Mohon tunggu...
Ruang Diskusi
Ruang Diskusi Mohon Tunggu... Penulis - Meet the World

Ruang bersama untuk simak: 🌐 Update Internasional 📝 Studi Kasus 🎯 Diskusi anak HI Dengan gaya pembahasan yang santai dan ringan ✌🏻

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tidak Hanya Indonesia dalam "Indonesia Raya"

16 Agustus 2021   21:46 Diperbarui: 16 Agustus 2021   22:05 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jozef Cleber/Sumber: Solo Pos

Koran Sin Po/Sumber: Kompas
Koran Sin Po/Sumber: Kompas

Lirik dan notasi lagu Indonesia Raya dimuat pertama kali dalam surat kabar Sin Po edisi 10 November 1928. Koran Sin Po merupakan tempat W. R. Supratman bekerja sebagai jurnalis. 

Menurut Rheny Pulungan, seorang Pustakawan Studi dan Politik Indonesia di Monash University, Sin Po tidak hanya dijadikan sebagai objek yang berperan menyampaikan berita, tetapi juga untuk melihat kiprah dalam menggerakkan kesadaran identitas, mendorong solidaritas, dan mengorganisir strategi pergerakan kepada para pembaca.

Sejak Mei 1926, Sin Po mempelopori penggunaan kata "Indonesia" untuk menggantikan "Hindia Belanda". 

Asvi Wawman Adam penulis buku Menguak Misteri Sejarah (2010) juga menjelaskan bahwa Sin Po memiliki peranan dalam penghapusan penggunaan kata "inlander" menjadi "warga Indonesia" atau "bangsa Indonesia". 

Pada saat itu, kata "inlander menjadi bentuk penghinaan kepada masyarakat Indonesia. Inisiatif Sin Po menginspirasi surat kabar lainnya untuk melakukan strategi serupa.

Setelah Sumpah Pemuda diproklamasikan pada 28 Oktober 1928, Sin Po juga mulai menyebut "Bahasa Melayu" sebagai "Bahasa Indonesia"

Pilihan politik Sin Po membuat pemerintah kolonial tidak senang dengan sikap politik surat kabar tersebut dan menolak untuk memasangkan iklan. Hal ini membuat pembaca tidak mengetahui pengumuman maupun keputusan resmi pemerintah kolonial.

Akibat sikap yang bertentangan, pemerintah kolonial melabeli Sin Po sebagai surat kabar "ultra-nasionalis" atau pendukung "kelompok ekstrimis".

Meskipun demikian, pandangan Sin Po dalam menggalangkan identitas bangsa Indonesia dianggap tidak berkontribusi terhadap pergerakan nasional, karena mendukung kaum revolusioner Tiongkok.

Nasib Sin Po harus berakhir, akibat dianggap sebagai simpatisan Partai Komunis Indonesia dan terlibat Gerakan 30 September 1965. Sebelumnya sempat diubah menjadi Pantjawarta dan Warta Bhakti, namun koran tersebut tetap dilarang sejak 1 Oktober 1965.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun