Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Ramai-Ramai Meninggalkan Dollar Amerika

8 Maret 2023   09:54 Diperbarui: 10 Maret 2023   08:10 7376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Makin banyak negara negara di dunia melakukan transaksi perdagangan internasionalnya menggunakan mata uang lain selain dolar Amerika. Photo: news.italy24.press 

Tidak ada yang dapat menyangkal bahwa dollar Amerika menduduki tahta sebagai mata uang paling perkasa dan menguasai keuangan dunia selama 80 tahun terakhir ini.

Sejarah Panjang

Jika kita tengok sejarah, mata uang Amerika ini telah menjadi mata uang utama dalam perdagangan internasional di era menjelang akhir perang dunia II.

Cikal bakal keperkasaan dollar Amerika ini mulai tampak ketika di tahun 1944 perwakian 44 negara bertemu di Bretton Woods, New Hampshire, untuk mendiskuikan pemulihan perekonomian pasca perang nantinya.

Saat itu disepakati bahwa Amerika yang saat itu perekonomiannya paling kuat akan memperbaiki nilai mata uang nya dengan mengkonversinya menjadi emas dan negara lain akan mematok mata uang mereka ke dollar Amerika sebagai acuan.

Perjanjian ini masih berbekas sampai saat ini karena sebagian besar negara di dunia menyimpan cadangan uangnnya dalam dollar Amerika sehingga hal inilah yang membuat dollar Amerika ini semakin perkasa.

Pasca kesepakatan di tahun 1944 tersebut sempat terjadi gejolak di tahun 1970 an ketika itu Amerika tidak lagi memiliki cadangan emas yang cukup untuk mendukung dollar nya.

Namun kondisi ini tidak banyak mengubah reputasi dollar Amerika sebagai mata uang paling dominan di dunia karena dollar banyak disimpan di hampir semua negara sebagai cadangan dananya yang persentasinya mencapai rata rata 60%.

Dolar Amerika kembali mengalami goncangan ketika Uni Eropa meluncurkan Euro dan juga terjadinya krisis keuangangan di tahun 2008-2009. Namun ternyata dollar Amerika masih bertahan di tengah badai tersebut.

Di tahun 2000 ada tiga mata uang dunia yang mengusai dunia yaitu dollar Amerika yang mengusai sekitar 70%, Euro sekitar 20% dan Yuan sebesar 3%.

Dinamika dan Pergeseran

Dinamika pergeseran dari semula mengandalkan dollar Amerika sebagai mata uang utama dunia menjadi mata uang lainnya seperti misalnya Yuan dan mata uang lokal lainnya kini terus terjadi. Bahkan saat ini semakin banyak negara di dunia menyimpan cadangan uangnya dalam Yuan.

Selama setahun terakhir ini tren negara-negara yang beralih dari dolar semakin meningkat.

Perubahan terbesar terjadi ketika dunia diguncang pengaruh perang Rusia Ukraina yang memicu sangsi keuangan yang sangat massif yang dipimpin oleh Amerika.

Sangsi yang dikenakan oleh Amerika dan sekutunya ini tidak lepas sebagai upaya menggunakan dollar sebagai senjata untuk menghancurkan perekonomian Rusia.

Perwujudan penggunaan dollar sebagai senjata untuk melakukan perang ekonomi terhadap Rusia tercermin dari pembekuan cadangan uang Rusia dalam bentuk mata uang asing yang nilainya mencapai US$ 300 milyar dan juga penghapusan bank bank utama Rusia dari SWIFT yang merupakan layanan antar bank yang memfasilitasi pembayaran internasional.

Perang Rusia dan Ukraina ini ternyata membuat mata dollar Amerika semakin perkasa sedangkan mata uang lainnya mengalami devaluasi yang cukup siknifikan termasuk nilai Rupiah.

Sangsi masif ini membuat negara negara di dunia non aliansi Amerika seperti Tiongkok dan Rusia mencari jalan keluar untuk mengurangi ketergantungannya pada dollar Amerika.

Gerakan untuk meninggalkan dollar sebagai mata uang utama perdagangan dunia ternyata juga merembet ke India, Argentina, Brazil, Arika Selatan, Timur Tengah, Asia Tenggara dan negara Afrika lainnya.

Gerakan ini meninggalkan dollar Amerika ini dapat dimengerti karena sudah banyak negara di dunia yang khawatir jika suatu saat bermasalah dengan Amerika dan sekutunya akan mengalami nasib yang sama perekonomian nya dengan Rusia.

Jika diamati pergerakan geopolitik Amerika akhir akhir ini tampaknya Tiongkok sudah berada dalam titik bidik Amerika utamanya perdangangan semikonduktor karena Amerika sangat khawatir perkembangan teknologi Tiongkok pada suatu saat akan berpengaruh besar pada kepentingan Amerika.

Oleh sebab itu, tidak heran jika Tiongkok sudah mengambil langkah strategis dengan menggunakan mata uang Yuan ketika bertransaksi dengan negara mitranya dan juga mengurangi secara drastis cadangan devisa nya dalam bentuk dollar Amerika.

Gerakan Yuanisasi ini ternyata mendapat sambutan yang cukup baik dari negara negara lain yang bermitra dengan Tiongkok seperti irak, Bangladesh, Rusia, India, Pakistan, Uzbekistan, Kazakhstan, Tajikistan, Kyrgyzstan serta Arab Saudi.

Rusia telah memutuskan untuk menyimpan semua pendapatan surplus minyak dan gasnya pada tahun 2023 dalam Yuan karena Rusia kini beralih ke mata uang Tiongkok untuk cadangan devisanya.

Nilai dollar 10% lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai sebelum terjadinya perang Rusia-Ukraina.

Keputusan beberapa negara menjauh dari dolar Amerika memang dapat dimengerti karena negara-negara yang membeli bahan bakar, makanan, dan komoditas penting lainnya harus membayarnya dalam dollar.

Kini tren negara negara meninggalkan dollar Amerika semakin meningkat. Sebagai contoh Uni Emirat Arab (UEA) dan India berusaha menyelesaikan kesepakatan untuk menggunakan mata uang mereka dirham dan rupee dalam perdagangan.

Hal yang sama terjadi di kawasan Asia Tenggara yang sedang menyusun rencana aplikasi seluler dapat digunakan untuk berdagang di antara kawasan ini dalam mata uang lokal tanpa harus bergantung pada dolar sebagai perantara.

Langkah negara negara ini untuk mengurangi ketergantungannya terhadap dollar Amerika diperkirakan belum dapat melengserkan dollar Amerika sebagai mata uang utama dunia.

Hal ini tidak terlepas pada kepercayaan global terhadap dollar Amerika sebagai aset safe haven para investor utamanya di saat dunia mengalami krisis ekonomi yang tercermin dari meningkatnya permintaan dollar Amerika pada saat terjadinya krisis.

Gerakan meninggalkan dollar ini memang tidak serta merta mengurangi pengaruh dollar terhadap perekonomian dunia secara drastis, namun secara bertahap diperkirakan akan lebih banyak negara di dunia melakukan transaksi dengan mata uang lain selain dollar untuk mengurangi ketergantungannya.

Ke depan diperkirakan paling tidak terjadi titik equilibrium baru dalam ekonomi dan perdagangan dimana dollar Amerika tidak seperkasa seperti sebelumnya.

Rujukan: Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun