Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Inflasi Pangan Dunia Makin Menggila, Indonesia Perlu Siaga

2 Agustus 2022   10:14 Diperbarui: 3 Agustus 2022   07:09 720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peta food inflation| Sumber: International Monetary Fund, Haver Analytics, and Trading Economics

Perang Rusia dan Ukraina serta sanksi serampangan yang diterapkan oleh Amerika dan sekutunya terhadap Rusia kini mulai menunjukkan dampak yang menakutkan.

Efek domino ini merembet dengan pasti tidak saja ke negara maju namun juga menghantam negara miskin dan negara sedang berkembang utamanya akibat kenaikan harga bahan bakar dan bahan pangan yang tidak terkendali.

Data terbaru yang dikeluarkan oleh World Bank minggu ini menunjukkan bahwa krisis pangan global akan menjadi permasalahan yang sangat serius.

Bagi sebagian negara kenaikan harga pangan ini sudah mencapai 1% dari pendapatan nasional tahunan, dan bagi negara lainnya kenaikan harga pangan ini sudah menyebabkan kegagalan sekaligus memicu krisis utang yang membuat perekonomian negara tersebut semakin memburuk.

Inflasi Pangan

Sebelum terjadi perang Rusia dan Ukraina dan penerapan sanksi yang sangat masif dan tidak masuk akal terhadap Rusia oleh Amerika dan sekutunya, sebagai besar negara pemberi sanksi tidak pernah berpikir bahwa apa yang dilakukan mereka akan menimbulkan krisis global.

Keamanan pangan dunia semakin tidak menentu. Photo: Ray Witlin/World Bank
Keamanan pangan dunia semakin tidak menentu. Photo: Ray Witlin/World Bank

Bank Dunia menyoroti inflasi pangan yang tidak terkendali kini terjadi pada negeri-negara yang diambang kebangkrutan akibat kriris pangan.

Sebagai contoh Bank Dunia menyebutkan Lebanon yang merupakan negara yang paling parah terdampak dari kenaikan inflasi pangan ini.

Dengan jumlah penduduk 6.8 juta Lebanon mengalami kenaikan inflasi pangan mencapai 332% jika dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu.

Tingkat inflasi umum di Lebanon yang saat ini sudah mencapai 150% tentunya menambah buruk situasi perekonomian negara ini.

Artinya kini Lebanon sudah dalam tahap krtisis menuju fase ketidakmampuan memberi makan penduduknya karena lonjakan harga pangan yang luar biasa.

Tiga negara lain yang angka kenaikan inflasi pangannya tertinggi di dunia adalah Zimbabwe 255%, Venezuela 155%, dan Turki 94%.

Di bawah Turki, Bank Dunia menempatkan 6 negara yang kenaikan inflasi pangannya paling parah di dunia yaitu Iran 86%, Sri Langka 80%. Argentina 66%, Suriname 55%, Ethiopia 38%, dan Maldova 34%.

Peta food inflation| Sumber: International Monetary Fund, Haver Analytics, and Trading Economics
Peta food inflation| Sumber: International Monetary Fund, Haver Analytics, and Trading Economics

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh World Bank, angka kenaikan inflasi pangan di Indonesia juga juga memasuki zona merah yaitu sudah mencapai 9,1%

Angin segar memang sedikit berembus ketika terjadi kesepakatan antara Rusia dan Ukraina yang ditengahi oleh PBB dan Turki untuk mulai membuka kran ekspor gandum dan biji-bijian lainnya, namun tampaknya belum akan berdampak nyata karena krisis pangan ini sudah mengglobal.

Harga beras yang merupakan kebutuhan pangan pokok penduduk Asia termasuk Indonesia juga tidak luput dari dampak kenaikan inflasi pangan ini dengen menunjukkan peningkatan harga yang siknifikan yang mulai mengimbangi kenaikan harga gandum, barley dan jagung.

Efek domino

Jika data yang dikeluarkan oleh Bank Dunia ini digabung dengan data yang dikeluarkan oleh Dana Moneter Internasional (IMF) maka akan tampak tergambar dengan jelas dampak dari inflasi pangan ini.

Sebagai contoh kenaikan harga bahan bakar dan pangan telah merusak tananan keuangan Bangladesh dan memaksa negara ini meminta bantuan ke IMF.

Berdasarkan situasi yang saat ini berlangsung, untuk bertahan Bangladesh memerlukan suntikan dana dari IMF sebesar US4,5 milyar, namun IMF hanya menyetujui suntikan dana sebesar US$1,5 milyar saja.

Hal yang hampir sama dialami oleh Sri Langka yang kini sudah kehabisan dana tunai untk membeli BBM dan bahan pangan.

Pakistan kini juga sedang melakukan negosiasi dengan IMF untuk mendapatkan suntikan dana sebesar US$6 milyar untuk mengatasi kris pangan dan bahan bakar.

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Bank Dunia, kenaikan harga pangan yang melanda dunia saat ini tidak saja berpengaruh pada negara-negara berpenghasilan rendah namun juga berpengaruh pada negara yang berpenghasilan relatif tinggi.

Bank Dunia menyatakan bahwa kenaikan harga pangan yang mengejutkan selama beberapa bulan terakhir telah memengaruhi sebagian besar negara di dunia, termasuk mereka yang berpenghasilan relatif tinggi.

Negara yang paling terdampak dari inflasi pangan ini adalah negara di Afrika, Amerika Utara, Amerika Latin, Asia Selatan, Eropa, dan Asia Tengah.

Dari segi teknis negara produsen biji bijian dunia seperti Prancis, Spanyol, dan Italia kini sedang dihadapkan oleh perubahan iklim global yang semakin tidak menentu yang menyebabkan negara negara ini kesulitan untuk mempertahankan tingkat produksinya.

Bagaimana dengan Indonesia?

Jika diamati lebih dalam lagi data yang dikeluarkan oleh Bank Dunia bulan April 2022 lalu yang dipublikasikan dalam bentuk Commodity Markets Outlook, maka akan terlihat bahwa perang Rusia dan Ukraina telah merubah tatanan pola perdagangan dunia, produksi, konsumsi dunia yang memicu kenaikan harga pangan global.

Dampak perang Rusia dan Ukraina ini diperkirakan oleh Bank Dunia paling tidak akan berlangsung sampai dengan tahun 2024 yang akan memicu inflasi dan ketidakamanan pangan dunia.

Rekor kenaikan harga pangan tidak dapat dipungkiri telah memicu krisis global yang mendorong jutaan orang lagi masuk ke jurang kemiskinan ekstrem, memperbesar angka kelaparan dan kekurangan gizi.

Kenaikan harga pangan dan bahan bakar ini tentunya telah menggerus cadangan uang negara di dunia yang akan berdampak pada keterpurukan perkonomiannya.

Ibarat jatuh tertimpa tangga, dampak buruk dari pandemi Covid-19 yang telah membuat sebagian besar perekonomian negara di dunia terpuruk, kini ditambah lagi dengan dampak perang Rusia dan Ukraina yang membuat banyak negara di dunia kini kesulitan untuk bertahan akibat kenaikan harga pangan yang semakin tidak terkendali.

Dunia kini memang berada pada situasi yang tidak menentu. Data yang dikeluarkan oleh State of Food Insecurity in the World (SOFI) 2022 menunjukkan bahwa, jumlah orang yang terkena dampak kelaparan di dunia meningkat pada 2021 menjadi 828 juta, meningkat sebanyak 46 juta jika dibandingkan pada tahun 2020 dan meningkat 150 juta jika dibandingkan pada tahun 2019, sebelum merebaknya pandemi Covid -19.

FAO memperingatkan bahwa kerawanan pangan akut dapat memburuk di 20 negara atau wilayah pada periode Juni hingga September 2022 mendatang.

Berdasarkan survei terbaru yang dilakukan oleh Bank Dunia, terdapat 83 negara yang kini penduduknya sudah kehabisan makanan atau mengurangi konsumsinya dalam dua tahun pertama pandemi Covid-19.

Indonesia yang kini sudah dimasukkan oleh Bank Dunia sebagai salah satu negara yang kenaikkan tingkat inflasi pangannya berada pada zona merah yaitu mencapai 9,1% tentunya harus merapatkan barisan dan menyusun strategi dan menelurkan berbagai kebijakan yang tepat agar laju inflasi pangan ini dapat dikendalikan.

Kenaikan harga pangan global yang memicu inflasi pangan ini tidak dapat dianggap enteng karena pengurangan asupan kalori dan gangguan nutrisi tentunya akan mengancam program pengentasan kemiskinan dan perbaikan kesehatan.

Salah satu dampak krisis pangan ini adalah dampak jangka panjang yang akan memengaruhi perkembangan kognitif anak-anak yang sudah dapat dipastikan akan memperburuk kualitas sumber daya manusia di masa mendatang.

Rujukan: Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima, Enam, Tujuh

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun