Berdasarkan atas fenomena yang terjadi tersebut, sangat aneh jika pemerintah menurunkan kebijakan melakukan impor daging kerbau beku asal India, dengan alasan untuk menurunkan harga daging sapi di Jakarta dan sekitarnya. Pasalnya kebijakan ini, sungguh tidak memiliki dasar yang kuat bagi pencapaian harga daging sapi di angka Rp. 80 ribu/kg. karena, di periode hari raya kurban yang diperlukan adalah sapi-sapi yang memenuhi kriteria norma ritual agama untuk kurban, bukannya daging beku.
Sementara itu, daging hasil pemotongan hewan kurban dibagikan kepada seluruh masyarakat tanpa kecuali bagi yang berkurban pun mereka berhak 30 % atas daging yang dihasilkan. Demikian halnya distribusi daging ini bukan hanya didominasi bagi orang muslim, juga dibagikan bagi orang-orang non muslim lainnya.
Namun demikian telah terjadi sebaliknya di wilayah yang tidak tersentuh distribusi atau pemasaran hasil penggemukan sapi dan daging impor. Jadi sesungguhnya, untuk menurunkan harga daging melalui impor daging India bukannya di Jabodetabek dan Bandung Raya, tetapi di wilayah yang tidak tersentuh distribusi sapi maupun daging impor.
Kebijakan hewan kurban
Jika memperhatikan perilaku manajemen pemotongan hewan kurban di masyarakat yang pada umumnya tidak menggunakan dasar “animal welfare”, juga mekanisme pemasaran hewan kurban yang menghasilkan harga yang mahal. Maka kebijakan yang harus dilakukan pemerintah adalah merancang dan menyosialisasikan di tahun-tahun mendatang yaitu mulai mengintroduksi penjualan dan pemotongan hewan kurban di RPH yang berstandar “animal welfare”.
Pemasaran hewan kurban hendaknya tidak lagi menggunakan sistem taksir yang lebih banyak merugikan konsumen juga menghindari pemotongan yang menyiksa ternak. Hal ini harus segera dilakukan mengingat pengelolaannya lebih higienis dan ternak diperlakukan sesuai dengan norma “animal welfare”. Tentu kebijakan ini akan sangat bermanfaat dan mengakibatkan kualitas daging yang dihasilkannya akan lebih baik ketimbang dilakukan ditempat yang tidak layak.....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H