Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Kalimantanku Tidak Seasri Dulu Lagi

12 Juni 2021   10:14 Diperbarui: 12 Juni 2021   10:22 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: kaltimber.com

Alam Kalimantan atau yang dikenal juga Borneo di jaman kolonialisasi memang telah mengalami transformasi radikal.

Kalimantan pernah dikenal dunia sebagai paru paru dunia dengan kualitas hutan tropisnya yang setara dengan hutan Amazon di Brazil.

Di Era tahun 1970an Kalimantan dengan hutan tropisnya yang masih serasi sangat kaya dengan keanekaragaman flora dan fauna yang membuat iri dunia. 

Ketika itu penduduk asli hidup secara harmonis berdampingan dengan alam yang menyediakan segala sesuatu yang mereka perlukan untuk kehidupan mereka.

Walaupun mereka tidak memiliki banyak uang namun sumber makanan tersedia secara belimpah di alam yang mereka pelihara secara turun menurun.

Mereka tau betul akan pentingnya hutan bagi kehidupan mereka.  Oleh sebabi tu mereka secara turun menurun menjaga dan melestarikan hutan demi kehidupan mereka dengan cara hanya mengambil sesuai dengan keperluan keseharian mereka.

Keserakahan untuk mengeksplotasi hutan tidak ada dalam kamus kehidupan penduduk setempat.

Secara haromis kehidupan mereka menyatu dengan alam.  Alam menyediakan hewan buruan dan ikan yang berlimpah.  Bahkan menurut catatan ahli antropologi saat itu mereka  memiliki varietas padi lokal yang sangat cocok ditanam untuk memenuhi kebutuhan sehari hari.

Kehidupan yang menyatu dengan alam ini membuat mereka lebih sehat karena harus bergerak mencari makanan dan mengkonsumsi bahan pangan alami.

Kehidupan penduduk lokal di era tahun 1970an tidak lepas dari kehidupan komunal untuk saling berbagi dan menjaga.  Rumah panjang yang dihuni sampai ratusan orang menjadi ciri khas kehidupan bermasyarakat.

Posisi  rumah panjang di tengah tengah sumberdaya alam yang melimpah membuat mereka hidup harmonis dan tidak pernah kekurangan pangan. Mereka memang memotong pohon, namun mereka tidak pernah serakah untuk menggunduli hutan.

Mereka tau betul cara menjaga alam agar keturunan mereka tetap bertahan dan hidup di hutan yang tidak pernah kehabisan sumberdayanya.

Kita tidak pernah mendengar tentang adanya kelaparan yang menimpa mereka yang hidup berdampingan secara seradi dengan alam.

Namun era keharmonisan ini berubah total di era tahun 1980 an.  Saat itu demi kepentingan perekonomian yang lebih besar Kalimantan mulai dieksploitasi secara besar besaran.

Hutan tropis yang sudah ada ribuan bahkan jutaan tahun lalu itu dihancurkan dengan semena mena oleh sekelompok manusia rakus.

Pohon pohon ditebang secara membabi buta dan kayu gelondongan di jual ke negara lain. Tidak hanya sampai disitu saja dengan memegang Hak Penguasaaan Hutan (HPH) mereka bertindak seolah penjadi pemilik Kalimantan.

Pemegang HPH di era tersebut hidup bergelimang uang dan harta dari hasil mengeksploitasi hutan, sementara penduduk asli semakin miskin  dan termarjinalkan.

Ketika penduduk asli mencoba menahan kehancuran hutan, mereka ditekan.  Perusahaan pembabat hutan dengan dalih  bahwa usaha mereka legal karena dilindungi oleh HPH semakin rakus membabat hutan. Mereka  bahkan memiliki penjaga yang khusus untuk mengamankan hasil penebangan hutan.

Era keharmonisan manusia dengan alam sudah sirna oleh keserakahan manusia yang tidak pernah berpikir panjang.

Para manunisa serakah  ini tidak pernah berpikir bahwa sekali mereka menggunduli hutan tropis, maka hutan itu tidak pernah kembali seperti dulu lagi.

Setelah hutan digunduli, area terbuka dan lantai hutan  yang tadinya dipenuhi oleh berbagai kehidupan menjadi kering kerontang dan mulai menjadi sasaran empuk kebakaran hutan.

Saat itu mereka justru menimpakan kesalahan  kebakaran hutan pada penduduk asli yang bercocok tanam dengan cara membakar hutan.

Gelombang kehancuran alam Kalimantan setelah era penebangan hutan  tidak berhenti sampai disitu saja.

Ketika era penebangan pohon mulai mereda, hutan Kalimantan kini menjadi sasaran empuk perkebunan sawit yang memerlukan hamparan wilayah yang sangat luas. Pembersihan lahan dengan cara membakar menjadi sumber baru kehancuran hutan Kalimantan.

Ketika dijaga penduduk asli, hutan Kalimantan tidak pernah terbakar.  Namun kini sudah menjadi ritual tahunan di bulan Maret sampai Oktober kabur asap kebakaran hutan menyebar sampai wilayah negara ASEAN.

Kehancuran alam dan hutan Kalimantan memang sangat tragis karena berkontribusi langsung pada pemanasan global. Hutan Kalimantan yang  dulunya asri dan menjadi paru paru dunia, kini menjadi acaman polusi asap.

Perubahan yang sangat drastis dari hutan tropis menjadi hamparan tanaman budidaya sawit tentunya menjadi permasalahan tersendiri bagi penduduk asli.  Kehidupan mereka semakin sulit dan termajinalkan.

Dengan data 85% minyak sawit dunia dihasilkan oleh Indonesia dan Malaysia, maka sebagian besar sawit ditanam di bekas hutan tropis.

Penduduk asli yang dulunya hidup berdampingan dengan alam kini demi menyambung hidupnya terpaksa  menjadi buruh  di perkebunan sawit.

Kini hutan tropis  yang secara turun menurun menjadi tumpuan hidup mereka secara pasti hancur dan hilang dalam sekejab.

Kemampuan untuk bertahan hidup penduduk lokal  yang secara turun menurun diwariskan dari para tetua kini hilang dan terputus.  Pengetahuan bercocok tanam yang diwariskan dari tetua mereka kini telah hilang demikian juga dengan varietas padi lokal yang secara spesifik dapat beradaptasi dengan lingkungan setempah kini juga telah hilang.

Kehidupan di rumah panjang yang dulunya sangat dinamis dan  harmonis itu  kini berubah seolah menjadi rumah pekerja yang kehidupannya tergantung pada upah yang mereka dapatkan.

Kini mereka menjadi buruh ditanahnya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun