Baru baru ini Bank sentral Inggris mengeluarkan angka inflasi pada bulan Mei lalu yang angkanya membelakkan mata yaitu mencapai 8.7 %
Sebagai perbandingan pada saat yang bersamaan angka inflasi di Jerman 6.3%, Perancis 6%, Amerika Serikat mencapai 4%, Jepang 3.4 %.
Tingginya inflasi di Inggris ini menurut Bank Sentral Inggris disebabkan oleh dua hal utama yaitu subsidi energi yang diberikan dan juga kenaikan harga di hampir semua sektor perekonomian pasca pandemi virus korona.
Inggris memang telah berusaha kuat untuk mengendalikan inflasi. Sebagai gambaran Bank Sentral sudah 13 kali menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi ini namun tetap saja belum berhasil menahan laju inflasi ini. Bahkan dalam waktu dekat Bank Sentral Inggris akan menaikkan suku bunga kembali dalam watu dekat.
Inflasi yang sangat tinggi di Inggris ini tentunya berpengaruh langsung pada kenaikkan harga kebutuhan sehari hari seperti makanan, energi, tambakau, jasa berupa kenaikan upah, tiket pesawat, harga mobil bekas, pertunjuan musik serta games.
Sebagai gambaran di Inggirs makanan berkontribusi sebesar 19% pada angka inflasi yang tinggi ini. Kenaikan harga gula dan minyak Zaitun yang tertinggi masing masing mencapai 49,8% dan 46.5%.
Masyarakat Inggris juga dihantui oleh meningkatnya biaya pembayaran cicilan utang rumah.
Jurus menaikkan suku bunga yang dilakukan selama ini memang belum menunjukan pengaruh yang siknifikan dalam memperlambat laju inflasi, namun tampaknya jurus ini akan dterus digunakan oleh Bank Sentral untuk menaikkan suku bunga sampai pada angka 5%.
Jika skenario berjalan dengan lancar maka Bank Sentral Inggirs memperkirakan pada kuartal terakhir 2023 mendatang inflasi akan berada di angka 5% dan di tahun 2025 akan mencapai angka 2%.
Namun skenario ini dihantui kegagalan karena terjadi kenaikan harga di semua sektor perekonomian. Di samping itu subsidi energi juga berkontribusi besar dalam inflasi ini, demikian juga dengan pasar kerja yang tidak menentu.
Inflasi yang sangat tinggi ini tentu saja menjadi isu utama sekaligus bola panas karena tahun depan akan ada pemilihan umum yang akan menentukan nasib Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak
Tidak ada pilihan lain bagi pemerintah Inggris untuk mengendalikan inflasi ini selain mengurangi inflasi menjadi separuhnya, mengurangi utang dan menumbuhkan ekonomi.
Jika diamati lebih dalam lagi maka titik dimana inflasi Inggris mulai tidak terkendali terjadi setelah invasi Rusia ke Ukraina pada bulan Februari 2022 lalu yang menyebabkan melonjaknya harga gas alam di seluruh wilayah Eropa.
Inggris yang juga menjadi pemain utama dalam menggalang sekutu menentang Rusia dalam konflik dengan Ukraina dengan cara menerapkan sangsi yang sangat ketat, kini sedang menuai badai.
Jadi tidak heran Inggris bersama Amerika dan sekutunya mencoba dengan cara apapun untuk mengakhiri perang Rusia dengan Ukraina dengan kemenangan Ukraina.
Namun di lapangan ternyata perang Rusia dan Ukraina yang semula diperkirakan akan berlangsung dengan cepat ternyata terus berpepanjangan dan sulit ditentukan akhirnya.
Sementara dampak kenaikan harga gas alam, bahan bakar dan bahan pangan sudah terlanjur melanda dan menghantam perekonomian dunia.
Rujukan: satu, tiga, dua,empat, lima
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H