Mohon tunggu...
ROCHADI TAWAF
ROCHADI TAWAF Mohon Tunggu... Dosen -

Dosen Fapet Unpad

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Dampak Sosial Ekonomi Epidemi Penyakit Mulut dan Kuku Terhadap Pembangunan Peternakan di Indonesia

5 Mei 2016   20:34 Diperbarui: 4 April 2017   17:29 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Konsideran  ini mengisyaratkan bahwa tiada pilihan lain bagi pemerintah harus bertindak melakukan pengamanan maksimal  (maximum security) terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan peternakan nasional.

Berkaitan dengan  ternak yang dapat terinfeksi oleh PMK, berdasarkan data statistik Direktorat Jenderal PKH (2015) adalah sebagai berikut; populasi ternak sapi potong 15,494 juta ekor (10,845 juta AU), sapi perah 525 ribu ekor (367,5 ribu AU) , kerbau 1,391 juta ekor (1,112 juta AU),  Kambing 18,88 juta ekor (944 ribu AU), Domba 16,509 Juta ekor (1,073 juta AU) dan babi sebanyak 8,044 Juta ekor (1,287 juta AU)..

Keseluruhan ternak tersebut lebih dari 90% dipelihara oleh peternakan rakyat dalam kondisi subsisten tradisional. Selama ini, usaha peternakan rakyat merupakan tulang punggung bagi bangsa dan negara ini dalam penyediaan pangan khususnya protein hewani bagi seluruh rakyat.  Yaitu, untuk daging sapi domestik berkontribusi sekitar 60 % dan susu berkisar 20 % terhadap konsumsi nasional.

Selanjutnya  berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Indonesia Research Strategic Analysis Universitas Indonesia (IRSA, 2009) bahwa sub sektor peternakan khususnya daging sapi potong menunjukkan keterkaitan yang tidak sedikit dengan sektor industri lainnya. Penelitian ini menyimpulkan;bahwa usaha peternakan sapi yang menghasilkan produk daging sapi memiliki keterkaitan erat terhadap 120 sektor ekonomi lainnya ke hulu maupun ke hilir dan memiliki daya ungkit tertinggi dari 175 sektor ekonomi lainnya.

Yang Mulia Majelis  Hakim.

Menurut  Jonathan Rushton & Theo Knight-Jones (2012) bahwa dampak PMK di suatu wilayah dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Kerugian ekonomi Menurut:  Andrew McFadden dalam Hutabarat (2014) yang terjadi terutama disebabkan

  1. Kehilangan produktivitas

•   Penurunan produksi susu (25% per tahun)

•   Penurunan tingkat pertumbuhan sapi potong (10-20% lebih lama mencapai dewasa)

•   Kehilangan tenaga kerja (60-70% pada bulan ke-1 pasca infeksi)

•   Penurunan fertilitas (angka abortus mencapai 10%) dan perlambatan kebuntingan

•   Kematian anak (20-40% untuk domba dan babi)

Pemusnahan ternak yang terinfeksi secara kronis

  1. Gangguan perdagangan domestik dan manajemen ternak
  2. Kehilangan peluang ekspor ternak
  3. Biaya eradikasi

Berdasarkan penelitian mengenai besarnyabiaya yang dikeluarkan pada saat terjadi wabah PMK di sejumlah negara yang tadinya dinyatakan bebas PMK yang dilakukan oleh Rushton dan  Knight-Jones T. (2012)  dalam Hutabarat (2014) sebagai berikut :

1977 Taiwan                       : 6,617 Milyar USD

2001 Uruguay                    : 0,08 Milyar USD

2001 Inggris                        : 9,2MilyarUSD

2010 Jepang                       : 0,55 Milyar USD

2010-2011 Korea               : 2,8 Milyar USD

Total                                      :  19,247 Milyar USD

Kasus di Inggris  di tahun 2001 sangatlah penting untuk menjadi pembelajaran bagi kita semua betapa berbahayanya  PMK. Menurut Prism Research, Ltd 2002,sebagai berikut :

  • Terjadi hanya dalam waktu waktu 14 hari,
  •  Jumlah ternak yang dimusnahkan sekitar 4,22 juta ekor terdiri dari : 3,487 juta ekor domba; 582 ribu ekor sapi; 146 ribu ekor babi; 3 ribu ekor kambing; 1000 ekor rusa dan 1000 ekor ternak lainnya.
  • Kasus ini telah memberikan dampak terhadap;
  • pendapatan usaha yang terlibat dengan usahaternak tersebut. 71 %
  • Hotel  & restoran   52 %
  • Pertanian  58 %
  • Perdagangan (pedagang besar dan retail) 47%
  • Industri manufaktur 42 %
  • Transportasi 42 %
  • Jasa dan pelayanan 55%
  • Bisnis finansial 23%
  • Konstruksi 49%

Menurut Hutabarat (2002) ourbreak di Inggris ini berdampak terhadap:

  • Tingkat pendapatan peternak menurun, Rp. 1 T/bulan
  • Ekspor produk peternakan menurun senilai Rp. 9,45 T/tahun
  •  Sektor pariwisata, menurun senilai Rp 82,5 T

Selanjutnya, hasil analisis simulasi, beberapa peneliti berkaitan dengan kemungkinan kerugian yang akan terjadi akibat epidemi PMK sebagai berikut : sekitar Rp. 9,6 Trilyun  (Hutabarat, 2013) , sedangkan menurut Sudardjat (2015) sekitar Rp. 15,5 Trilyun. Semua analisis ini belum dihitung ternak domba kambing dan dan Babi, jika dihitung  tidak mustahil pemerintah harus menyediakan dana tidak kurang dari Rp. 20 Trilyun. Hal tersebut didasarkan atas laporan yang disampaikan oleh Ditjen Peternakan bahwa dalam upaya penanggulangan PMK antara tahun 1963-1983, dana yang bersifat rutin sebesar Rp. 6,75 Trilyun. Sedangkan pada tahun 1983 pada saat terjadi wabah di Pulau Jawa, biaya tersebut meningkat sebesar Rp. 2,75 Trilyun. Biaya tersebut akan meningkat berlipat ganda menjadi Rp. 22,59 Trilyun belum termasuk biaya penanggulangan dan pemberantasannya (Sudardjat, 2015).

Yang Mulia Majelis Hakim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun