Siapa yang tidak kenal K-Pop budaya baru yang telah mendunia dan popular  termasuk di Indonesia.  Lihat saja gaya berpakaian, musik dan juga potongan rambut yang banyak digandrungi di seluruh dunia.
Tidak ada yang dapat menyangkal bahwa dalam 10 tahun terakhir ini Korea Selatan  muncul di percaturan dunia internasional tidak saja melalui kemajuan teknologinya yang telah melibas jepang dalam hal teknologi murahnya namun  juga kekuatan soft diplomacy nya.
Pengaruh budaya baru ini memang sudah tidak terbendung karena sudah merambah ke industri makeup, K-Pop dan juga K-drama yang  mengobati dahaga fans nya di seluruh dunia.
Bagi negara komunis yang dikenadalikan oleh diktator seperti Korea Utara, kekuasaan dan perintah negara mutlak harus dituruti oleh warganya tanpa kecuali.
Sebagai contoh, ketika saya sedang menjalankan program post doctoral di Martin Luther University di Jerman ada 4 orang mahasiswa pasca sarjana  dari Korea Utara yang sedang tugas belajar di sana dan tentunya sepenuhnya dibiayai oleh pemerintah Korea Utara dan Jerman.
Hal yang paling menakjubkan adalah setiap pagi dan sore mereka wajib melakukan upacara penghormatan dan sumpah setia pada negara dan pimpinan negara walaupun belum tentu ada orang pemerintahnya melihat apa yang dikerjakannya.
Dari segi politik pemerintah Korea Utara memang dapat memilih  milih atau bahkan mengisolasi dirinya dari pengaruh politik dari negara lain termasuk negara terdekatnya Korea Selatan.
Namun kondisi perekonomian  Korea Utara yang semakin memburuk di tengah pandemi  ini membuat pemerintah Korea Utara tidak  lagi seketat sebelumnya dalam mengawasi warganya terutama yang terkait dengan budaya asing.
Korea Utara memang dalam beberapa tahun terakhir ini tidak lagi membuka dialog dengan Korea Selatan akibat perbedaan haluan politiknya. Namun sebenarnya rembesan budaya diantara kedua negara ini ternyata cukup besar.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya Korea Utara memang secara tegas mengatur bagaimana rakyatnya berucap dan berbuat termasuk sampai cara berpakaian.
Bahkan sampai kata kata yang diucapkan dalam komunikasi sehari hari  pun juga diatur.  Sebagai contoh kata "oppa" sebutan romantis bagi pasangan yang sangat umum digunakan di Korea Utara ternyata dilarang digunakan di Korea Utara.
Pimpinan Korea Utara Kom Jong Un bahkan menyebutkan bahwa perjuangan ideologi dan budaya merupakan perang tanpa senjata yang harus diperjuangkan oleh rakyat Korea Utara.
Jadi dapat dimengerti jika gaya berpakaian, potongan rambut, bahasa, lagu dan tarian rakyat Korea Utara harus diatur dan tidak boleh terpengaruh oleh budaya negara lain khususnya Korea Selatan.
Gejolak Politik
Sampai saat ini Korea Utara dan Korea Utara sebenarnya masih dalam status  perang walaupun di tahun 1953 mereka menghentikan perang saudaranya.
Meredanya perang saudara ini membuat kedua negara menempuh haluan politik yang berbeda dan juga cara membangun negaranya.
Korea utara  yang sebelum perang saudara merupakan salah satu negara dengan perekonomian terkuat di Asia ternyata mengalami penurunan perekonomian yang sangat  drastis setelah  memilih  untuk  mengisolasi diri dari dunia lain.
Bahkan pasca keruntuhan Uni Soviet di era tahun 1990 an perkonomiannya mengalami titik nadir dan negara ini sangat tergantung pada bantuan negara lain dan hanya Tiongkok saja yang merupakan partner dagang terbesar Korea Utara.
Sementara itu Korea Selatan terus berkembang dan tumbuh perekonomiannya menjadikan negara ini sebagai negara peringkat keempat yang terkuat perekonomiannya di Asia.
D itengah tengah pertumbuhan perenonomian inilah Korea Selatan mencanangkan soft diplomacy barunya melalui musik, makanan dan produk kecantikan yang secara perlahan namun pasti mendapatkan popularitas nya di tingkat internasional.
Disinilah letak perbedaan keberhasilan soft diplomacy kedua negara yang bersaudara ini.
Bahaya Laten
Bagi Korea Utara membiarkan warganya terpengaruh budaya baru Korea Utara merupakan kekalahan perang ideologi dan budaya.
Membiarkan rakyatnya terkespos informasi dan budaya luar tentunya akan melemahkan cengkeraman dan pengawasan negara pada rakyatnya untuk mempertahankan ideologinya.
Jadi dapat dibayangkan jika generasi muda Korea Utara menonton drama Korea Selatan yang dipenuhi oleh kebebasan dan memperlihatkan perekonomian yang sangat berbeda akan memberikan kesan betapa kontrasnya kehidupan mereka dengan rakyat Korea Setalan.
Generasi muda Korea Utara inilah yang menjadi target pemerintah agar tidak terkontaminasi oleh pengaruh budaya baru Korea Selatan.
Sebenarnya di era tahun 2011 an Korea Utara sudah berubah menjadi sedikit lebih liberal dengan memperbolehkan musik barat dan juga band Wanita.
Era perubahan ini ternyata tidak berjalan lama karena pemimpin Korea Utara selanjutnya mulai mengunci negaranya kembali  dari mengaruh luar melalui pengetatan teknologi informasi.
Hubungan kedua negara ini memang selaku diwarnai turun naiknya suhu politik. Pengetatan masuknya informasi luar ini diiringi dengan serangkaian peluncuran peluru kendali di tahun 2016 dan 2017 yang membuat hubungan kedua negara ini kembali menjadi tegang.
Namun seiring dengan pergantian pimpinan di Korea Selatan ketegangan politik ini mulai mereda bahkan kedua negara ini sepakat untuk  melakukan denuklirisasi di semenanjung korea.
Bahkan presiden Korea Selatan beserta istrinya menghadiri konser musik Korea Selatan di ibukota Korea Utara Pyongyang.
Dalam kondisi politik yang cukup harmonis ini bahkan produk dan budaya Korea Utara sempat menjadi trendy di Korea Selatan.
Namun keharmonisan ini tidak berlangsung lama karena kegagalan kesepakan dalam pertemuan antara pimpinan korea Utara dan Presiden  Trump di tahun 2019 membuat Korea Utara menutup dirinya kembali dari dunia luar termasuk Lorea Selatan.
Di tengah tengah keruntuhan perekonomiannya pimpinan Korea Utara memang masih dapat mempertahankan negaranya dari pengaruh politik dari negara lain, namun dalam hal  budaya tentunya lebih sulit dilakukan.
Langkah pimpinan Korea Utara untuk membendung pengaruh budaya dari negara lain terutama dari musuh bebuyutannya Korea Selatan dengan membuat undang undang perlindungan negara yang telah disyahkan oleh parlemen merupakan salah satu contoh nyatanya.
Bahkan selepas undang undang ini disahkan, Kim Jong Un menyatakan bahwa K-pop merupakan "eploitasi dan perbudakan".Â
Oleh sebab itu di seluruh sendi kehidupan masyarakat Korea Utara  pengaruh K-pop dan k-drama ini mulai dieradikasi dan dilarang peredarannya karena dikhawatirkan akan menggerogoti ideologi negara dan mempengaruhi pola pikir rakyatnya.
Seni dan budaya merupakan bahasa universal yang tidak dapat dibendung dan dilarang, cepat atau lambat K-pop dan k-drama walaupun dilarang akan tetap merembes di hari rakyat Korea Utara yang sedang dihimpit oleh beban perekonomian yang sangat berat.
Bagi generasi muda Korea Utara menikmati K-Pop dan K-drama memang tidak akan mengurangi beban himpitan perekonomian yang mereka alami namun paling tidak dapat menghibur dan mengurangi beban pikiran  mereka yang sedang gundah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI