Dari sisi politik luar negeri Erdogan memang cukup menonjol dalam era pemerintahannya 20 tahun terakhir ini.
Peran positif di perang Rusia--Ukraina yang tidak mau tunduk dengan kepentingan Amerika dan negara Uni Eropa melambungkan nama Turkiye sebagai negara yang bisa diterima oleh pihak yang berperang.
Keberanian Erdogan memblok Swedia dengan alasan sebagai sarang teroris juga menjadi kunci diplomasi Turkiye yang memiliki warna tersendiri karena dirinya berhasil membawa NATO ke kancah perpolitikan global.
Namun tampaknya kecemerlangan Erdogan di kancah internasional tidaklah cukup bagi rakyat Turkiye.
Kini rakyat udihadapkan pada kenyataan pahitnya kehidupan sehari-hari akibat impitan ekonomi yang semakin berat akibat inflasi yang meroket, rangkaian bencana alam seperti gempa yang meluluhlantakkan wilayah yang luas, bertambah buruknya perekonomian akibat perang Rusia dan Ukraina yang membuat rakyat Turkiye mulai berpikir realistis.
Belum lagi kebebasan politik yang terkekang akibat kebijakan Erdogan yang menumpas benih-benih demokrasi dan lawan politiknya sejak terjadinya kudeta yang gagal beberapa tahun lalu membuat rakyat Turkiye mulai berpaling dari Erdogan.
Kemunculan oposisi Kemal Killicdaroglu dengan perolehan suara yang sangat signifikan memang sangat mengejutkan.
Tokoh oposisi Kemal Killicdaroglu dalam kampanyenya berjanji untuk mengarahkan Turkiye ke era baru dengan menghidupkan kembali demokrasi setelah bertahun-tahun mengalami penindasan oleh negara merupakan daya tarik tersendiri bagi pemilih yang selama ini menuntut atmosfer demokrasi yang lebih baik.
Keyakinan tokoh oposisi Killicdaroglu akan menang di pemilu putaran kedua ini memang cukup beralasan karena pada putaran pertama suara yang diperolehnya tidak jauh dari perolehan suara Erdogan.
Dari hasil jejak pendapat persaingan ini memang akan ketat namun Killicdaroglu, yang memimpin aliansi enam partai, sedikit lebih unggul.