Penggunaan teknologi pengeditan gen  ini tentunya akan berdampak besar pada pengurangan penggunaan antibiotik, pestisida dan secara langsung  meningkatkan animal welfare dan tentunya menghasilkan pangan yang lebih sehat dan mengurangi limbah.  Melalui teknologi ini masa simpan buah buahan, sayuran, produk peternakan dapat diperpanjang.
Di tahun 2050 ketika populasi meningkat tajam sementara produksi pangan  diperkirakan akan kesulitan  untuk memenuhinya akibat kendala penyakit, degradasi lingkungan dan perubahan iklim yang drastis, maka teknologi pengeditan gen ini menjadi harapan baru karena tanaman dan ternak sebagai sumber pangan dapat diedit gen nya untuk menghasilan tanaman dan tenak yang tahan pada kondisi lingkungan yang semakin memburuk ini.
Teknologi baru memang selalu menghadapi tantangan karena pasti ada pro dan kontranya.  Oleh sebab itu walaupun secara teknik teknologi pengeditan gen ini memimik apa yang terjadi di alam dan tidak memasukkan gen baru karena hanya mengedit gen yang ada, namun tetap saja perlu dipagari oleh peraturan yang memadai agar dampak negatif  nya di masa mendatang dapat diminimalisir.
Di Indonesia teknologi ini sudah mulai diterapkan terutama pada tanaman pangan dan tingkat keamanan dan regulasinya sudah mulai didiskusikan dan dirumuskan sekitar 3 tahun yang lalu dan sampai saat ini masih dalam tahap pembahasan yang mendalam.
Bagi Indonesia kemajuan dan perkembangan teknologi  gen editing ini memang tidak dapat dihindari dan ke depan seharusnya Indonesia dapat berperan dalam pengembangan dan penerapan teknologi ini. Jika Indonesia terlambat mengantisipasinya, maka bukan tidak mungkin Indonesia akan menjadi pasar produk pangan hasil teknologi ini dari luar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H