Krisis ekonomi yang dialami Sri Langka ini diperparah dengan meroketnya harga bahan bakar dan bahan makanan dunia  sebagai dampak dari perang Rusia dan Ukraina.
Dalam situasi seperti ini  antrian panjang masyarakat  Sri Langka untuk membeli BBM dan gas semakin memanjang dan sudah menjadi bagian dari kehidupan keseharian masyarakat.
Kalaupun Sri Langka masih dapat bertahan ini hanya karena negara ini masih mendapat utangan dari India berupa bahan bakar.
Krisis ekonomi ini berdampak sistemik yang menyebabkan inflasi di negara ini meroket dan berdampak langsung  pada kehidupan kelompok  masyakarat miskin dan kelompok rentan lainnya.
Dampak lain yang ditimbulkan oleh krisis ekonomi yang semakin dalam ini adalah pengurangan jam sekolah dan juga jam kerja. Pemerintah menghimbau kepada masyarakat Sri Langka untuk sedapat mungkin berada di rumah saja untuk menghemat penggunaan bahan bakar.
Setiap harinya sudah dilakukan pemadaman listrik minimal selama 3 jam untuk menghemat energi.
Menurut laporan yang dikeluarkan oleh The United Nations World Food Program 9 dari 10 keluarga di Sri Langka ini mengurangi pengeluarannya dengan cara mengurangi makan.
Sebagaimana yang telah dibahas  sebelumnya krisis ekonomi ini berdampak besar pada kelompok masyarakat miskin, sehingga saat ini sudah ada 3 juta orang yang memerlukan bantuan kemanusiaan agar mereka dapat makan dan bertahan hidup.
Di sektor kesehatan para petugas medis bahkan sudah menggunakan media sosial untuk meminta bantuan obat obatan dan peralatan kesehatan secara terbuka karena pesediaannya  sudah sangat menipis.