Singapura memang berupakan salah satu negara yang menjadi gerbang masuknya berbagai varian baru Covid-19 yang mematikan.
Hal ini terjadi karena pekerja migran memang datang dari berbagai negara yang umumnya dari negara berkembang dan miskin.
Jadi ibarat sebuat mangkuk, Singapura menjadi wadah pertemuan berbagai sumber penularan yang ada di dunia.
Upaya untuk mengendalikan mengindentifikasi dan menanggulagi penularan di kalangan  pekerja migran ini memang sudah dilakukan, namun tampaknya tingkat kesulitannya sangat tinggi karena masih banyak yang tidak terdeteksi.
Hasilnya kelompok pekerja migran ini menjadi sumber penularan baru ke warga Singapura lainnya walaupun sudah divaksinasi.
Menghadapi situasi yang tidak  terkendali yang menyebabkan  fasilitas kesehatan Singapura mencapai titik hampir kolaps, pemerintah Singapura mengambil kebijakan baru.
Kebijakan baru ini dapat dipadang sangat ekstrim karena menyangkut kebijakan biaya penangan Covid-19 pengaturan berbaurnya warga.
Bagi pasien Covid-19 yang tercatat belum  di vaksinasi maka biayanya tidak lagi ditanggung pemerintah, namun harus ditanggung sendiri oleh pasien.
Jadi dapat dibayangkan  biaya perawatan yang sangat tinggi di Singapura ini jika harus ditanggung oleh pasien akan sangat memberatkan penderita.
Selanjutnya bagi orang yang  hanya divaksin satu kali jika terkena Covid-19 dan dirawat maka sebagian dari biaya perawatan harus ditanggung oleh pasien.
Kebijakan baru ini mencerminkan bagaimana frustrasinya pemerintah Singapura terkait masih adanya warganya dan juga pekerja migran yang enggan untuk divaksin.