Gula yang ditambahkan ini harus diwaspadai karena akan berdampak pada kesehatannya kelak ketika mereka dewasa.
Beberapa raksasa produsen susu dan makanan bayi instan yang ada di pasaran memang berdasarkan pernyataannya telah mengikuti standar dan pedoman dari Komisi Codex dalam membuat produknya.
Disamping itu produsen ini menyatakan bahwa gula yang ditambahkan pada susu dan makanan bayi ini telah mengikuti standar yang telah ditetapkan.
Namun, menurut WHO standar yang ada saat ini tidak memadai dan merekomendasikan agar standar tersebut diperbarui dengan fokus khusus pada menghindari gula dan garam dalam makanan apa pun untuk anak di bawah tiga tahun. Imbauan WHO ini cukup beralasan karena berdasarkan studi Unicef terhadap 1.600 makanan bayi di seluruh Asia Tenggara hampir setengahnya mengandung gula dan pemanis tambahan yang pada dasarnya ditambahkan untuk menyamarkan rasa nutrisi penting seperti zat besi, yang memiliki rasa logam, dan nutrisi otak, DHA, yang berbau seperti ikan.
Jika dianalisis lebih dalam lagi tampaknya aturan penambahan gula dan garam dalam produk susu dan makanan bayi di kawasan Asia Tenggara lebih longgar jika dibandingkan dengan aturan yang diterapkan di Eropa.
Di Eropa produsen produk ini wajib mencantumkan apa yang mereka jelaskan dalam konten dan ditempatkan di di bagian depan kemasan sehingga mudah bagi keluarga dan konsumen untuk memahami apa yang baik bagi mereka dan apa yang tidak sehat.
Jadi pada dasarnya para ibu diminta untuk lebih jeli dalam mencermati dan memahami kandungan gula dan garam susu ataupun makanan bayi yang akan dibelinya karena kualitas susu dan makanan bayi yang yang diberikan pada periode 1000 hari kehidupan bayi sangat menentukan kesehatan anak kita di fase dewasanya.
Tujukan: Satu, dua, tiga, empat, lima
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H