Negara Myanmar yang tidak memiliki arti strategis dan ekonomis  bagi banyak negara adi kuasa dan juga perpolitikan  dunia membuat situasi ini semakin parah dan tidak terkendali karena tidak ada satu solusipun yang ditawarkan oleh dunia yang secara serius untuk mengakhiri tragedi kemanusiaan yang terjadi di Myanmar.
Penyerangan dan membakaran perkampungan Rohingya  di tahun 2017 lalu memang sempat menguncang dunia, namun saat itu justru Aung San Suu Kyi justru  menjadi pesakitan ketika harus membela aksi yang dilakukan oleh pihak militer ini di ajang internasional.
Saat itu dunia tidak sadar bahwa Aung San Suu Kyi walaupun menjadi kepala pemerintahan, namun dirinya tidak memiliki kekuatan apapun untuk menolak perintah dan cengkeraman pihak militer Myanmar yang memerintahkan dan melakukan pembumihangusan pemukiman  Rohingya sehingga terjadi eksodus jutaan manusia sebagai bagian dari tindakan ethnic cleansing yang diakukan oleh pihak militer Myanmar terhadap kelompok  minoritas.
Kudeta yang dilakukan setahun yang lalu membuka mata dunia terkait apa yang sebenarnya terjadi di Myanmar dan bagaimana cengkeraman  militer yang sangat kuat untuk menguasai hampir seluruh sendi kehidupan  masyarakat.
Bahkan UNICEF sama sekali tidak berdaya ketika pihak militer melakukan serangan udara dan persenjataan militernya untuk menumpas rakyatnya  sendiri termasuk di dalamnya anak anak dan juga LSM yang bererja untuk kemanusiaan seperti Save the Children.
Dunia tetap Diam
Di tingkat dunia, kebrutalan pihak militer ini tidak serta merta membuat dunia sigap untuk mencari solusi permasalahan yang sedang melanda Myanmar ini.
Perbedaan pendapat dan perpecahan terjadi dengan kasap mata. Sebagai contoh Rusia dan Tiongkok yang memiliki hak veto hanya berdiam diri dan tampak enggan untuk bertindak menyelesaikan permasalahan ini.
Negara berpengaruh seperti AS, Inggris, Uni Eropa, dan Australia juga tidak pernah menunjukkan sikap resminya dalam menekan pihak militer Myanmar untuk mengakhiri konflik ini.
Memang ada beberapa tokoh individu dari negara negara  ini  yang sudah menyarankannya solusi, namun tampaknya tidak memiliki pengaruh yang siknifikan dalam menyelesaikan konflik ini.
Tampaknya negara  ini lebih banyak mempertimbangkan apa yang akan mereka dapatkan jika mereka menyelesaikan masalah ini,  dibanding dengan mengakhiri penindasan terhadap rakyat Myanmar.