Jika skenario berjalan dengan lancar maka Bank Sentral Inggirs memperkirakan pada kuartal terakhir 2023 mendatang inflasi akan berada di angka 5% dan di tahun 2025 akan mencapai angka 2%.
Namun skenario ini dihantui kegagalan karena terjadi kenaikan harga di semua sektor perekonomian. Di samping itu subsidi energi juga berkontribusi besar dalam inflasi ini, demikian juga dengan pasar kerja yang tidak menentu.
Inflasi yang sangat tinggi ini tentu saja menjadi isu utama sekaligus bola panas karena tahun depan akan ada pemilihan umum yang akan menentukan nasib Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak
Tidak ada pilihan lain bagi pemerintah Inggris untuk mengendalikan inflasi ini selain mengurangi inflasi menjadi separuhnya, mengurangi utang dan menumbuhkan ekonomi.
Jika diamati lebih dalam lagi maka titik dimana inflasi Inggris mulai tidak terkendali terjadi setelah invasi Rusia ke Ukraina pada bulan Februari 2022 lalu yang menyebabkan melonjaknya harga gas alam di seluruh wilayah Eropa.
Inggris yang juga menjadi pemain utama dalam menggalang sekutu menentang Rusia dalam konflik dengan Ukraina dengan cara menerapkan sangsi yang sangat ketat, kini sedang menuai badai.
Jadi tidak heran Inggris bersama Amerika dan sekutunya mencoba dengan cara apapun untuk mengakhiri perang Rusia dengan Ukraina dengan kemenangan Ukraina.
Namun di lapangan ternyata perang Rusia dan Ukraina yang semula diperkirakan akan berlangsung dengan cepat ternyata terus berpepanjangan dan sulit ditentukan akhirnya.
Sementara dampak kenaikan harga gas alam, bahan bakar dan bahan pangan sudah terlanjur melanda dan menghantam perekonomian dunia.
Rujukan: satu, tiga, dua,empat, lima