Kekerasan yang terjadi akhir akhir ini di tanah Palestina merupakan cerminan ketidak berdayaan Amerika untuk membujuk dan menaklukan "anak emasnya" karena baik imbauan maupun ungkapan kekecewaan Amerika sama sekali tidak dihiraukan oleh Israel.
Bahkan himbauan PBB kepada Israel dan juga Palestina untuk meredakan ketegangan yang memakan korban jiwa ini juga diabaikan.
Pada tahun 2022 lalu PBB mencatat timbulnya korban jiwa 170 warga Palestina termasuk anak anak dan melukai sebanyak 9000 warga Palestina menjadikan tahun tersebut sebagai tahun yang paling memaikan selama 16 tahun terakhir ini.
Tahun ini gesekan memang tidak dapat dihindari karena bulan suci Ramadhan dan hari raya paskah Yahudi tiba pada saat yang bersamaan.
Amerika ini terlibat tidak langsung dalam konflik Israel Palestina dan Rusia Ukraina, oleh sebab itu menggunakan insiden pendudukan al Aqsa sebagai pengalihan isu atas keterpurukan di konflik Rusia Ukraina tampaknya tidak akan membuahkan hasil.
Serara moral dan rekam jejak Amerika bertanggung jawab langsung atas konflik Palestina Israel yang tidak berujung karena dukungannya pada Israel.
Namun kini konflik ini menjadi bola panas karena Israel tampaknya tidak lagi mendengarkan anjuran Amerika dalam bertindak.
Hal yang membuat konflik ini diperkirakan akan melebar adalah sikap Amerika yang menyatakan bahwa Israel perlu jaminan keamanan sehingga mempertahankan diri dan membalas serangan Palestina merupakan hak Israel untuk mempertahnkan diri.
Namun di lain pihak Amerika tidak pernah mau menyelesaikan akar permasalahan konflik ini yaitu pendudukan wilayah Palestina dan tindakan sewenang wenang Israel karena penyelesaian konflik ini berarti mengembalikan wilayah yang diduduki oleh Israel.
Sebenarnya meningkatkan kekerasan di bulan suci Ramadhan ini sudah diantisipasi sebelumnyanya sehingga di akhir bulan February lalu pejabat Palestina, Israel, Yordania, Mesir dan Amerika bertemu di Yordania untuk menyepakati pengurangan tindakan tindakan yang dapat memicu konflik.