“memang jalannya takdir kehidupan tidak bisa di setting ya” katanya. Terkadang ia merasa begitu hampa layaknya kapal yang ter ombang-ambing di lautan dan membiarkan dirinya terseret ombaknya, mengikuti arus yang menyeret perahu kecilnya. Layaknya anak kecil yang masih balita kau bertanya-tanya kepada dunia tentang semua ini.
Tentang mahluk tuhan yang katanya pewaris tunggal, tapi sebenernya ia menahan dahsyat nya ombak yang mengguncang perahu kecilnya. Ia yang selalu berfikir semuanya harus sempurna, ia yang tidak mau melukai karang-karang yang berada di jalan perahunya. Bersandar kepada dirinya sendiri atas semua harapan yang di berikan lewat tatapan mata yang setiap harinya ia temui
Perahunya sudah cukup berat untuk di dayungnya. Tapi hanya ia harapan terbesar tatapan mata yang ia temui setiap waktunya, yang tidak tau seberat apa beban di perahunya selalu berbisik selalu ber- ekspetasi berlebihan terhadap jalan perahunya yang menurutnya kedepannya akan lebih indah. Semua perkataan yang muncul di pikirannya seolah menjadi nyata.
Iya benar, ia adalah seorang anak tunggal, ia yang selalu merasa kesepian di setiap waktunya merasa seolah tidak ada yang memeluknya, ia yang tak kurang” mendapatkan kasih sayang dari kedua orangtuanya, tapi harapan orang tuanya tidak kalah besar dan satu”nya harapan nya adalah ia sendiri memikul semuanya sendiri. Ia yang merasa tidak ada yang memeluknya memperhatikannya, dengan dayung kecilnya ia mulai maju perlahan-lahan.
Tetapi angan buruknya itu semua tidak sesuai dengan faktanya, ia adalah anak yang paling di sayang di setiap lingkungannya tetapi fakta itu ketika mati setelah ia mengalami sedikit trauma dalam lingkungan pertemanannya yang sangat membekas di pikirannya, mempengaruhi semua pandangannya ke setiap orang kepadanya seakan-akan meremehkan semua usaha serta kesuksesannya di masa depan.
Banyak teman yang memandang ia remeh karena ialah harapan satu-satunya keluarganya, banyak temannya yang berbicara menjatuhkan se-enaknya, “pasti sangat berat menjalani semua harapan orang tuanya aku yakin dia g bakal bisa sukses pasti jatuh di tengah jalan” katanya. Dari semua perkataan yang ia dapat seolah perahu yang terseret ombak tanpa ada balasan mendayung dari beban yang di tumpangnya ia perlahan mulai mundur dari semua rencana jalannya menuju ke indah an kesuksesannya di depan seolah dayungnya sangat berat untuk ia sangat rapuh untuk melakukannya.
“ya tuhan apa aku se- sederhana itu untuk di remehkan dengan perkataan yang selalu menusuk hati ku tuhan...”, “kenapa hidupku harus menjadi anak tunggal tuhan aku takut untuk maju aku takut gagal dengan semua ini aku takut umur orang tuaku yang sudah tidak muda lagi aku takut mereka tidak bisa melihat ku sukses dulu tuhan aku takut aku takut...”, ia berdoa dengan menangis dan lemas sekujur tubuhnya.
Angin yang terus berhembus an keluar masuk dari jendela seketika membuatnya tertidur dengan tidak kesengajaannya, tidurnya malam itu menciptakan mimpi yang membekas di hidupnya, membangkitkan semangatnya untuk maju untuk membuat perahunya ke jalan yang lebih indah.
Ke esok an harinya ia menjalani kegiatan dengan lebih semangat, belajar dengan sungguh-sungguh tetapi masih saja mendapat omongan tidak enak dari lingkungan pertemanannya namun hal itu tak membuat ia putus asa melainkan menjadi bisikan itu sebagai motivasi yang keras untuk menuju jalan indahnya.
Beberapa waktu berlalu tiba tempat di pengumuman ke lulusannya di sekolah SMA favoritnya itu dengan hati yang terus berisik ia duduk sambil bercucuran keringat yang terus mengalir dari tubuhnya, dengan mic yang sedikit lirih pengumuman kelulusan pun tiba dan ia dinyatakan sebagai lulus terbaik di sekolah favoritnya itu. Dengan perasaan bahagia dan terharu ia menangis terharu tidak percaya atas pencapaiannya tersebut.