Kita tentunya masih ingat ketika di final Euro 2020 lalu seorang pemain berkulit hitam dari Inggris gagal melakukan penalti dan menjadi target rasisme dengan sadisnya.
Ucapan dan umpatan yang berbau rasis membanjiri Instagram yang membuat sebagian dari kita mengelus dada dan berpikir sudah sedemikian kroniskah rasisme di bidang olahraga dan juga di bidang bidang lainnya yang erat dengan kehidupan sehari hari kita.
Membludaknya umpatan berbau rasis di Intagram ini memang sangat disayangkan oleh berbagai kalangan karena seharusnya Instagram dapat mencegah hal ini terjadi di platform nya.
Pihak Instagram memang mengakui bahwa saat itu sistem auto-detection technology nya gagal mengenali emoji orangutan yang dikirim oleh para penggemar sepak bola Inggris yang terkenal brutal ini.
Sudah sangat jelas baik umpatan maupun emoji orangutan merupakan ekspresi  rasisme yang dipertotonkan oleh sebagian orang yang sangat tidak pantas.
Jika kita berandai andai Inggris menjadi juara apakah pemain yang menjadi target tersebut akan dipuja? Atau sebaliknya dimarjinkan beritanya agar tidak muncul sebagai pahlawan hanya karena perbedaan warna kulitnya?
Apa yang menimpa pemain Inggris ini tentunya bukanlah satu satunya abuse berbau rasis dalam bidang olah raga.
Sebagai contoh salah seorang pemain top AFL Australia yang berdarah Aborigin dan juga sekaligus Australia of the year karena capaian prestasinya dalam bidang olah raga ini juga tidak luput dari derasnya serangan arus rasisme.
Ketika itu pemain  ini sedang beraksi dan salah satu penonton remaja putri yang baru berusia 13 tahun berteriak dengan lantang mengucapkankan kata "moyet" sambil mengacung ngacungkan pisang.