Gelombang kehancuran alam Kalimantan setelah era penebangan hutan  tidak berhenti sampai disitu saja.
Ketika era penebangan pohon mulai mereda, hutan Kalimantan kini menjadi sasaran empuk perkebunan sawit yang memerlukan hamparan wilayah yang sangat luas. Pembersihan lahan dengan cara membakar menjadi sumber baru kehancuran hutan Kalimantan.
Ketika dijaga penduduk asli, hutan Kalimantan tidak pernah terbakar. Â Namun kini sudah menjadi ritual tahunan di bulan Maret sampai Oktober kabur asap kebakaran hutan menyebar sampai wilayah negara ASEAN.
Kehancuran alam dan hutan Kalimantan memang sangat tragis karena berkontribusi langsung pada pemanasan global. Hutan Kalimantan yang  dulunya asri dan menjadi paru paru dunia, kini menjadi acaman polusi asap.
Perubahan yang sangat drastis dari hutan tropis menjadi hamparan tanaman budidaya sawit tentunya menjadi permasalahan tersendiri bagi penduduk asli. Â Kehidupan mereka semakin sulit dan termajinalkan.
Dengan data 85% minyak sawit dunia dihasilkan oleh Indonesia dan Malaysia, maka sebagian besar sawit ditanam di bekas hutan tropis.
Penduduk asli yang dulunya hidup berdampingan dengan alam kini demi menyambung hidupnya terpaksa menjadi buruh di perkebunan sawit.
Kini hutan tropis  yang secara turun menurun menjadi tumpuan hidup mereka secara pasti hancur dan hilang dalam sekejab.
Kemampuan untuk bertahan hidup penduduk lokal  yang secara turun menurun diwariskan dari para tetua kini hilang dan terputus.  Pengetahuan bercocok tanam yang diwariskan dari tetua mereka kini telah hilang demikian juga dengan varietas padi lokal yang secara spesifik dapat beradaptasi dengan lingkungan setempah kini juga telah hilang.
Kehidupan di rumah panjang yang dulunya sangat dinamis dan  harmonis itu  kini berubah seolah menjadi rumah pekerja yang kehidupannya tergantung pada upah yang mereka dapatkan.
Kini mereka menjadi buruh ditanahnya sendiri.