Mohon tunggu...
Ruang Diskusi
Ruang Diskusi Mohon Tunggu... Penulis - Meet the World

Ruang bersama untuk simak: 🌐 Update Internasional 📝 Studi Kasus 🎯 Diskusi anak HI Dengan gaya pembahasan yang santai dan ringan ✌🏻

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tidak Hanya Indonesia dalam "Indonesia Raya"

16 Agustus 2021   21:46 Diperbarui: 16 Agustus 2021   22:05 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Soekarno Membaca Koran Sin Po/Ilustrasi Pribadi

Tahukah kamu, kalau Indonesia tidak sendirian dalam Indonesia Raya?

Sebagai lagu kebangsaan, Indonesia Raya pertama kali diperkenalkan oleh komponis Wage Rudolf Supratman pada tanggal 28 Oktober 1928 yang menggambarkan pergerakan nasionalisme masyarakat di seluruh Indonesia.

Pada awalnya W. R. Supratman menciptakan Indonesia Raya dengan tiga stanza dan diperdengarkan pada Kongres Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. 

Namun, sebelumnya W. R. Supratman memberikan judul Indonesia Merdeka dan setelah ditetapkan sebagai lagu kebangsaan judulnya berubah menjadi Indonesia Raya dengan satu stanza.

Peran Jozef Cleber

Jozef Cleber/Sumber: Solo Pos
Jozef Cleber/Sumber: Solo Pos

Lagu Indonesia Raya memang diciptakan oleh W. R. Supratman, namun sempat diaransemen salah satunya oleh Jozef Cleber atau Jos Cleber seorang warga negara Belanda. 

Jos adalah konduktor berkebangsaan Belanda yang datang tahun 1949 di Indonesia atas kerja sama Pemerintah Belanda dan Indonesia dalam rangka mengembangkan musik di Indonesia.

Keahlian bermusik Jos mengantarkannya menjadi konduktor tamu Orkes Kosmopolitan di Radio Republik Indonesia studio Jakarta. 

Pada saat itu, RRI memiliki tiga kelompok orkes, dua di antaranya Orkes Philharmony pimpinan Yvon Baarspul, juga seorang Belanda, dan Orkes Studio Jakarta yang diketuai Syaiful Bahri.

Tahun 1951, Cleber merampungkan aransemen baru Indonesia Raya dengan perekaman yang dibantu 140 pemusik gabungan dari ketiga orkes RRI tersebut. Menurut Bondan Winarno dalam Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, hasil aransemen Cleber diperdengarkan kepada Presiden Sukarno.

Peran Koran Sin Po

Koran Sin Po/Sumber: Kompas
Koran Sin Po/Sumber: Kompas

Lirik dan notasi lagu Indonesia Raya dimuat pertama kali dalam surat kabar Sin Po edisi 10 November 1928. Koran Sin Po merupakan tempat W. R. Supratman bekerja sebagai jurnalis. 

Menurut Rheny Pulungan, seorang Pustakawan Studi dan Politik Indonesia di Monash University, Sin Po tidak hanya dijadikan sebagai objek yang berperan menyampaikan berita, tetapi juga untuk melihat kiprah dalam menggerakkan kesadaran identitas, mendorong solidaritas, dan mengorganisir strategi pergerakan kepada para pembaca.

Sejak Mei 1926, Sin Po mempelopori penggunaan kata "Indonesia" untuk menggantikan "Hindia Belanda". 

Asvi Wawman Adam penulis buku Menguak Misteri Sejarah (2010) juga menjelaskan bahwa Sin Po memiliki peranan dalam penghapusan penggunaan kata "inlander" menjadi "warga Indonesia" atau "bangsa Indonesia". 

Pada saat itu, kata "inlander menjadi bentuk penghinaan kepada masyarakat Indonesia. Inisiatif Sin Po menginspirasi surat kabar lainnya untuk melakukan strategi serupa.

Setelah Sumpah Pemuda diproklamasikan pada 28 Oktober 1928, Sin Po juga mulai menyebut "Bahasa Melayu" sebagai "Bahasa Indonesia"

Pilihan politik Sin Po membuat pemerintah kolonial tidak senang dengan sikap politik surat kabar tersebut dan menolak untuk memasangkan iklan. Hal ini membuat pembaca tidak mengetahui pengumuman maupun keputusan resmi pemerintah kolonial.

Akibat sikap yang bertentangan, pemerintah kolonial melabeli Sin Po sebagai surat kabar "ultra-nasionalis" atau pendukung "kelompok ekstrimis".

Meskipun demikian, pandangan Sin Po dalam menggalangkan identitas bangsa Indonesia dianggap tidak berkontribusi terhadap pergerakan nasional, karena mendukung kaum revolusioner Tiongkok.

Nasib Sin Po harus berakhir, akibat dianggap sebagai simpatisan Partai Komunis Indonesia dan terlibat Gerakan 30 September 1965. Sebelumnya sempat diubah menjadi Pantjawarta dan Warta Bhakti, namun koran tersebut tetap dilarang sejak 1 Oktober 1965.

Dalam Indonesia Raya ada keberagaman, begitupun juga dalam kehidupan kebhinekaan. Selamat Ulang Tahun ke-76 Indonesia!

Catatan: Artikel ini sudah pernah tayang di laman medium kami

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun