Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pelajaran Berharga dari Krisis Finansial Australia National University

3 Oktober 2024   10:37 Diperbarui: 5 Oktober 2024   17:23 9173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Australian National University , universitas papan atas dunia yang mengalami krisis finansial. Photo: ABC 

Jika kita berbicara universitas di Australia maka Australian National  University (ANU) merupakan universitas papan atas yang jika dilhat rangkingnya yang menduduki peringkat 30 terbaik dunia sekaligus merupakan salah satu universitas terbaik di Australia. Namun nama besar saja tampaknya belum menjamin kelangsungan hidup universitas top dunia ini karena tahun ini ANU terpaksa harus melakukan PHK karena keuangannya mengalami defisit paling tidak sebesar  Rp 2.108.385.762.000,-.

Dalam mengatasi krisis keungan ini tidak ada jalan lain bagi ANU selain melakukan pemutusan hubungan kerja dan memangkas  pengeluaran dan langka lainnya agar paling tidak keuangannya lebih sehat, karena jika hal ini tidak dilakukan maka ANU masuk kategori tidak layak lagi secara finansial.

Di masa jayanya ANU merupaan salah satu tujuan studi mahasiswa dari berbagai negara termasuk Indonesia, sehingga jumlah mahasiwa internasionalnya merupakan  salah satu yang terbanyak di Australia.  Namun tampaknya kondisi ini sudah mulai berubah akibat kebijakan pemerintah Australia yang  mulai tahun ini membatasi jumlah mahasiswa internasional, meningkatnya biaya hdup dan juga melonjaknya   tuition fee yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan periode sekitar 20 tahun yang lalu.

Kesulitan  universitas di Australia ini disamping disebabkan oleh menurunnya jumlah mahasiswa internasional, dukungan dinansial pemerintah juga berkurang, demikian juga menurunnya jumlah dana penelitian  yang membuat ruang gerak kegiatan akademik semakin sempit.

Dalam situasi seperti ini bagi ANU maupun universitas lainnya di Australia, restrukturisasi harus dilakukan ke arah universitas yang lebih kecil tapi efisien. Jika hal ini menjadi tren universitas di Australia untuk bertahan,  maka era keemasan pendidikan Australia yang berkualitas dan terjangkau menjadi kenangan masa lalu.

Jika dinalisis  lebih dalam lagi,  kini banyak universitas di Australia membuka cabangnya di berbagai negara termasuk  di Indonesia sebagai salah satu cara untuk mendapatkan income agar dapat bertahan.  Ke depan tampaknya pembukaan universitas cabang di luar Australia merupakan salah satu opsi yang akan banyak dipilih oleh  universitas Australia karena biaya operasionalnya lebih murah, sedangkan tuition fee nya  masih tergolong hampir sama dengan kuliah di universitas induk di Australia.

Defisit keuangan yang dialami oleh ANU ini terjadi karena pendapatannya tidak dapat menutupi pengeluarannya yang semakin membengkak. Sebagai gambaran data resmi yang dikeluarkan oleh ANU pada kurun waktu 2020-2023 fefisit yang dialaminya mencapai Rp. 4.216.771.524.000,-. Kesulitan yang dialami oleh ANU ini paling tidak menggambarkan bahwa walaupun perencanaan sudah dilakukan dengan baik namun pendapatan yang menurun drastis akibat pengaruh ekonomi   global membuat  krisis keuangan ini semakin akut.

Puncak dari kesulitan finansial  yang membelit universitas terkemuka Australia ini terjadi di tahun 2024 dimana defisit yang semula  diperkirakan hanya mencapai Rp. 632.515.728.600 namun pada kenyatannnya mencapai hampir empat kali lipatnya yaitu mencapai Rp. 2.108.385.762.000,- 

Menurut informasi yang dikeluarkan oleh pimpinan ANU untuk mengatasi krisis finansial  ini, pemangkasan  pengeluaran akan dilakukan secara drastis yang meliputi pemangkasan pengeluaran yang mencapai Rp. 1.581.289.321.500 dan gaji sebesar Rp. 1.054.192.881.000.

Pemangkasan ini tentunya berdampak langsung pada keberadaan program studi yang secara tradisional menjadi andalan dalam mengangkat reputasi ANU di tingkat internasional.  Sebagai contoh program studi tentang Indonesia (Indonesia Studies) yang pernah berjaya secara perlahan namun pasti akan hilang karena dianggap tidak lagi layak secara finansial.  Sehingga tidak heran pemutusan hubungan kerja tidak saja terjadi pada pegawai administrasi  saja namun juga pada staf pengajar,

Jika dikaji lebih dalam lagi kesulitan keuangan yang dialami oleh ANU ini tidak mudah untuk diselesaikan sendiri oleh pengelola saja namun harus mendapat intervensi langsung dari pemerintah untuk menangani defisist yang sudah akut ini.

Right sizing tampaknya segera akan dilakukan untuk menyelamatkan ANU dari defisit keuangan yang lebih dalam lagi.  Berdasarkan informasi yang dikeluarkan oleh pengelola ANU, jumlah universitas akan dibatas hanya menjadi 6 (enam) saja, sehingga retrukturisasi fakultas akan dilakukan. Fakultas Kesehatan dan Kedokteran akan ditutup dan beberapa sekolah akan  dipindahkan ke Fakultas Sains dan Kedokteran yang baru. Disamping itu  ANU akan melakukan pengetatan dalam pengeluaran non-gaji seperti pengadaan, fasilitas, perjalanan, dan Teknologi Informasi.

Restrukturisasi yang dilakukan  ini tentu saja akan menimbulkan guncangan secara internal dan juga kemungkinan  akan mempengaruhi reputasi ANU di tingkat internasional seperti misalnya peringkat nya di tingkat internasional karena proses restrukturisasi ini akan dilakukan sampai dengan tahun 2026 untuk menyehatkan keuangannya.

Krisis finansial  yang dialami oleh ANU ini tentu saja menjadi tamparan bagi pemerintah Australia yang mulai tahun ini mengambil langkah drastis membatasi jumlah mahasiswa internasional  dan juga mengurangi dikungan finansial pemerintah akibat memburuknya perekonomian Australia ini  karena akan berdampak langsung tidak saja hanya pada ANU saja namun juga  berpengaruh pada semua universitas di Australia.

Krisis keuangan yang dialami oleh ANU ini juga berdampak langsung pada mahasiswanya  akibat munculnya ketidakpastian utamanya bagi mahasiswa internasional yang akan sangat menentukan minat mahasiswa internasional untuk melanjutkan studi di Australia.

Apa yang dialami oleh Australian National University yang merupakan salah satu universitas top dunia menegaskan kembali bahwa penyenggaraan pendidikan tidak dapat dilepas begitu saja tanpa dukungan  yang memadai dari pemerintah karena  pendidikan bukanlah perusahaan atau pabrik yang keberadaannya semata mata hanya ditentukan oleh kelayakan finansialnya saja, namun juga harus diperhatikan bahwa produk yang dihasilkan pendidikan adalah  sumber saya manusia yang berkualitas yang merupakan investasi masa depan yang sangat berharga.

Semoga krisis  finansial yang dialami oleh ANU ini menjadi pelajaran yang berharga bagi kita semuanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun