Pada bulan Januari 2021 lalu WhatsApp mengalami eksodus penggunanya akibat salah intepretasi pesan yang dikeluarkan oleh Facebook terkait perubahan syarat dan ketentuannya.
Isu hangat yang berkembang saat itu adalah pengguna yang tidak setuju dengan perubahan syarat dan ketentuan ini akan kehilangan fungsionalitasnya mengakses WhatsApp.
Hal lain yang memperburuk situasi terkait dengan privasi pesan pribadi dan juga rahasia dana pengguna yang dikhawatirkan akan dapat diakses oleh pihak kedua dan digunakan secara untuk tujuan tertentu.
Simpang siur terkait apa  yang sebenarnya terjadi pada WhatsApp inilah akhirnya membuat ribuan orang meninggalkan WhatsApp dan beralih ke penyedia layanan saingannya seperti Signal dan Telegram.
Apa yang terjadi sebenarnya  terkait dengan memungkinkannya  perusahaan menerima pembayaran melalui WhatsApp.
Bos WhatsApp Will Cathcart menyatakan bahwa kesimpangsiuran intrepretasi pengumuman yang menghebohkan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab WhatsApp.
Jadi sebenarnya tidak ada yang berubah sama sekali terkait kebijakan kerahasiaan percakapan pribadi pengguna dalam pembaruan syarat dan ketentuan yang diterapkan oleh WhatsApp.
Salah satu yang mendasari perubahan syarat dan ketentuan yang harus disetujui pengguna adalah menyebarnya konten illegal di kalangan pengguna.
Oleh sebab itu WhatsApp telah mengembangkan perangkat lain yang berfungsi memblokir materi ilegal dan misinformasi yang dibagikan secara luas oleh pengguna.
Jadi sebenarnya dengan syarat dan ketentuan yang baru ini WhatsApp tetap tidak dapat melihat isi pesan pengguna.
Beredarnya materi illegal, provokatif dan misinformasi di kalangan pengguna WhatsApp memang sangat mengkhawatirkan.
Data yang dikeluarkan oleh WhatsApp menunjukkan bahwa platform ini setiap bulannya memblokir 2 juta akun setiap bulannya.
Di tahun 2020 saja WhatsApp melaporkan lebih dari 300 ribu foto yang diedarkan pengguna yang terkait dengan ekspoitasi anak termasuk eksploitasi sexual.
Pertanyaannya bagaimana WhatsApp mengetahui hal ini tanpa dapat melihat pesan pengguna?
WhatsApp ternyata mendapatkan informasi konten illegal dan misinformasi ini dari laporan penerima pesan dan juga dari analisa mesin yang mengolah dara yang tidak terenkripsi  seperti masifnya pesan yang disebarkan dan banyaknya anggota yang tergabung pada grup.
Pesan yang telah diteruskan berkali-kali sebelumnya juga sekarang diberi tanda dan ada pembatasan  berapa banyak orang yang dapat berbagi pesan yang sama dengan satu pengguna.
Jadi dalam kebijakan barunya WhatsApp tetap saja menggunakan enkripsi ujung ke ujung, yang berarti bahwa pesan yang kita kirim hanya dapat dibaca di perangkat pengirim dan perangkat penerima saja.
Dengan kebijakan ini harus kita fahami bahwa perusahaan induk WhatsApp  yaitu Facebook sekalipun tidak dapat melihat dan mencegat pesan yang dikirimkan oleh pengguna termasuk juga penegak hukum.
Jadi sebenarnya ketidak harmonisan antara WhatsApp dan penggunanya akibat perubahan syarat dan kententuan yang berlaku tidak harus terjadi jika pengguna memahami apa sebenarnya dasar perubahan kebijakan ini dan apa dampaknya bagi pengguna.
Kita semua mengetahui betapa mudahnya pengguna menyebarkan informasi yang tergolong menyesatkan dan memfitnah dengan sangat mudahnya tanpa menganalisa apakah berita  yang disebarkan itu merupakan kenyataan atau Hoax.
Pengguna ada yang tidak menyadari betapa buruknya dampak dari gampangnya menyebarkan berita ini yang berkontribusi pada kekacauan yang terjadi dimasyarakat akibat firnah yang bertebaran.
Namun juga tidak dapat disangkal bahwa ada pihak pihak tertentu yang sengaja menggunakan WhatsApp untuk menimbulkan ketidak senangan pada pihak pihak tertentu.
Jadi di sinilah titik temunya, dimana pengguna WhatsApp diminta tanggung jawabnya untuk tidak menyebarkan misinformasi dan di lain pihak WhatsApp ikut bertanggungjawab dalam menghentikan penyebaran informasi ini.
WhatsApp memang mendapat tekanan dari berbagai pihak termasuk pemerintah untuk melakukan kompromi terkait eknkripsi ini dan meminta negara dan pihak keamanan dapat mengaksesnya.Â
Namun untuk hal yang satu ini tampaknya WhatsApp berpegang teguh pada prinsipnya yaitu tetap mempertahankan kebijakan enkripsi ujung ke ujung yang menjadi kerahasiaan pengguna atas pesan yang dikirimkannya.
Kebijakan ini sangat jelas diucapkan oleh bos WhatsApp yang menyatakan bahwa keamanan pesan pengguna  hanya dapat dijamin jika ditunjang oleh sistem keamanan yang kuat dan pihak pemerintah tidak seharusnya berusaha mendorong WhatsApp untuk melemahkan sistemnya.
Facebook  sebagai perusahaan induknya bahkan mengatakan bermaksud untuk meluncurkan enkripsi lebih luas di seluruh layanan lainnya.
WhatsApp sudah diblokir di Tiongkok daratan digunakan oleh pengguna untuk menyebarkan pesan pesan yang tidak sejalan dengan pemerintah. Pemerintah India juga sedang menggugat aturan enkripsi ujung ke ujung yang diterapkan WhatsApp karena seringkali digunakan sebagai media penyebaran berita bohong. Â
Perlu diketahui bahwa saat ini jumlah pengguna WhatsApp di dunia mencapai 2 milyar pengguna dan 400 juta diantaranya ada di India.
Ada dua pelajaran penting terkait terjadinya kisruh WhatsApp di bulan Januari lalu, yaitu pertama adanya evaluasi total dari WhatsApp terkait bagaimana cara menyampaikan suatu kebijakan baru secara lebih jelas sehingga tidak menimbulkan kesimpangsiuran dan salah tafsir yang menyebabkan kehebohan dan keresahan penggunanya.
Dari sisi pengguna sebaiknya membaca dan memahami betul kebijakan yang dikeluarkan oleh WhatsApp agar tidak mudah terpengaruh dan dengan mudah ikut ikutan menyebarkan misintrepretasi terkait perubahan syarat dan ketentuan WhatsApp ini.
Menghebohkan sesuatu yang tidak dimengerti tentunya merupakan tindakan yang kurang bijak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H