Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ketika Suku Baduy Meminta Sinyal Internet Dimatikan

10 Juni 2023   07:12 Diperbarui: 10 Juni 2023   21:01 1940
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adat dan gaya hidup masyarakat Baduy telah mengakar dari generasi ke generasi. Photo: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG 

Minggu ini di berbagai berita mainstream dihiasi dengan berita permintaan suku Baduy untuk mematikan internet dengan alasan untuk melindungi tradisi dan mencegah dampak negatif pengaruh dunia luar terhadap kehidupan mereka yang telah dipertahankan dalam kurun waktu yang lama.

Berita permintaan mematikan internet oleh suku Baduy ini menjadi pemberitaan media Barat seperti misalnya di pemberitaan ABC Australia.

Suku Baduy yang dikenal dunia sebagai "Amish of Asia" oleh media barat ini memilih untuk tinggal di hutan dan menolak teknologi, uang dan pendidikan konvensional.

Mereka tinggal di tiga desa dengan luasan wilayah mencapai 4.000 hektar dan mobilitasnya dilakukan dengan hanya berjalan kaki.

Keberadaan suku Baduy ini menjadi kebanggaan dan keistimewaan tersendiri bagi Indonesia  disamping 1.300 etnis lainnya, sehingga tidak heran jika di tahu 1990 kawasan pemukiman suku Badui ini dideklarasikan sebagai cagar budaya.

Ancaman  terhadap tradisi leluhur

Kekhawatiran suku Baduy yang selama ini memilih hidup selaras dengan alam dengan tradisi yang mengakar secara turun menurun ini memang dapat dimengerti karena dampak dari internet ini sangat luar biasa dan akan berpengaruh pada hampir semua aspek kehidupan.

Pendapat bahwa pembangunan Menara telekomunikasi di dekat pemukiman suku Baduy dapat menjadi ancaman yang sangat serius bagi kehidupan mereka yang telah dipelihara generasi demi generasi harus dihargai sebagai upaya melestarikan gaya hidup Suku Baduy yang telah terjaga dari generasi ke generasi.

Adat dan gaya hidup masyarakat Baduy telah mengakar dari generasi ke generasi. Photo: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG 
Adat dan gaya hidup masyarakat Baduy telah mengakar dari generasi ke generasi. Photo: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG 

Gaya hidup suku Baduy yang memilih hidup di hutan, akrab dengan alam, menolak uang, menolak teknologi,  dan pendidikan konvensional ini memang harus dihargai bahkan dilestarikan karena tidak banyak suku asli Indonesia yang sampai saat ini dapat bertahan dengan tradisi leluhur yang dipelihara dengan  baik.

Suku Baduy yang diperkirakan berjumlah 26 ribu orang ini secara turun menurun telah menghuni wilayah pedalaman Banten dan sebagian dari mereka yaitu Baduy luar memang ada sebagian yang sudah mengadopsi teknologi.

Kehidupan suku Baduy yang akrab dengan kelestarian alam perlu dipertahankan. Photo: WatchdoC, Ekspedisi Indonesia Biru, Suparta Arz  
Kehidupan suku Baduy yang akrab dengan kelestarian alam perlu dipertahankan. Photo: WatchdoC, Ekspedisi Indonesia Biru, Suparta Arz  

Namun  suku Baduy Dalam lebih memilih untuk mempertahankan kesakralan tradisi dan menghindari pengaruh kehidupan komtemporer.

Menurut pendapat perwakilan suku Badui keberadaan smartphone telah berdampak negatif bagi suku Baduy.

Keberadaan Menara Telekomumunikasi yang di bangun di dekat wilayah pemukiman mereka dinggap sebagai ancaman  terhadap gaya hidup mereka dan juga moral anak muda yang mungkin akan tergoda untuk menggunakan internet.

Masuknya internet  ke wilayah suku Baduy ini memang seperti membuka kotak pandora yang dampaknya terhadap keberadaan dan kelestarian kehidupan suku Baduy ini sulit diprediksi.

Kekhawatiran akan pengunjung dan turis yang dapat mengakses internet di wilayah pemukiman suku Baduy dan mempertontonkan konten konten yang bertentangan dengan adat dan tradisi suku Baduy akan menjadi permasalahan yang sangat serius.

Penolakan suku Baduy akan keberadaan internet dan Menara Komunikasi di wilayah pemukiman mereka merupakan babak baru perbedaan  pandangan akan perbaikan kehidupan suku Baduy antara pihak luar dengan suku Baduy itu sendiri.

Di satu sisi pihak luar beranggapan bahwa keberadaan internet akan berdampak posisif bagi kemajuan  suku asli ini, namun di sisi lain  suku Baduy menganggap bahwa masuknya teknologi ini akan mengancam kelestarian budaya dan kehidupan yang selama ini mereka pertahankan turun menurun.

Permintaan suku Baduy dalam untuk menutup akses internet ini memang harus diperhatikan secara serius  oleh pemerintah daerah.

Permintaan untuk memindahkan  Menara komunikasi di laur  jangkauan wilayah suku Baduy dalam harus dipandang sebagai permintaan yang sangat beralasan dan mendasar  untuk menghormati dan melestarikan budaya dan gaya kehidupan asli yang sudah terancam punah  di Indonesia.

Rujukan: satu, dua, tiga, empat, lima

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun