Mulai dari sapi, kambing, ayam, dan seluruh produk turunannya seperti telur, kulit, bulu, sutra dan lainnya.
Hasil tambang yang kita keruk dari perut bumi. Logam mulia (emas, perak, diamond, platinum), besi, tembaga, nikel, intan, dan masih banyak lagi.
Hasil alam untuk energi manusia. Batubara, gas alam, minyak bumi (bensin, solar, aspal, parafin, minyak tanah dan lainnya) dan plutonium untuk nuklir.
Alam tak pernah kejam. Alam takan pernah bengis. Alam tak pernah murka.
Beban yang ditanggung alam demikian berat. Tanggungan yang dipikul alam demikian sarat.
Berapa banyak hujaman besi baja gedung pencakar langit menancap dipunggungnya. Berapa dalam pipa-pipa di tanamkan diperutnya. Menghisap kandungan minyak dan gas alam dengan rakusnya. Berapa sering dinamit diledakkan di kulit bumi. Menghancurkan, meluluhlantakkan, melukai alam tanpa ampun demi mendapatkan serpihan hasil tambang. Berapa besar racun polusi disebar oleh industri, mobil, pesawat udara. Menyesakkan dan meracuni tiap jengkal udara. Berapa dahsyat manusia membabat ribuan hektar hutan. Berapa sering manusia melakukan pengerusakan biota laut dan terumbu karang.
Tuhan menciptakan alam ini lengkap dengan sistemnya. Rantai makanan, siklus air, fostosintesis, hingga sistem lingkungan hidup. Semua sistem berjalan secara seimbang. Semua berjalan sesuai dengan keteraturannya. Kekacauan kecil disalah satu bagian sistem akan membawa bencana besar. (butterfly effect). Itulah hukum keseimbangan. Kegagalan satu bagian dari sistem akan berdampak bagi alur sistem yang lain.
Pembangunan industri, penebangan liar, perburuan secara sembarangan, penambangan yang berlebihan, gas buangan kendaraan bermotor, perusakan terumbu karang, eksploitasi sumber daya laut, buangan limbah beracun dan banyak lagi. Kesemuanya merupakan perusak sistem. Semua merupakan pemutus rantai. Semua merupakan penganggu siklus. Dampak nyatanya dari itu semua adalah bencana.
Oleh sebab itu peran manusia diperlukan untuk bersama sama menjaga keseimbangan alam. Turut menjaga keseimbangan alam bukan saja untuk menghindarkan manusia dari bencana, tapi juga untuk memberikan kenyamanan hidup bagi manusia itu sendiri. Upaya-upaya yang harus dilakukan manusia dalam memahami alam dapat dilakukan antara lain:
1. Manusia adalah bagian dari alam
Ini adalah falsafah dasar yang harus di pahami oleh manusia sebagai makhluk yang diberi tingkat kecerdasan tinggi. Seluruh makhluk hidup dialam ini dibentuk dari jutaan sel yang berasal dari pertemuan dua sel. Demikian pula dengan manusia. Fase awal kehidupan seorang manusia, mulai dari bertemunya sel telur dan sperma di rahim wanita hingga menjadi seorang bayi, adalah bagian dari sistem alam. Demikian pula saat manusia lahir kedunia. Manusia memerlukan oksigen untuk bernafas. Manusia memerlukan air untuk minum. Manusia memerlukan makanan untuk bertumbuh. Semua disediakan oleh alam. Adalah sebuah kesalahan besar jika manusia memposisikan dirinya berada diluar alam. Itu sama dengan mempunahkan dirinya sendiri. Manusia adalah bagian yang tak terpisahkan dari alam.
2. Membangun sistem yang selaras dengan alam
Manusia adalah makhluk yang dianugrahi kecerdasan oleh Tuhan. Bersamaan dengan anugrahi tersebut, manusia juga diserahi tanggung jawab untuk mengelola bumi dan alam. Dalam mengelola alam, manusia membangun sistem-sistem baru yang bertujuan untuk pemanfaatan alam demi kebutuhan manusia. Jaman dahulu, sistem-sistem yang dibangun manusia masih memiliki keselarasan dengan alam. Namun sejak era revolusi industri, segalanya berubah. Manusia mendominasi alam. Manusia menguasai alam. Hal tersebut mengakibatkan alam menjadi obyek eksploitasi dan penjarahan tak terkendali oleh manusia. Akhirnya munculah masalah ekologi yang dampaknya justru buruk untuk manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, keselarasan sistem pembangunan yang dibangun oleh manusia haruslah selaras dengan sistem alam. Keselarasan itu akan menghasilkan harmoni manusia dengan alam. Keharmonisan tersebut pada hakekatnya bukan saja untuk keseimbangan alam namun juga lebih banyak untuk keselamatan dan kenyamanan hidup  manusia itu sendiri.
3. Alam sebagai pelindung manusia dan manusia sebagai pelindung alam.
Dalam filsafat India hubungan antara alam (Prakriti) dan manusia (Purusha) adalah hubungan saling memelihara. Memelihara alam termasuk didalamnya menjaga, merawat baik-baik, mengolah, menyelamatkan, melindungi dari bahaya (kamus besar bahasa Indonesia). Alam memberikan oksigen, air dan makanan. Â Alam meindungi manusia dari kepunahan. Manusia memelihara alam dengan menjaga keselarasan sistem yang mereka buat seperti reboisasi, daur ulang sampah, konservasi hutan, suitainable development, dan lainnya. Dengan demikian manusia akan melindungi alam dari kerusakan lingkungan, kegagalan sistem lingkungan dan bencana alam.
Dengan memahami alam seperti tersebut diatas, diharapkan manusia dapat melakukan tindakan-tindakan yang selaras dengan alam demi mempertahankan kelangsungan hidupnya di alam ini. Adalah menjadi tanggung jawab kita semua sebagai manusia yang diberi tanggung jawab oleh Tuhan dalam mengelola alam ini, untuk melakukan pengelolaan alam secara baik dan benar demi kelangsungan hidup manusia itu sendiri. Peran dan dukungan negara negara merupakan kunci dalam mempercepat proses pembangungan kesadaran tersebut dengan sosialisasi dan kebijakan yang diperlukan yang terkait dengan pelestarian alam. Â Â
Alam tidak kejam. Alam tidak bengis. Hanya saja alam itu makhluk Tuhan yang perlu dipahami. Perilaku alam mengikuti sistem yang sudah ditetapkan Tuhan. Kita manusia sebagai makhluk yang dibekali kecerdasan berpikir haruslah mampu memahami perilaku alam. Dengan memahami perilaku alam, manusia seharusnya dapat membangun sebuah sistem yang selaras dengan sistem alam. Keselarasan sistem adalah kata kuncinya. Dengan keselaran sistem tersebut akan menempatkan manusia sebagai bagian yang tak terpisahkan dari alam. Kenyamanan hidup dan keberlangsungan ras manusia adalah sangat bergantung dari seberapa dalam dan seberapa luas pemahaman manusia terhadap alam. Alam tidak kejam, alam hanya menjaga keseimbangannya, alam hanya mempertahankan kondisinya. Alam hanya ingin dipahami manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H