Kemarin tepatnya tanggal 10 Oktober 202, Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri Yaakob akhirnya mengumumkan pembubaran parlemen. Langkah ini memiliki implikasi politik yaitu akan mempercepat pemilihan umum yang diperkirakan akan dilaksanakan pada bulan November mendatang.
Langkah yang diambil oleh Perdana Menteri Malaysia ini merupakan jalan satu satunya untuk membuktikan apakah kritik keras terhadap pemerintahannya selama ini yang membuat situasi politik di Malaysia semakin tidak menentu akan terbukti atau tidak.
Jika partai yang berkuasa kalah dalam pemilu yang dipercepat ini maka pemerintahannya akan jatuh, namun sebaliknya jika menang maka langkah ini akan memberikan legitimasi pada pemerintahannya.
Langkah yang diambil oleh Perdana Menteri Malaysia ini memang penuh resiko, karena apabila partai yang berkuasa saat ini UMNO hanya menang tipis maka turbulensi politik di Malaysia akan terus berlanjut dan membuat Malaysia semakin terpuruk.
Turbulensi Politik
Kasus mega Korupsi yang melanda petinggi UMNO Najib Razak dan kroninya cukup menggoyahkan partai terbesar dan terlama berkuasa di Malaysia ini.
Sebagai catatan UMNO berkuasa dan memimpin Malaysia sejak mendapat hadiah kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1957, namun pada tahun 2018 UMNO terguncang hebat kasus mega korupsi bernilai miliaran dolar yang membuat mantan perdana menteri Najib Razak dipenjara selama 12 tahun karena korupsi.
Di samping itu Presiden partai saat ini Ahmad Zahid Hamidi juga diadili karena kasus korupsi.
Kombinasi turbulensi politik yang tidak berujung dan juga dampak pandemi membuat Malaysia yang dulunya disanjung sebagai salah satu bintang Asia dalam pertumbuhan ekonomi kini semakin terpuruk.
Di samping itu angin keinginan rakyat Malaysia yang menuntut kebebasan berpendapat kini kian kencang walaupun berusaha dibendung oleh pemerintah yang saat ini berkuasa.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!