Seperti halnya keberadaan  Belanda di Indonesia yang tidak rela meninggalkan negara jajahannya Indonesia, pada tahu 1952 Perancis menekan gerakan anti kolonial yang bergejolak di Casablanca.
Tidakan yang diambil oleh Perancis ini tidak hanya sampai disitu saja namun Perancis melarang keberadaan partai komunis Maroko dan partai istiqlal. Partai istiqlal tercatat sebagai partai yang berperan besar dalam memproklamirkan kemerdekaan Maroko.
Dalam menekan gerakan anti  kolonial ini Perancis memutuskan untuk mengasingkan Sultan Mohamed V ke Madagaskar.
Ibarat menyiram mintak ke api tindakan Perancis ini justru memicu dan membangkitkan perlawanan  masyarakat terhadap Perancis.
Menghadapi  tekanan dan gerakan yang semakin membesar  ini akhrinya Perancis  mengizinkan Sultas Mohamed V untuk kembali ke Maroko.
Sekembalinya dari pengasingan ini pada tanggal 18 November 1955 Sultan mendeklarasikan kemerdekaan Maroko dan akhirnya pada bulan Maret 1956 Maroko melepaskan diri dari Perancis,
Pasca kemerdekaan ini hubungan antara erancis dengan Maroko semakin merenggang sampai akhirnya di tahun 1973 Raja Maroko Hasan II mengambil  langkah untuk mengambil alih 50% asset perusahaan asing yang umumnya perusahaan Perancis menjadi milik negara Maroko.
Di era tahun 1980 untuk mengikis jejak kolonialisme raja maroko menerapkan kebijakan arabisasi dalam sistem pendidikannya yang mengganti bahasa  pengantar dari bahasa Perancis menjadi bahasa Arab.
Saat ini Perancis memang ingin tetap menjaga hubungan baiknya dengan Maroko karena negara ini merupakan investor utama di Maroko.
Sebagai salah satu contoh, Peranis membiayai proyek kereta cepat Al Boraq dengan proporsi investasi mencapai 51%.
Namun dalam perjalananya hubungan kedua negara ini tidaklah selalu mulus karena di tahun 2014 Maroko menangguhkan perjanjian kerjasama yudisial  setelah perancis mengintrogasi kepala dinas intelejen Maroko atas tuduhan penyiksaan yang menimbulkan ketegangan diplomatik antara kedua negara ini.