Ada dua peristiwa besar yang mau tidak mau dihubungkan dengan politik luar negeri Tiongkok, yaitu pertama gerakan anti Tiongkok di Hongkong dan hasil pemilihan presiden Taiwan yang baru saja usai.
Setelah berbulan bulan dilanda protes keras menuntut kebebasan dari cengkeraman otoritas Tiongkok yang memakan cukup banyak korban jiwa dan kerugian ekonomi besar akhirnya hasil pemilu lokal Hongkong menunjukkan bahwa rakyat Hongkong memang menghendaki berkurangnya campur tangan pemerintah Tiongkok secara siknifikan di Hongkong.
Hal ini tercermin dari pelorehan suara pro demrorasi yang sangat siknifikan dan mendominasi perolehan suara kelompok pro Tiongkok di Hongkong.
Hanya beberapa bulan saja kebijakan luar negeri Tiongkok kembali diuji melalui pemilihan presiden Taiwan yang baru saja usai.
Tsai Ing-wen kembali terpilih sebagai presiden Taiwan untuk kedua kalinya dengan marjin suara yang cukup besar yaitu memperoleh suara sebesar 57,1%, sementara itu pesaing dekatnya yang pro Tiongkok Han Kuo Yu hanya memperoleh suara sebesar 38,6 % dan kandidat ketiga James Soong hanya memperoleh 4,3%.
Hongkong dan Taiwan memang sudah lama menjadi semacam duri dalam daging bagi Tiongkok karena kedua wilayah yang memiliki sejarah keeratan kultur dan otoritas kekuasaan dengan Tiongkok ini mengusung tema politik yang jauh berbeda yaitu demokrasi dibanding dengan Tiongkok yang mengusung tema komunis sentralistik.
Dua kutub yang bertolak belakang ini seringkali berbenturan karena kebebasan berpolitik di kedua wilayah yang memiliki hubungan kultural dengan Tiongkok ini secara lantang menyuarakan suara yang terdengan sumbang bagi pemerintah Tiongkok.
Kemenangan kembali Tsai Ing-wen yang mencapai lebih dari 57% ini jika dikonversikan dengan jumlah pemilih akan mencapai sekitar 8,3 juta suara ini memang belum pernah terjadi sebelumnya.
Artinya Tsai Ing-wen dapat dikatakan menyapu bersih suara sekaligus mengungguli kelompok pro Tiongkok dalam pemilihan presiden kali ini.
Kemenangan Tsai Ing-wen mencerminkan suara mayoritas masyarakat Taiwan dan menyetujui visi politik Tsai Ing-wen yang menjauhkan diri dari pemerintahan Tiongkok.
Tsai Ing-wen memang dikenal sebagai presiden wanita Taiwan yang sudah beberapa kali menyuarakan suara lantang mengusung demokrasi dan membangkitkan nasionalisme Taiwan yang bebas dari pengaruh Tiongkok daratan.
Ketegasan Tsai Ing-wen dalam menyuarakan kebebasan berdemokrasi ini memang sudah beberapa kali membuat pemirintah Tiongkok daratan tidak senang dan cendering meradang.
Bahkan tidak jarang pemerintah Tiongkok mengancam dan mengatakan pemeritahnnya dapat saja menyerang Taiwan setiap saat jika diperlukan.
Sudah beberapa kali Tsai Ing-wen menyatakan bahwa Taiwan harus bebas dari ketakukan akan ancaman dan intimidasi dari Tiongkok dalam segala segi kehidupan rakyat Taiwan.
Kemenangan besar Tsai Ing-wen pada periode kedua nya ini tentunya menjadi tamparan bagi Tiongkok karena tema kampaye yang diusung oleh Tsai Ing-wen memang menyinggung tentang hubungan Taiwan dan Tiongkok.
Sebagaimana yang disebutkan di atas, Taiwan memang tercatat sebagai negara dengan pemerintahan sendiri yang terpisah dari Tiongkok daratan dan memiliki konsitusi tersendiri termasuk dengan milikiternya.
Namun pemerintah Tiongkok selama ini menetang negara negara lain yang mengakui Taiwan dengan alasan Taiwan adalah bagian dari kedaulatan Tiongkok,
Jika dibandingkan dengan tema yang diusung oleh Han Kuo Yu yang lebih dekat dengan pemerintahan Tiongkok yang juga menginginkan perbaikan ekonomi namun juga tidak mengusung program unifikasi dengan Tiongkok ini, tampaknya rakyat Taiwan lebih memilih Tsai Ing-wen yang secara tegas yang menginginkan Taiwan bebas dari pengaruh Tiongkok.
Isu utama perjuangan Taiwan dan Hongkong yang memiliki keeratan hubungan sejarah, budaya dan wilayah dengan Tiongkok ini tampaknya memang demokrasi yang merupakan hal yang langka di Tiongkok.
Dunia memang sudah lama mendukung perjuangan demokrasi di kedua wilayah ini, namun besarnya pengaruh Tiongkok dalam politik dan ekonomi dunia membuat negara negara di dunia berpikir panjang jika ingin melakukan hubungan diplomatik dengan Taiwan dan mengakui kedaultan Taiwan.
Namun paling tidak pergerakan demokrasi dan suara rakyat di Taiwan dan Hongkong tentunya akan membuat pemerintah Tiongkok berpikir dua kali dalam memaksakan kehendaknya berupa penerapan kembali sistem pemerintahan komunis sentralistik di wilayah ini, karena tentunya sekali gerakan demokrasi itu tumbuh maka akan sulit dipadamkan.
Tampaknya kemenangan kelompok pro demokrasi di Taiwan dan Hongkong ini menunjukkan bahwa poltik luar negeri Tiongkok sudah mulai tergerus arus demokrasi yang semakin deras melanda di wilayah yang diklaim Tiongkok sebagai bagian dari kedaulatan wilayah Tiongkok daratan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H