Penurunan produksi gas metana ini memang sangat luar biasa karena dapat mencapai penurunan sebesar 50 -74 % dalam masa 147 hari pemberian suplemen rumput yang tumbuh di perairan Australia ini.
Menurut pakar lingkungan dan nutrisi, teknologi ini memang memberikan harapan besar untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dunia karena jika diterapkan pada industri peternakan maka dampaknya dapat  disetarakan  dengan meniadakan 100 juta mobil yang ada di dunia saat ini dalam hal emisi gas yang dihasilkannya.
Pemberian rumput laut merah ini tidak saja  mengurangi gas metana secara drastis namun juga meningkatkan konversi pakan sapi yang berdampak pada peningkatan pertambahan bobot badan harian nya.
Pertanyaan yang muncul sekarang adalah bagaimana teknologi yang tampak sangat sederhana dapat memberikan dampak dan manfaat yang sangat besar?
Selama ini memang telah banyak dikembangkan berbagai teknologi pengurangan gas metana yang dihasilkan dari ternak ruminansia, namun efek penurunan yang sedrastis pemberian rumput laut merah ini belum pernah terjadi.
Jika ditelisik  lebih dalam lagi Asparagopsis taxiformis ternyata mengandung bromoform yang berfungsi mengganggu  proses akhir pembentukan gas metana sehingga menghalangi terbentuknya gas metana.
Bromoform secara alami dilepaskan ke atmosfir dari lautan melalui alga dan fitoplankton. Ketika memasuki atmosfir bromoform merupakan sumber brom yang tergolong sebagai perusak ozon ketika memasuki stratosfer dan troposfer.  Meskipun dianggap sebagai zat perusak ozon namun daya rusak bromoform  berumur pendek.
Dengan ditemukannya teknologi tepat guna yang berdampak besar pada pengurangan emisi gas rumah kaca ini ke depan industri peternakan akan jauh lebih ramah lingkungan.
Ke depan penemuan ini akan membuka lebar pembuatan pakan berbasis suplemen rumput laut terutama pada industri penggemukan sapi dengan sistem feedlot  dimana pemberikan pakannya disediakan setiap hari nya  tanpa digembalakan.
Penambahan Asparagopsis yang jumlahnya hanya 0,2-0,4% dari kebutuhan pakan harian sapi memberikan harapan besar bahwa teknologi ini dapat diterapkan secara luas di seluruh dunia termasuk  Indonesia.
Memang masih ada kekhawatiran bahwa jika diterapkan secara luas maka akan mengganggu ketersediaan rumput laut merah ini. Demikian juga jika rumput laut merah ini dikembangkan secara luas dikhawatirkan akan berkontribusi langsung pada dihasilkan gas yang merusak ozon.