Peristiwa kudeta militer terhadap pemerintahan sipil di Myanmar yang terkadi di awal bulan February lalu kini menjadi sorotan dunia karena tidak saja melawan arus demokrasi namun dianggap  sudah menjadi ajang pembantaian warga sipil karena memakan korban lebih dari 600 orang termasuk anak anak.
Ternyata kudeta ini berlanjut di tingkat tatanan internasional. Â Setelah terjadi pencopotan duta besar Myanmar untuk PBB beberapa lalu karena secara terang terangan dalam sidang di PBB menyatakan bahwa kudeta militer di Myanmar harus diakhiri, minggu ini dunia kembali digemarkan karena duta besar Myanmar untuk Inggris yang berkedudukan di London tidak bisa masuk kantor karena kedutaannya dikunci.
Setelah diusut ternyata Atase militer yang berkantor di kedutaan Myanmar di London itu atas perintah pemerintahan militer yang melakukan kudeta di Myanmar mengunci kantor kedutaan dan tidak membolehkan duta besarnya masuk kantor.
Tindakan yang diambil oleh pemerintah militer untuk memberhentikan duta besar Myanmar ini dan menyatakan Wakil Duta Besarnya Chit Win sebagai pelaksana tugas atau yang dikenal dengan charg d'affaires ini jika dipandang sebagai tata krama hubungan internasional merupakan sesuatu yang biasa karena hak menentukan dan mengganti duta besar itu berada di tangan pemerintah negara asalnya.
Hak pemerintah Myanmar ini untuk mengganti duta besarnya di London tercantum dalam aturan diplomatik  berdasarkan konvensi Jenewa.
Jadi jika regim milter Myanmar ingin mengganti duta besarnya sebagai representasi pemerintah Myanmar di dunia internasional itu sah sah saja karena memang tercantum pada artikel 43 Â di Konvensi Jenewa tersebut.
Proses penggantian duta besar ini memang realatif sederhana untuk dilakukan karena pemerintah negara yang mengirimkan duta besarnya hanya memberikan informasi kepada kementerian luar negeri negara yang akan ditempatinya terkait penggantian ini.
Jadi dalam kasus penguncian kantor kedutaan besar Myanmar di Inggris dan menggantikannya dengan wakil dubesnya untuk sementara sampai terpilih duta besar baru memang harus diterima oleh pemerintah Inggris.
Namun jika kasus ini dihubungkan dengan gonjang ganjing kudeta militer yang terjadi d Myanmar memang akan menimbulkan implikasi  lain.
Pemerintahan Myanmar yang dulunya dikenal sebagai Burma ini mendapatkan hadiah kemerdekaan dari pemerintahan kolonial Inggris di tahun 1948. Â Sejak kemerdekaannya ini cengkeraman militer di semua sektor di negara ini memang sangat kuat.
Angin perubahan terjadi ditahun 2010 lalu dan berujung pada pemilu 2015 yang menjadikan Aung San Suu Kyi menjadi pimpinan sipil yang memerintah Myanmar setahun kemudian.