Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

The Standing Boy from Nagasaki, Potret Buram Tragedi Kemanusiaan

6 Agustus 2021   11:05 Diperbarui: 6 Agustus 2021   11:23 5516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak laki laki itu dengan tegar menggendong adiknya yang telah meninggal dan menunggu giliran menyerahkan adiknya pada petugas kremasi. Photo : Rare Historical 

Perang selalu menjadi tragedi  baik yang bagi menang maupun yang  kalah. Banyak sekali cerita yang tercecer ketika kita memasuki bulan Agustus.

Perang Dunia II memang banyak meninggalkan tragedi kemanusiaan.  Terlepas dari kekejaman Jepang di era Perang Dunia II, penggunaan bom atom oleh pihak sekutu  menimbulkan sepenggal kisah pilu bagi penduduk Jepang.

Salah satu tragedi  pilu itu terekam dengan baik dalam sebuah potret hitam putih.  Potret ini memang tampak sederhana namun figur seorang bocah  laki laki berusia 10 tahun yang sampai sekarang belum diketahui siapa anak laki laki tersebut betul betul menyentuh perasaan siapa saja yang melihatnya.

Bagaimana tidak,  bocah laki laki yang kemudian dikenal sebagai Standing Boy form Nagasaki ini tanpa alas kali dengan kaki terluka dengan tegar menggendong adik laki lakinya yang sudah tidak bernyawa untuk menunggu giliran  dikremasikan.

Anak laki laki ini memang sudah tidak memiliki siapa siapa  lagi selepas bom dijatuhkan di Nagasaki yang memakan jumlah korban jiwa penduduk sipil yang sangat besar, namun dengan tegar anak laki laki ini mengambil alih tugas kepala keluarga untuk menghantarkan adik nya menuju tempat peristirahatan yang terakhir.

Momen ketika anak laki laki ini sedang berdiri tegar dan menunggu di dekat lubang kremasi ini berhasil diabadikan oleh fotografer militer Amerika, Joe O'Donnell.

Tidak ada yang tahu nama bocah laki  itu, namun foto dirinya yang menggendong adik nya yang sudah tidak bernyawa ini menjadi ikon tragedi kemanusiana bom atom Hiroshima dan Nagasaki.

Hasil investigasi tim Jepang hanya dapat mengindentifikasi siapa yang memfoto anak laki laki tersebut namun sampai saat ini siapa sebenarnya anak laki laki ini belum diketahui.

Ketegaran  anak lagi laki yang baru saja menerima musibah yang sangat luar biasa bagi anak seusia dirinya memang sangat luar biasa.

Dalam kepedihan dirinya masih dapat berdiri tegar dan mengambil tanggung jawab sebagai kepala keluarga untuk menghantarkan adik laki lakinya ke tempat peristirahatan yang terakhirnya.

Hasil investigas juga menunjukkan sebenarnya anak laki laki ini juga sedang menderita dampak  akibat radiasi bom atom yang ditandai dengan sumpalan lendir di hidungnya yang menurut pakar kesehatan hal itu disebabkan  oleh pengaruh radiasi.

Dengan kondidi kaki yang teluka dan tanpa alas kaki dirinya menguatkan diri berjalan kali menuju tempat krematorium

Upaya Pencarian

Salah satu penyintas bom atom yang pada saat kejadian diperkirakan seusia dengan anak laki laki tersebut yaitu Yoshitoshi Fukahori kini berusia  88 tahun telah berupaya kuat menguak misteri foto ini.

Fukahori memang sangat tertarik dengan foto anak laki laki ini karena membangkitkan memorinya bagaimana dirinya mengalami tragedi yang sama dan berhasil selamat.

Dirinya juga mengalami masa masa sulit kehilangan anggota keluarganya dan juga sempat mengalami masa kelaparan pasca kejadian tersebut di usianya yang belia.

Dia masing ingat ketika seorang ibu menawarkan nasi kepal pada dirinya setelah berhari hari dirinya tidak makan.

Selama bertahun  tahun dia berusaha mencari tau siapa anak laki laki tersebut namun tidak mengalami kemajuan.

Hal yang dapat dia pastikan bahwa foto tersebut tidak diambil di wilayah hiposenter bom karena pepohonan di latar belakang foto tersebut masih  rimbun yang situasinya sangat jauh berbeda dari pemandangan di Nagasaki sesaat  setelah pengeboman, di mana area tersebut menurutnya  terbakar hitam karena panas dan ledakan.

O'Donnell fotografer perang Amerika mendarat di kota Sasebo di Prefektur Nagasaki pada bulan September 1945  dan ditugaskan mengambil foto di berbagai area, termasuk kota Nagasaki dan Hiroshima yang dibom dengan bom atom.

Setelah menyelesaikan tugasnya, dia menyimpan sekitar 300 foto negatif foto yang diambilnya di bagasi seolah-olah untuk melupakan adegan mengerikan itu.

O'Donnell memang mengalami guncangan jiwa ketika menyaksikan secara langsung tragedi kemanusiaan yang diakibatkan oleh kedasyatan bom atom yang membuat dirinya mengalami depresi beberapa waktu.

Namun pada tahun 1989, setelah melihat patung anti-nuklir dia memutuskan untuk menceritakan  tentang pengalamannya dan memajang foto-foto hasil karyanya. Salah satu karyanya  adalah fota anak laki laki yang dikenal dunia sebagai "The Standing Boy from Nagasaki".

Salah satu alasan mengapa O'Donnell memutuskan untuk membuka kembali arsip foto nya dan menunjukkan kepada dunia setelah sekian lama bungkam  adalah karena dirinya  sendiri menderita penyakit radiasi setelah melakukan tugasnya di  Hiroshima dan Nagasaki segera setelah pengeboman.

O'Donnell ingin menceritakan kepada dunia bagaimana kehidupan yang tersisa di bawah awan jamur bom atom yang sangat mengerikan.

Diperkirakan bom nuklir yang dijatuhkan  di Hiroshima menewaskan sekitar 160.000 orang, sedangkan  dan di Nagasaki memakan korban sekitar 80.000 orang.

Hanya sekitar 50% dari korban tersebut yang meninggal langsung akibat dampak bom, namun sisanya mati secara perlahan lahan dan dalam kondisi yang sangat menyakitkan dalam hitungan hari atau berbulan bulan setelah kejadian.

Joe menceritakan  bahwa selama tujuh bulan itu, dia hanya melihat kematian, rasa sakit, dan penderitaan yang tidak boleh disaksikan  dialami oleh manusia.

Kenangan yang selaku melekat dalam diri Joe O'Donnel terkait foto anak laki laki tersebut adalah ketenangannya yang sangat luar biasa.

Anak laki-laki itu dengan sabar menunggu tanpa menangis atau membuat gerakan lain sampai gilirannya tiba untuk memberikan adik laki-lakinya kepada staf krematorium.

Saat melihat mayat adiknya terbakar, dia menggigit bibir bawahnya begitu keras hingga dia mulai berdarah sambil berdiri dengan sikap layaknya seorang prajurit. Begitu mayat adik laki-laki ini berubah menjadi abu, dia berbalik dan pergi.

Anak laki laki terbut  telah kehilangan segalanya, termasuk rumahnya serta semua anggota keluarganya.  Diusianya yang sangat belia dia tidak tau kemana harus mengadu dan kemana harus pergi.

Kekuatan emosional yang ditunjukkan oleh anak laki laki ini seolah dirinya ingin menunjukkan pada dunia bahwa ditengah tragedi yang sangat mengerikan paling tidak dirinya masih dapat bertahan tanpa menangis menunaikan tanggung jawabnya mengantarkan adiknya untuk dikremasi.

Entah kemana anak laki laki ini pergi selepas menunaikan tugasnya.

Dirinya tidak perlu menceritakan siapa dirinya,  namun foto Standing Boy from Nagasaki telah menceritakan segalanya.

Perang membawa tragedi bagi manusia telah mengoyak ngoyak nilai kemanusiaan.

Rujukan: satu, dua, tiga, empat, lima

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun