Seperti yang sudah diprediksi sebelumnya, junta militer yang melakukan kudeta di Myanmar akan berbuat sesuai dengan aturan yang dibuatnya tanpa mengabaikan norma yang berlaku di dunia internasional.
ASEAN tempat dimana Myanmar berada tampaknya tidak memilki kekuatan apapun untuk membujuk dan memberikan tekanan agar Myanmar mengikuti aturan internasional.
Permintaan ASEAN lebih setahun lalu terkait  delegasi khusus pencari fakta ke Myanmar sama sekali tidak digubris oleh junta militer yang telah memporak porandakan demokrasi di  Myanmar.
Bahkan sikap ASEAN yang agak keras tidak mengundang Myanmar dalam pertemuan puncak ASEAN yang terakhir pun tampaknya tidak mempengaruhi sikap junta militer Myanmar.
Bukti ketidakmampuan tekanan internasional untuk menegakkan demokrasi di Myanmar adalah keputusan pengadilan yang tentunya dikontrol oleh Junta militer menjatuhi hukuman penjara pada Aung San Suu Kyi atas tuduhan yang sama sekali tidak masuk akal yaitu terkait hasutan yang dilakukannya dan juga pelanggaran protokol kesehatan Covid-19.
Penjatuhan hukuman penjara selama 4 tahun ini baru merupakan permulaan dari rangkaian tuduhan yang lebih berat lagi yang belum disidangkan yaitu korupsi, pelanggaran undang-undang rahasia negara, dan undang-undang telekomunikasi yang semuanya jika ditotal akan menghasilkan hukuman penjara bagi Aung San Suu Kyi selama 100 tahun.
Hal lain yang juga menarik adalah  mantan Presiden Win Myint juga dipenjara selama empat tahun dengan tuduhan yang sama.
Walaupun Aung San Suu Kyi menyangkal semua tuduhan namun tetap saja skenario pengadilan dikuasai oleh para jenderal yang berkuasa saat ini dan tetap ditahan.
Skenario yang kini dimainkan oleh para jenderal yang terlibat dalam kudeta memang untuk mengakhiri karir politik  Aung San Suu Kyi karena hanya dirinya saja yang dapat menggerakkan dan mendapat simpati dari masyarakat sekaligus menggoyahkan cengkeraman militer.
Dagelan pengadilan yang dipertontonkan oleh junta militer Myanmar yang berkuasa memang sangat mengganggu rasa keadilan dunia.
Namun tampaknya karena secara ekonomis, strategis dan politis Myanmar bukanlah negara penting bagi negara adi daya dan polisi dunia.  Oleh sebab itu tragedi  yang terjadi di Myanmar yang telah memakan korban jiwa sangat banyak tetap saja belum dapat menggugah sikap dunia untuk memberikan tekanan maksimal bagi junta militer untuk menyerahkan demokrasi kembali pada rakyat Myanmar.
Penjatuhan hukuman 4 tahun penjara bagi Aung San Suu Kyi dapat dipandang sebagai peringatan sekaligus sikap pimpinan militer yang sedang berkuasa pada ASEAN agar tidak ikut campur dalam urusan dalam negeri Myanmar.
Secara kultur memang dalam menjalankan politik internasionalnya sesama  anggota ASEAN enggan untuk mencampuri urusan dalam negeri anggotanya termasuk Myanmar.
Namun apa yang diperlihatkan junta militer ini menjadi ujian berat  bagi ASEAN apakah masih memegang sikap politik tradisionalnya ataukah akan mengambil langkah drastis dengan terus menekan Myanmar atau bahkan mengeluarkan Myanmar dari keanggotaan ASEAN.
Sikap dunia yang kurang memberikan tekanan politik bagi Myanmar ini memang menyulitkan posisi negara lain yang berada dalam ASEAN, karena secara politik tradisional tampaknya ASEAN tidak akan mengambil sikap yang lebih keras lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H