Perang Rusia dan Ukraina ternyata bukan hanya sekedar perang  antara dua negara saja namun telah berkembang menjadi perang ekonomi antara Amerika dan sekutunya melawan Rusia.
Perkembangan yang sangat menkhawatirnya ini memang sebelumnya tidak pernah diprediksi sebelumnya oleh negara manapun.
Sederetan sanksi ekonomi yang diterapkan oleh Amerika maupun Uni Eropa untuk "menghukum" Rusia ternyata memiliki efek domino yaitu memicu kenaikan harga di semua negara dan memicu inflasi.
Sampai saat ini ketersediaan bahan pangan memang masih memadai namun kenaikan harganya diperkirakan justru akan menjadi pemicu krisis pangan global.
PBB sudah memberi peringatan bahwa jika tanda tanda dan pemicu kenaikan harga pangan dan terganggunya suplai pengan dunia maka dalam waktu dekat dunia akan mengalami krisis pangan global.
Tanda tanda akan terjadinya krisis pangan global ini memang sudah ada dan nyata.
Data Food Price Index yang baru saja dikeluarkan oleh Food and Agriculture Organization (FAO) menunjukkan bahwa pada bulan Mei 2022 harga pangan dunia utamnya bahan pangan pokok seperti daging, susu, minyak goreng, gula dan seral terus meroket sejak bulan Maret 2002 lalu.
Jika dibandingkan pada periode yang sama pada tahun lalu maka secara umum harga pangan dunia telah mengalami peningkatan sebesar 22.8%.
Salah satu faktor pemicu peningkatan harga pangan dunia adalah perang Rusia dan Ukraina karena kedua negeri ini merupakan penghasil utama bahan pangan dunia dan juga minyak serta gas.
Perang Rusia dan Ukraina tidak saja mengganggu suplai bahan pangan dunia namun juga meningkatkan biaya pengangkutan dan pengiriman bahan pangan.
Kombinasi kenaikkan biaya pengiriman dan kenaikan harga minyak dan gas inilah yang saat ini menjadi pemicu meroketnya harga pangan global.
Apa yang terjadi saat ini memang sangat ironis, karena FAO menyampaikan bahwa stok pangan dunia saat ini sedang dalam keadaan surplus, namun di lain pihak jutaan orang terancam kelaparan.
Tantangan terberat yang akan dihadapi dunia diperkirakan akan terjadi pada tahun 2023 mendatang karena jika tidak dicarikan solusinya maka krisis pangan global akan terjadi lebih hebat lagi dan akan memakan korban lebih banyak lagi.
Jika diamati data yang dikeluarkan oleh FAO tersebut maka kita akan dapat melihat bahwa dalam kurun waktu 6 tahun terakhir ini jumlah penduduk dunia yang mengalami kekurangan pangan meningkat secara drastis.
Situasi ini semakin memburuk ketika perah perang Rusia dan Ukraina yang menambah rumit penyediaan dan distribusi pangan global.
Jika ditelisik lebih dalam lagi maka meningkatnya resiko krisis pangan ini disebabkan oleh kombinasi sistem pangan yang rapuh, sistem pemerintahan yang buruk, konflik dan perang serta perubahan iklim global yang terjadi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir ini.
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh FAO jumlah penduduk dunia yang memerlukan bantuan mengatasi kekurangan pangan ini meningkat 200 % dalam kurun waktu 5 tahun terakhir ini.
Bahkan kini Ukraina yang dikenal sebagai penghasil pangan dunia ini memiliki resiko yang sangat tinggi untuk mengalami krisis pangan yang menyebabkan penduduknya kelaparan.
Kondisi seperti ini memang sangat t ironis karena krisis pangan yang sedang dihadapi oleh dunia saat ini bukan disebabkan oleh kekurangan pangan, namun lebih banyak karena meningkatnya harga pangan sehingga semakin banyak negara dan penduduknya tidak mampu membeli.
Sebagai gambaran FAO mengeluarkan data bahwa produksi gandum dunia mencapai 780 juta metrik ton dan kekurangan suplai tahun ini hanya 3 juta metrik ton saja.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa salah satu penyebab krisis pangan ini adalah meroketnya harga bahan pangan akibat dari meningkatnya harga energi (minyak dan gas) sebagai dampak dari perang Rusia dan Ukraina.
Dalam kondisi seperti ini banyak produsen bahan pangan dunia kini menghentikan ekspor bahan pangannya untuk menjaga keamanan pangan dalam nergerinya.
Sampai saat ini saja FAO memperkirakan bahwa paling sedikit ada 19 negara yang secara tradisional merupakan pengekspor bahan pangan kini menghentikan ekspornya.Â
Langkah yang diambil negeri negara ini untuk menghentikan ekspornya juga menjadi penyebab meningkatnya harga pangan dunia.
Dampak peningkatan harga pangan dunia ini memang fatal karena sebelum perang Rusia dan Ukriania FAO telah memasukkan beberpa negara yang sudah masuk dalam kategori resiko tinggi mengalami kelaparan.
Dengan adanya kenaikan harga pangan dunia ini Afganistan, Yaman, Sudan Selatan, Nigeria dan Somalia akan semakin terpuruk dan meningkatkan resiko kelaparan yang lebih besar lagi.
Di beberapa negara 80% penduduknya sangat tergantung hidupnya pada pertanian. Meningkatnya harga minyak, pupuk, dan input pertanian lainnya tentunya akan menyebabkan produksi pertaniannya akan terdampak hebat.
Jika dipetakan lebih lanjut maka negara negara di Amerika Utara dan Timur Tengah yang makanan pokoknya berupa jagung dan gandum akan terdampak hebat karena perang Rusia dan Ukraina ini.
Meroketnya harga pangan dan resiko krisis pangan global yang semakin nyata ini tentunya tidak dapat dipandang remeh oleh dunia termasuk Indonesia.
Harga bahan bakar dan energi serta bahan pangan dan produknya kini sudah mulai merangkat, bahkan beberapa bahan pangan dan kebutuhan pokok peningkatan harganya sudah mulai tidak terkendali.
Kalaupun banyak negara yang memiliki uang untuk membeli pangan, bukan berarti negara tersebut memiliki keamanan pangan yang tinggi, karena kini banyak menghasil bahan pangan tidak lagi mau menjual bahan pangannya.
Sebagai contoh kini Singapura mulai mengalami masalah besar dalam penyediaan bahan pangan dalam negerinya karena 90% dari bahan pangannya berasal dari impor dari berbagai negara.
Singapura kini sedang mengalami krisis suplai ayam potong karena Malaysia memutuskan untuk tidak mengkespor lagi ayam potongnya ke Singapura. (baca selengkapnya disini)
Terhentinya suplai ayam potong dari Malaysia ini memang berdampak besar karena setiap bulannya Malaysia memasok ayam potong sebanyak 3,6 juta ekor.
Terhentinya suplai ayam potong dari Malaysia ini menyebabkan peningkatan harga ayam maupun makanan yang menggunakan bahan utama ayam paling sedikit sebesar 20%
Para dalang perang ekonomi antara Rusia dan Barat ini tentunya harus menyadari bahwa akibat berbagai sangsi ekonomi yang diterapkannya kini telah memicu krisis pangan global yang menyebabkan banyak negara di dunia yang tidak telibat konflik kini terdampak utamanya negara miskin dan negara berkembang.
Perang Rusia dan Ukrainia kini bukan hanya sekedar konflik dua negara bertetangga namun kini telah berkembang menjadi perang ekonomi yang berdampak global yang semakin mengkhawatirkan.
Rujukan : satu, dua, tiga, empat, lima
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H