Ketegangan hubungan luar negeri Australia dan Tiongkok kini makin memanas, setelah Australia bergabung dengan Amerika untuk merealisasikan penyelidikan atas asal usul virus Korona dan jika terbukti akan menghukum Tiongkok secara ekonomi melalui kompensasi karena merupakan negara yang paling bertanggung jawab terhadap musibah yang kini sedang melanda dunia.
Sudah lama memang Trump dan beberapa pimpinan negara di Eropa secara terbuka menuduh bahwa Covid-19 merupakan virus  hasil rekayasa di laboratorium yang dilakukan oleh Tiongkok.  Walaupun isu ini sudah dibantah dari berbagai hasil penelian yang menyatakan virus korona ini adalah virus alami yang mengalami mutasi dan tingkat pathogenitas nya meningkat ketika masuk ke dalam tubuh manusia, tetap saja Amerika bersikeras melakukan propapanda terkait hal ini.
Sudah menjadi rahasia umum politik luar negeri Australia sangat kental berkiblat pada Amerika, artinya hampir semua sikap politik yang ditetapkan dan dikatakan oleh pimpinan Amerika diikuti oleh Australia.
Namun kini Australia menerima konsekuensi tindakan balasan dari Tiongkok akibat pernyataan terbuka Perdana Menteri Australia yang akan berpartisipasi mengisvestigasi Tiongkok dan menghukumnya jika memang terbukti.
Pernyataan pimpinan Australia yang masuk kategori emosional ini memang telah mengganggu hubungan Australia dengan Tiongkok tanpa mempertimbangkan bahwa ekonomi Australia sangat tergantung dari Tiongkok.
Investasi Tiongkok dalam berbagai bidang di Australia merupakan salah satu yang terbesar dibandingkan dengan neraga lain, sehingga Tiongkok memang merupakan mitra ekonomi Australia papan atas.
Sektor pendidikan dan pariwisata serta pertanian Australia sangat tergantung pada Tiongkok karena besarnya skala investasi, pembelian dan jumlah warga Tiongkok yang berkunjung dan belajar di Australia.
Jika diperhatikan dengan seksama hampir di setiap bandara sebelum pandemik korona dipenuhi oleh warga Tiongkok, demikian juga ditempat tempat perbelanjaan dan tempat wisata.  Fenomena seperti  ini pernah didominasi  Jepang di era tahun 1980 an, namun kini ketika perekonomian Jepang mulai meredup, Tiongkok yang menjadi mitra dagang utama Australia mengambil alihnya.
Paling tidak ada empat tindakan balasan atas pernyataan dan sikap politik luar negeri PM Australia terkait korona virus ini yang dilakukan oleh Tiongkok, yaitu:
- Akan mengurangi  dalam skala besar atau bahkan akan menghentikan sama sekali impor daging sapi  dari Australia.
- Akan menaikkan tarif impor produk pertanian terutama gandum dari Australia.
- Mengeluarkan travel warning agar warganya berhati hati jika mau berkunjung ke Australia karena berkembangnya sentimen anti Tiongkok.
- Akan mengurangi jumlah pelajar dan mahasiswa yang belajar di Australia.
Bisa dibayangkan tindakan beruntun Tiongkok ini tentunya sangat mengagetkan Australia karena langsung berdampak pada keguncangan perekonomian Australia mengingat Tiongkok  adalah mitra dagang utama Australia. Bahkan para pakar ekonomi mengatakan jika permasalahan ini tidak segera diselesaikan, maka perekonomian Australia akan lebih terpuruk setelah dihantam pandemi Korona.
Tiongkok memang tidak menggunakan kata kata dalam melakukan serangan balasan ke Australia sebagaimana kebiasaan Trump yang menyerang pimpinan negara lain secara terbuka, namun tindakan nyata yang dilakukan lebih berdampak pada Australia.
Rupanya tindakan balasan Tiongkok ini bukanlah satu satunya palu godasm yang menghantam perekonomian Australia karena segera setelah tindakan balasan  kebijakan ekonomi ini Australia diserang secara maya melalui  Cyber attack  dalam skala sangat luas.Â
Cyber attack yang memberikan dampak besar pada perputaran perekonomian Australia ini memang sempat mengguncang dan melumpuhkan sebagian sektor bisnis di Australia.
Di lapangan Cyber attack ini skalanya semakin meluas menyerang sektor pemerintahan, kesehatan infrasttruktur, bisnis dan sektor vital lainnya yang intensitasnya semakin meningkat di tengah tengah pandemi ini sudah berdampak luas pada perekonomian Australia.
Terkait dengan cyber attack ini,  Australia walaupun tidak secara terbuka namun sangat kental bernausa tuduhan  bahwa pemerintah Tiongkok lah yang berada di belakang cyber attack ini.  Ibarat menyiramkan minyak ke api, hubungan kedua negara semakin panas karena Australia sampai sekarang belum memiliki bukti yang menyakinkan bahwa pemerintah Tiongkoklah yang berada di belakang cyber attack ini.
Serangan cyber attack dalam skala luas dan mampu melumpuhkan multi sektor ini memang tidak mudah dilakukan dan hanya negara tertentu saja yang memiliki kemampuan seperti ini. Beberapa negara yang memiliki kemampuan seperti ini adalah Tiongkok, Amerika, Inggris dan Rusia.  Namun Korea Utara dan Iran juga memliki kemampuan melakukan serangan dalam skala besar juga.
Menurut The Australian Cyber Security Centre (ACSC),  cyber attack yang melanda Autralia mirip dengan serangan yang terjadi di bulan Mei 2019 lalu. Setelah dianalisa pola  dan skala serangannya yang berhasil melumpuhkan sistem di berbagai sektor di Australia ini ternyata masih menggunakan cara klasik. Namun mengingat skalanya sangat besar maka ada kemungkinan serangan ini dikooordinasikan oleh suatu organisasi atau negara tertentu.
Cyber attack memang sulit untuk dilayak, namun dapat dilacak melalui jejak yang dinamakan fingerprint penyerangnya. Fingerprint dapat ditentukan berdasarkan teknik yang digunakan dan pola serangan dan juga melalui penyelidikan inletejen.
Walaupun sudah diketahui fingerprint nya tidak otomatis dapat mengetahui organisasi dan negara mana yang berada dibalik serangan ini karena kecanggihan hacker dalam menghilangkan dan mengalihkan jejaknya.
Penggunaan jenis Malware dalam cyber attack  menurut pakar memang mampu mengarahkan pada negara mana yang berada di belakang  serangan ini. Demikian juga walaupun misalnya hasil investigasi berhasil mengindentifikasi individu yang melakukan serangan, namun invidu tersebut dengan keahliannya dapat saja mengesankan bahwa serangan tersebut dilakukan oleh orang lain.
Jadi memang sangat masuk akal jika  Australia walaupun mengetahui pola serangannya dan berdasarkan analisa ketegangan kedua negara ini sebelumnya, namun tidak berani secara tebuka menyatakan bahwa Tiongkok lah yang berada dibalik serangan ini karena peliknya melavcar pelaku cyber attack ini.
Hubungan Australia dengan Tiongkok dan juga dengan negara di Asia termasuk Indonesia memang tidak pernah mulus dan seringkali diwarnai ketegangan.
Hal ini dapat dimengerti karena perbedaan budaya dan sudut pandang. Â Dalam hal perekonomian memang Australia memang secara terbuka menyatakan bahwa Asutralia merupakan bagian dari Asia. Â Namun dalam berbagai hal seperti misalnya hak azasi manusia, supremasi lainnya Australia lebih berkiblat pada Amerika dan Eropa.
Politik luar negeri, sikap dan cara berbicara Australia yang lebih berpihak pada Amerika dan negara Eropa lainnya memang seringkali tidak pas dengan budaya diplomasi Asia dan menimbulkan riak riak ketegangan.
Dengan melihat skala  luasnya serangan cyber attack yang kali ini menyerang Australia  dan mengarahkan tudingannya bahwa pasukan kuning yang didukung oleh Tiongkok sebagai pelakunya tampaknya hanya sampai  level dugaan saja karena bukan tidak mungkin Australia tidak akan pernah mendapatkan bukti nyata yang menyakinkan yang mendukung tuduhan tersebut.
Yang jelas Tiongkok sudah membantah tuduhan ini dan nampaknya cyber attack yang sedang melanda Australia ini akan tetap menjadi lingkaran setan yang tidak berujung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H