Perang saudara yang berkecamuk selama beberapa dekade  menjadikan Afghanistan  negara yang dulunya dikenal sebagai salah satu negara penuh harapan di era tahun 1970 an kini mejadi negara yang terlupakan.
Pasca minggatnya tentara Amerika setelah selama puluhan tahun bercokol dengan dalih membendung  ekstrimis dan juga tentunya menjaga  keamanan suplai minyak Amerika dari Timur Tengah, walaupun  perang mereda,  kini negara ini dihadapkan pada masalah kemiskinan dan pendidikan yang membuat masa depan negara ini semalin  tidak menentu.
Duniapun  kini sengaja melupakan Afghanistan karena secara politis negara ini dianggap tidak lagi menguntungkan untuk dilindungi dan dibela. Krisis dan konflik regional seperti perang  di Gaza, Ukraina, Sudan dll nya berkontribusi besar teralihkannya perhatian dunia dari Afghanistan.
Terancam sebagai negara gagal
Dampak dari perang saudara dan konflik yang telah berlangsung membuat perekonomian negara ini remuk redam ditambah lagi perubahan iklim global yang berdampak pada keterbatasan negara ini dalam memperoduksi pangan disamping bencana alam yang terus menerus menimpa negara ini.
Kombinasi semua faktor ini membuat Afghanistan kini mengalami kemiskinan yang akut, kerawanan pangan dan irosnisnya negara negara yang selama ini menjadi donor satu persatu meninggalkan Afghanistan karena secara politis dan  ekonomis negara ini dianggap bukan lagi negara strategis. Disamping itu tampaknya negara maju kemungkinan tidak mau melihat tragedi dan kekalahan tragis Amerika ketika harus meninggalkan Afghanistan dalam situasi dan kondisi yang memalukan terjadi pada negara lainnya.
Sebagai gambaran betapa parahnya kondisi Afghanistaan saat ini, mari kita tengok beberapa data statistik terkiat negara ini. Jumlah penduduk negara ini di tahun 2024 tercatat sebayak 23,7 juta orang dan lebih dari 50% dari jumlah penduduk ini memerlukan bantuan kemanusiaan utamanya pangan dan kesehatan yang membuat negara ini merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keemat dunia yang mengalami kelaparan dan kekurangan pangan akut.
Dengan jumlah penduduk sekitar 12,4 juta orang yang mengalami kerawanan pangan dan kelaparan menjadikan negara ini sebagai kelompok negara paling rawan pangan di dunia bersama dengan Palestina, Yaman, Haitu dan Suriah.
Jika dibedah lagi data ini maka kita akan menemukan fakta bahwa 80% keluarga Afghanistan hidup dengan kurang dari Rp. 15.000 per hari. Â Akutnya perekonomian ini tentunya berdampak pada kekurangan gizi bagi ibu hamil dan anak anak yang jumlahnya mencapai 4 juta orang.
Faktor alam seperti gempa bumi, banjir dan tanah longsong juga terus mencengkeram negara ini dan memiliki andil besar dalam memperparah perekonomian Afghanistan. Kombinasi akibat perang saudara dan bencana alam ini  membuat masyarakat Afghanistan sangat sulit untuk pulih kembali.
Bencana yang datang bertubi tubi akibat perubahan iklim global  ini membuat Aghanistan masuk dalam 10 negara paling rawan akan kekurangan air.  Menurut UNICEF negara ini akan kehabisan air di tahun 2030 jika tidak ada upaya ekstrim yang dilakukan.
Kekurangan air yang akut ini tentu saja berdampak langsung tidak saja pada masyarakat perkotaan, namun juga  penduduk di wilayah pedesaan dan  juga wilayah pertanian dan peternakan karena dilanda kekeringan yang ekstrim  yang tentunya berdampak langsung pada kemanan pangan negara ini.
Memburuknya perokonomian Afghanistan ini menurut organisasi internasional berdampak pada terjadinya eksodus penduduknya yang mencapai 10 juta orang di tahun  2020 akibat angka pengangguran yang meningkat 200%.  Masalah ini semakin komplek karena misalnya Pakistan sebagai negara tetangga yang notabene bermusuhan memulangkan kembali warga Afghanistan yang masuk ke negaranya.
Faktor lain yang sangat memperihatinkan adalah pembatasan hak wanita untuk memperoleh pendidikan setelah pemerintahan diambil alih oleh Taliban. Pembatasan hak wanita memperoleh pendidikan ini memang mendapat perhatian dunia dengan mengkritik pemerintahan Taliban, namun tampaknya kebijakan pembatasan pendidikan bagi wanita ini terus berlanjut.
Kita tentunya dapat membayangkan, di  era moderen seperti ini pembatasan pendidikan bagi wanita akan berakibat fatal karena akan berdampak langsung pada pendidikan anak anaknya dan juga perekonomian  keluarga akibat sulitnya memperoleh penghasilan tambahan  untuk menghidupi keluarga.
Afghanistan kini menjadi negara terlupakan setelah beberapa dekade menjadi perhatian dunia akibat konflik dan perang regional dan perang saudara yang dihadapinya. Â Dalam kondisi seperti ini negara ini tidak sekedar butuh perhatian dunia internasional saja, namun memerlukan tindakan nyata dalam memutus memutus siklus kelaparan dan kemiskinan secara permanen.
Keterlambatan dunia internasional untuk mengatasi kemiskinan dan kelaparan di Afghanistan akan membuat negara ini menjadi negara gagal yang akan berdampak pada terjadinya tragedi kemanusiaan yang sangat  menyedihkan.
Hal yang perlu direnungkan adalah melupakan Afghanistan yang kini dilanda kemiskinan dan bercana alam akan  menjadikan kembali negara ini sebagai episentrum ketidakstabikan kawasan yang akan berkontribusi besar pada ketidak stabilan yang lebih mengkhawatirkan di kawasan Timur Tengah yang kini sedang bergejolak dilanda perang.
Rujukan: satu, dua, tiga, empat, lima
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H