Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Penduduk dan Masa Depan Bangsa

7 Mei 2024   09:23 Diperbarui: 9 Mei 2024   11:30 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurunnya laju pertumbuhan penduduk akibat menurunnya fertilitas menjadi momok tersendiri bagi banyak negara karena terakit erat dengan masa depan bangsa terutama dalam hal angkatan kerja dan daya saing ekonomi suatu bangsa.

Pemberian Insentif

Dari data yang dikeluarkan oleh WHO Tiongkok, Korea Selatan, Taiwan, Jepang dan Singapura dalam status lampu merah dalam hal laju pertumbuhan penduduk yang semakin menurun.

Oleh sebab itu tidak heran jika pemerintah di negara ini berupaya kuat untuk mencari jalan keluar dari permasalahan yang sangat serius ini termasuk memberikan insentif yang sangat besar bagi pasangan yang ingin memiliki anak termasuk biaya perawatan anak.

Sebagai contoh di Korea Selatan Jumlah uang tunai yang dibayarkan pemerintah bagi pasangan yang melahirkan anak rata-rata sudah mencapai Rp764.620.000.

Dalam hal ini pemerintah Korea Selatan berencana mengelontorkan uang sebesar Rp417.092.000.000.00 setiap tahunnya. Di sisi lain pemerintah Korea Selatan juga menyediakan perumahan umum dan kredit berbunga murah bagi keluarga muda untuk mengurangi beban enonomi agar mereka mau memiliki anak

Di samping itu pemerintah juga memberikan biaya perawatan anak sebesar Rp5.358.028.00 setiap bulannya selama 2 tahun untuk menunjang perekonomian keluarga muda yang memiliki anak.

Masalah penurunan tingkat kesuburan yang dialami oleh pemerintah Tiongkok ternyata tidak jauh berbeda dengan masalah yang dihadapi oleh Korea Selatan. Bahkan Tiongkok mengalami permasalahan yang lebih sistemik akibat kebijakan one child yang diterapkan di era tahun 1980-2015.

Dalam mengatasi masalah ini pemerintah Tiongkok menawarkan sejumlah insentif bagi pasangan yang ingin memiliki anak termasuk subsidi tunai, biaya perawatan anak, dan pembayaran perawatan dan bayi tabung.

Bahkan di provinsi tertentu pemerintah memberikan subsidi bagi orang tua yang sudah memiliki anak kedua dan ingin memiliki anak ketiga dengan besaran Rp68.980.600 di tahun 2023 lalu.

Pada saat yang bersamaan pemerintah Tiongkok menyiapkan berbagai teknologi reproduksi seperti transplantasi embrio, pembekuan dan penyimpanan sperma, dan juga bayi tabung untuk mengatasi permasalahan penurunan fertilitas ini.

Di tatanan swasta bahkan salah satu biro perjalanan ternama dan terbesar di dunia menggelontorkan dana bantuan sebesar Rp3.368.820.000.000 untuk mendorong karyawannya memiliki anak.

Di Perusahaan ini bagi karyawan yang sudah berkerja 3 tahun akan diberikan bonus sebesar Rp34.490.300 setiap tahunnya selama 5 tahun bagi karyawannya yang melahirkan anak.

Selain Korea Selatan dan Tiongkok, Jepang merupakan negara yang paling besar penurunan tingkat kesuburanya dan jika tren penurunan ini tidak dapat diatasi maka populasi generasi muda akan menyusut dua kali lipat dibandingkan saat ini pada tahun 2030.

Di Jepang pemerintah memberikan bantuan dana sebesar Rp78.605.800 kepada keluarga baru untuk setiap anak yang dimilikinya. Disamping itu diberikan juga tunjangan sebesar Rp2.342.132 setiap bulannya untuk biaya perawatan anak hingga mencapai usia 3 tahun. Selanjutnya dari usia 4-15 tahun diberi tunjangan anak sebesarRp1.572.116 setiap bulannya.

Dua negara lain yang tingkat fertilitasnya menurun tajam adalah Taiwan dan Singapura. Kedua negara ini pemerintah membrikan berbagai insentif bagi kelaurga yang mau memiliki anak termasuk subsidi untuk bayi tabung, subsidi pendidikan, biaya penitipan anak dan cuti melahirkan yang dibayar selama 6 bulan.

Pemerintah Singapura memberikan dana sebesar Rp179.670.400.untuk kelahihan anak pertama dan kedua, sedangkan untuk anak ketiga dan selanjutnya bantuan yang diberikan lebih besar lagi yaitu sebesar Rp234.213.200.

Disamping itu pemerintah juga menawarkan Tabungan khusus untuk anak yang diisi setoran awal sebesar Rp89.835.200. Disamping itu di Singapura diberikan cuti bagi bapak yang memiliki anak selama 4 minggu bagi yang bekerja.

Jika ditelisik lebih dalam lagi ternyata upaya pemberian berbagai insentif ini ternyata belum efektif dalam mengurangi laju penurunan jumlah penduduk.

Kompleksitas

Kekhawatiran negara ini dan upaya untuk mengatasi masalah penurunan jumlah penduduk ini memang dapat dimengerti karena penduduk merupakan aset utama bagi suatu bangsa untuk bertahan di tengah tengah persaingan global.

Penurunan jumlah penduduk ini tidak saja disebabkan karena penurunan tingkat kelahiran karena biaya hidup yang sangat tinggi utamanya di kota kota besar saja, namun juga merupakan kombinasi dari kecanduan bekerja, kesulitan mengakses penitipan anak dan juga ketidak setaraan gender.

Tekanan pekerjaan dan persaingan yang sangat ketat yang mengharuskan karyawan bekerja dengan jam kerja yang sangat panjang ditengarai membuat kalangan muda tidak lagi memikirkan untuk memiliki anak. Bahkan di beberapa negara tekanan kerja ini di Jepang dan Korea Selatan memicu kenaikan angka kematian akibat bunuh diri.

Tidak seperti dikebanyakan negara maju ditengarai di negara Asia terjadi ketidakseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan yang cenderung lebih berat pada pekerjaan akibat kebutuhan ekonomi. Tekanan ekonomi ini lahirnya menjadikan banyak dari kalangan muda memilih untuk tidak memiliki anak.

Jika ditelisik lebih dalam, ketidaksetaraan gender dalam dunia kerja juga berperan dalam penurunan jumlah populasi ini karena di dunia kerja wanita yang memiliki anak mendapat perlakukan yang diskriminatif di dunia kerja karena dinilai tidak produktif.

Oleh sebab itu tidak heran jika banyak wanita yang terhenti karirnya setelah memiliki anak. Tekanan pekerjaan ini tentunya tuntutan pekerjaan membuat wanita karir sulit mengasuh anak pada saat yang bersamaan.

Dengan kompleksitas yang ada dapat disimpulkan bahwa penggelontoran dana semata mata oleh pemerintah tidak akan dapat mengatasi penurunan laju penduduk tanpa dilakukan berbagai upaya untuk mengatasi dan menyelesaikan akar permasalahannya termasuk masalah sosial, budaya dan politik.

Jika dulu Jepang, Tiongkok, Taiwan, Korea Selatan dan Singapura menjadi Role model dalam pertumbuhan ekonomi kini negara ini mengalami masalah besar karena penduduknya yang semakin menua dan jumlah angkatan kerja usia mudanya semakin menyusut. Dalam jangka panjang bukan mustahil masa jayanya semakin memudar.

Bagi Indonesia walaupun pertumbuhan penduduknya belum bermasalah, namun penduduk Indonesia dan bonus demografi yang dimiliki Indonesia harus dapat dikelola dengan baik agar dapat menjadikan Indonesia sebagai salah satu kekuatan 10 besar negara dengan kekuatan ekonomi terbesar dunia di tahun 2040.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun