Peternakan merupakan industri strategis dalam mendukung ketersediaan protein hewani yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan manusia.
Namun di lapangan peternakan sering dituding sebagai salah satu sektor yang berperan dalam mendegradasi lingkungan terutama dalam menghasilkan gas metana  yang merupakan komponen utama dalam emisi gas rumah kaca (greenhouse gases).
Berdasarkan hasil berbagai penelitian didapat fakta bahwa dalam kurun waktu 100 tahun terakhir ini dampak metana  dalam pemanasan global 25 kali  lebih besar dibandingkan  dengan CO2.
Jika dibandingkan dengan emisi gas rumah kaca tahunan yang dihasilkan dari aktivitas manusia, maka sektor peternakan tercatat berkontribusi sebesar  14,5%.
Namun dalam proses pemanfaatan ini bakteri ini menghasilkan gas metana  yang biasanya dikeluarkan oleh ternak melalui ke alam melalui mulut, pernafasan,  kentut  dan mekanisme pengeluaran gas lainnya.
Gas metana yang dihasilkan sama sekali tidak berguna bagi ternak ruminansia karena posisinya hanya sebagai by product bakteri yang menghuni saluran pecenaan.
Baru baru ini secercah harapan muncul untuk mengatasi besarnya jumlah gas metana yang dihasilkan dan dibuang ke alam dari peternakan sapi melalui cara yang alami.
Hasil penelitian yang dipublikasikan oleh para peneliti dari Amerika dan Australia minggu ini di Jurnal ternama PLOS ONEÂ memang menimbulkan harapan baru bagi dunia karena hasil penelitian yang tampak sangat sederhana ini ternyata memberikan dampak sangat besar bagi pengurangan gas metana yang dihasilkan.
Pada penelitian tersebut pemberian suplemen rumput laut merah jenis Asparagopsis taxiformis sebanyak 0,25 - 0,50% Â dari kebutuhan pakan harian sapi berdampak besar dalam penurunan gas metana yang dihasilkan.