Turki - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengutuk keras serangan udara brutal Israel terhadap Rafah di Jalur Gaza selatan, yang menewaskan puluhan warga sipil Palestina. Rezim Zionis tetap bertekad untuk mengebom daerah pengungsian meski Mahkamah Internasional (ICJ) memerintahkan penghentian operasi militer.
Presiden Erdogan berjanji bahwa pemerintah Turki akan melakukan segala daya untuk memastikan bahwa "orang barbar" yang melakukan serangan  Rafah diadili. Presiden Erdogan kembali membandingkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dengan diktator Nazi Adolf Hitler dalam pidatonya pada hari Senin, mengklaim bahwa pemimpin Zionis tersebut meniru model diktator Nazi Jerman.
"Setelah gagal menerobos perlawanan Palestina, Perdana Menteri Netanyahu dan jaringan pembunuhnya berusaha memperluas kekuasaan mereka  dengan membantai rakyat," tulis surat kabar Anadolu, Selasa (28 Mei 2024).
Serangan udara brutal Israel di Rafah antara Minggu malam hingga Senin dini hari  menewaskan 45 warga Palestina, termasuk banyak anak-anak Sebanyak 294 orang lainnya terluka. Pemimpin Turki mengklaim Israel telah membuktikan dirinya sebagai "negara teroris" dengan menyerang kamp-kamp pengungsi Palestina,  beberapa hari setelah Mahkamah Internasional memerintahkan negara tersebut untuk menghentikan operasi militer di Rafah.
Sebaliknya, militer Israel mengabaikan sebagian besar kritik tersebut dan mengatakan mereka perlu melakukan serangan terhadap Rafah.
"Serangan terhadap Rafah dilakukan terhadap sasaran yang sah berdasarkan hukum internasional, menggunakan senjata presisi dan berdasarkan informasi intelijen yang akurat," kata Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dalam sebuah pernyataan.
Menurut militer Israel, kelompok Hamas beroperasi bekerja sama dengan sejumlah besar milisi  di wilayah Tel al-Sultan. Namun, militer mengatakan pihaknya sedang menyelidiki insiden tersebut menyusul  laporan kematian warga sipil dan kebakaran di kamp pengungsi.
Serangan terhadap Rafah terjadi setelah serangan roket ke kota Tel Aviv di Israel pada hari Minggu, yang menurut Pasukan Pertahanan Israel berasal dari daerah Rafah. Namun, militer mengatakan  sedang menyelidiki insiden tersebut menyusul  laporan kematian warga sipil dan kebakaran di kamp pengungsi.
Serangan terhadap Rafah terjadi setelah serangan roket ke kota Tel Aviv di Israel pada hari Minggu, yang menurut Pasukan Pertahanan Israel berasal dari daerah Rafah. Sekadar informasi: Mahkamah Internasional pada Jumat  lalu memutuskan bahwa Israel harus segera menghentikan serangan militernya terhadap Rafah. Keputusan tersebut disetujui  oleh hakim pengadilan dengan suara 13-2.
"Jika tindakan lain dilakukan di wilayah Rafah yang dapat mengakibatkan kehancuran fisik seluruh atau sebagian penduduk Palestina di Jalur Gaza, Israel harus segera menghentikan serangan militer'', Hakim ICJKetua Nawaf Salam membacakan keputusan dan dinyatakan.
"Israel harus membuka kembali perlintasan perbatasan Rafah dan memastikan akses tanpa hambatan ke Komisi Penyelidikan atau Commission of Inquiry yang ditunjuk oleh PBB untuk menyelidiki tuduhan genosida," lanjut putusan tersebut.
Keputusan tersebut diambil dua minggu setelah Afrika Selatan meminta Mahkamah Internasional untuk memerintahkan tindakan darurat tambahan terhadap Israel atas serangan militer di Rafah. Sejak 7 Oktober 2023, serangan udara dan serangan darat Israel di Gaza telah menewaskan sekitar 36.000 orang dan melukai lebih dari 81.000 orang.
Israel melancarkan perang brutal sebagai respons terhadap serangan lintas batas oleh Hamas, yang menurut rezim Zionis menyebabkan sedikitnya 1.200 orang tewas dan 250 Â lainnya disandera.
Dosen Spesialis Medikal Bedah Prima Trisna Aji menyayangkan serangan Israel di Raffah, Ia berharap seluruh dunia berani angkat bicara untuk mengutuk Tindakan Israel dan bisa membantu Palestina untuk meraih kemerdekaannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H