Berita tentang kenaikkan harga bagi pengunjung dua pulau di Taman Komodo yang meningkat 18 kali lipat dari dari Rp200.000 menjadi Rp3,75 juta pada hari Senin lalu menimbulkan kegaduhan, tidak saja di dalam negeri namun juga di luar negeri.
Di dalam negeri kenaikkan harga ini memicu mogok kerja bagi pekerja pariwisata karena khawatir pengunjung akan sepi dan mengganggu pendapatan mereka.
Dua Kutub
Menurut Asosiasi Agen Perjalanan Wisata Indonesia, ribuan pengunjung domestik dan manca negara telah membatalkan rencana kunjungan mereka ke Pulau Komodo setelah adanya berita kenaikan harga muncul dan diperkirakan akumulasi kerugian akibat pembatalan telah mencapai 1 triliun rupiah.
Sebaliknya rencana menjadikan komodo Indonesia sebagai bintang objek wisata yang terinspirasi dari film Jurassic Park membuat khawatir para konservasionis.
Sebelum pandemi pulau-pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur Indonesia yang telah dinyatakan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO ini berhasil menarik hampir 222.000 pengunjung pada 2019.
Pemerintah menyatakan bahwa kenaikan harga ini diperlukan untuk melestarikan habitat salah satu kadal terbesar yang sekaligus merupakan hewan langka di dunia.
Indonesia memang merupakan tempat yang has bagi komodo yang jumlahnya sangat terbatas ini, sehingga menarik perhatian tidak saja wisatawan tapi ilmuwan di seruluh dunia,
Bagi para ilmuwan keberadaan Komodo di Indonesia dapat menjadi pintu untuk menguak kehidupan satwa di jaman purba karena komodo merupakan salah satu jenis satwa liar yang merupakan peninggalan masa purba yang masih dapat bertahan hidup sampai saat ini.
Saat ini diperkirakan jumlah Komodo yang ada di Taman Nasional Komodo dan sekitarnya hanya berjumlah tiga ribu ekor.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kenaikan harga bagi wisatawan yang ingin melihat kadal raksasa purba ini membenturkan dua kutub kepentingan yang saling bertolak belakang.
Bagi konservasionis dan satwa liar kenaikan harga yang spektakuler ini dinilai merupakan kapitalisasi komodo yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan.
Namun sebaliknya, pemerintah beranggapan bahwa pemanfaatan peluang ini merupakan bagian dari upaya untuk menyelamatkan komodo.
Perlu Hati-hati
Ide untuk menjadikan komodo sebagai salah satu atraksi wisata sebagaimana ide yang ada di film Jurassic Park sah-sah saja untuk dilakukan, namun komodo bukanlah satwa liar biasa.
Pada kenyataannya komodo kini tidak saja hanya menjadi milik Indonesia, namun juga sudah menjadi milik dunia.
Sudah dapat dipastikan menjadikan komodo sebagai komoditas atraksi alam dalam bentuk parawisata mewah yang disertai dengan pembangunan infrastruktur dan fasilitas bertentangan dengan hakekat pelestarian itu sendiri.
Penebangan hutan untuk pembangunan akomodasi wisara mewah ini sudah dapat dipastikan merusak habitat komodo dan mengganggu keseimbangan alam asli sangat bertentangan dengan konsep pelestarian alam.
Dikhawatirkan eksploitasi komodo melalui cara ini akan merusak habiat komodo secara permanen dan akan berpengaruh langsung pada keberadaan dan perkembangan komodo di masa mendatang.
Rencana pemerintah untuk membuat komodo menjadi atraksi wisata mewah ini mengundang reaksi para pelestari lingkungan dunia.
Bahkan pejabat PBB secara eksplisit menytakan kepirihatinannya terkait potensi dampak negatif pariwisata pada taman nasional yang unik ini.
Sebagai pengingat Taman Nasional Komodo seluas 2.200 hektar ini sengaja dibuat untuk melindungi keberadaan komodo, agar hewan purba ini dapat bertahan hidup dan berkembang biak di habitat alaminya.
Keprihatinan ini sangat beralasan karena menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN) komodo sudah dikategorikan sebagai satwa yang terancam punah.
Oleh sebab itu keberadaan Taman Nasional Komodo ini sangat vital tidak saja untuk melestarikan komodo namun juga satwa liar unik lainnya yang ada di sana.
Taman Nasional ini juga kaya akan satwa liar lainnya yang sangat unik seperti ikan duyung, penyu, paus dan ribuan jenis ikan tropis lainnya.
Oleh sebab itu, tidak heran jika di tahun 1991 taman nasional Komodo yang sangat indah dan kaya akan keanekaragaam hayati ini dijadikan Situs Warisan Dunia.
Deklarasi Taman Komodo sebagai situs warisan dunia tidak dapat dipungkiri telah mengangkat gengsi Taman Nasional Komodo ini di mata dunia, sehingga tidak heran setiap tahunnya ratusan ribu wisatawan manca negara mengunjungi taman ini untuk menikmati keindahan dan keaslian alam.
Perlu diingat bahwa ketertarikan wisatawan manca negara pada Taman Nasional Komodo ini adalah keaslian alam dan keberadaan satwa di habitat aslinya bukan pada hotel mewah dan fasilitas pariwisata lainnya.
Wisata alam sangat berbeda dengan wisata lainnya, karena wisata alam menyuguhkan keaslian alam. Jika terjadi kerusakan alam akibat pembanguan infrastruktur modern dan fasilitas lainnya dan juga dampak meningkatnya jumlah wisatawan secara drastis maka keunikan wisatawan ini akan sirna.
Konsep pemerintah tentang era baru pariwisata di Indonesia yang berbasis alam dan budaya dengan fokus pada pariwitata yang berkelanjutan memang dapat difahami, namun khusus untuk Komodo pemerintah harus hati hati karena menyangkut satwa yang dan alam yang dilindungi.
Oleh sebab itu, kapitalilisasi komodo dan Taman Nasional ini dapat saja menjadi bumerang karena dampat berdampak pada kerusakan habitat alami Komodo.
Sebagai contoh pengembangan pariwisata bernilai jutaan dolar di Pulau Rinca, di mana lebih dari sepertiga komodo diperkirakan hidup di daerah ini sangat bertolak belakang dengan konsep pelestarian Komodo dan habitat alaminya.
Perlu diingat juga bahwa selama ini para konservasionis telah berusaha menjaga keaslian alam dan oleh karena keaslian alamnya inilah banyak pelaku wisata, pemilik perahu dan penjual souvenir dapat menggantungkan hidupnya.
Kerusakan habitat asli komodo dan satwa liar lainnya penghuni Taman Nasional Komodo baik yang ada di darat maupun di perairan akan menjadi titik awal keruntuhan pariwitasa.
Oleh sebab itu untuk kepentingan jangka panjang pengembangan wisata Komodo harus berbasis pada pelestarian bukan berbasis pada dampak eknomi sesaat
Rencana pembangunan di Taman Nasional Komodo juga menimbulkan keprihatinan UNESCO sebagai badan dunia yang menetapkan taman ini sebagai Situs Warisan Dunia.
Jika nantinya berdasarkan analisis dampak lingkungan rencana pengembangan witasa komodo ini berdampak buruk pada keseimbangan alam, maka tentunya Taman Nasional Komodo akan menjadi bahan bahasan Situs Wisata Dunia yang biasanya dilakukan 2 tahun sekali yaitu di tahun 2022 ini.
Jika pembangunan dan pengembangan ini tidak terkendali bukan tidak mungkin UNESCO akan mencabut status Tanaman Nasional Komodo sebagai situs warisan dunia. Jika hal ini terjadi maka tamatlah sudah wisata Komodo ini karena akan berdampak pada pengurangan wisatawan asing sedara drastis.
Rencana pemerintah untuk meningkatkan jumlah wisatawan menjadi 500.000 per tahun tentunya akan berdampak drastis pada keseimbangan lingkungan di Taman Nasional Komodo yang sangat rapuh.
Menurut pakar biologi dari University of Queensland, berdasarkan kasus yang terjadi di berbagai negara termasuk di Taman Nasional Komodo, pariwitasa berdampak besar pada satwa liar karena tidak saja akan mengganggu dan merubah prilaku Komodo dan juga mangsanya namun juga mengganggu ketersediaan air tawar.
Jika hal ini terjadi maka witasa alam Komodo akan berdampak drastis pada keseimbangan alam di pulau pulau tempat hunian Komodo ini.
Oleh sebab itu, tidak ada pilihan bagi pemerintah bahwa konsep pengembangan wisata Komodo harus berbasis pelestarian komodo di habiat aslinya bukan atas dasar pertimbangan ekonomi dan pendapatan semata.
Rujukan: Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima, Enam, Tujuh
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI