Praktek korupsi telah terjadi sudah lama sekali seperti misalnya yang tercatat di jaman romawi kuno dan kekaisaran Tiongkok kuno.
Sejarah juga mencatat bahwa budaya korupsi inilah mengakibatkan kekaisaran Romawi yang sempat berjaya menguasai dunia akhirnya runtuh tidak tersisa.
Demikian juga halnya yang terjadi di Tingkok. Â Kombinasi intrik kelompok dan korupsi membuat beberapa kekaisaran runtuh.
Tidakan korupsi tentu saja tidak terlepas dari sifat ketidakjujuran yang mendorong seseorang melakukan tindakan korupsi.
Korupsi biasanya akan  tumbuh dan berkembang dengan subur jika  lingkungan dimana individu yang melakukan korupsi tersebut berada  mendukung.
Apapun alasannya yang jelas tindakan korupsi sangat erat kaitannya dengan moralitas seseorang.
Berdasarkan hasil penelitian ternyata teori tradisional yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan seseorang melakukan korupsi adalah motivasi ternyata tidak sepenuhnya valid.
Ternyata disamping motivasi sebagai faktor pemicu ada faktor lain yang berkontribusi besar, yaitu pengaruh psikologis haus akan kekuasaan, kepentingan pribadi, pengendalian diri, rasionalisasi, dan emosi yang membuat seseorang memiliki kecenderungan untuk melakukan korupsi.
Teori korupsi yang ada menunjukkan bahwa seseorang yang memegang kekuasaan lebih cenderung untuk melakukan tindakan korupsi.
Menurut Dupuy  dan Neset dalam bukunya yang berjudul  The cognitive psychology of corruption yang diterbitkan tahun 2018,  biasanya seseorang melakukan tindakan korupsi ketika dirinya tidak dapat mengontrol dirinya akibat dipengaruhi oleh kepentingan pribadinya yang lebih  menonjol.
Dalam situasi seperti ini sangat memungkinkan seseorang yang melakukan tindakan korupsi berpendapat bahwa tindakan yang dilakukannya tidak akan menimbulkan kerugian yang besar.