Ada yang cukup menggelitik jika kita menyimak pernyataan ahli lunguistik dari University of Leeds Dr. Robbie Love yang mengungkapkan kekhawatirannya bahwa bahasa "alam" sudah tergeser oleh bahasa "teknologi" (sumber).
Fenomena ini memang mengkhawatirkan para ahli lingustik, karena jika tidak dilakukan langkah nyata, maka arti sebuah kata yang tadinya terkait dengan bahasa "alam"Â seperti misalnya "Apple", "tweet", "cloud", "stream" akan kehilangan magna nya secara permanen.
Sejak penggunaan bahasa "alam" secara masif dalam teknologi maka menurut pakar lingustik ini masyarakat umum pengguna bahasa Inggris tidak menyadari akan terjadinya fenomena pergeseran arti kata dan akibatnya  akan kehilangan arti kata aslinya.
Berdasarkan hasil penelitian dari National Trust menunjukkan bahwa saat ini hanya 1% saja dari pengguna bahasa Inggris yang mengartikan kata "tweet" dengan cuitan burung.  Sebagian besar pengguna mengasosiasikan kata "tweet" dengan kata "teknologi" yang terkait dengan "tweeter".
Nasib yang sama dialami oleh kata "stream" yang menurut hasil studi di tahun 1990 an masyarakat Inggris masih 100% mengartikan sebagai "sungai kecil"Â dan di era teknologi ini hanya sekitar 36% saja dari masyarakat Inggris yang mengetahui arti asli dari kata "stream" ini selebihnya mengasosiasikan dengan kata teknologi.
Nasib yang sama juga dialami kata "apple", "cloud", Â "The North Face", " Amazon", "Nectar et cetera"Â dll yang mengalami pergeseran artinya akibat perkembangan teknologi saat ini dan juga penggunaan kata tersebut sebagai sebuat istilah ataupun identitas suatu produk teknologi.
Menurut pakat linguistik pergeseran arti kata ini memang dipengaruhi oleh kemudahan dan kenyamanan penggunaan kata tersebut sebagai istilah teknologi yang penggunaannya sangat masif saat ini.
Namun dilain pihak penggunaan kata kata ini sebagai kata "teknologi"Â sekaligus membuat penggunanya tidak mengerti arti sebenarnya kata tersebut dan semakin menjauhkannya dari alam.
Kata lain yang menurut pakat linguistik yang mengalami erosi artinya adalah "lawn", "twig", "blackbird", "fishing", "paddle", "sand", "paw" and "shell"Â sehingga mengakibatkan semakin jarang digunakan di kalangan anak usia anak dan remaja di Inggris. Â Bahkan dikhawatirkan kata "bumblebee" akan hilang artinya untuk selamanya.
Pergeseran arti kata yang tadinya terkait dengan alam yang kini memiliki arti tersendiri di era  IT ini menunjukkan bahwa masyarakat akan semakin terpisah dengan alam.
Erosi kata ini menurut pakat linguistic  dapat diperlambat dengan menanamkan  arti dan mengajak anak anak dan remaja kembali ke alam dan mengamati fenomena alam, seperti misalnya  mengamati bagaimana laba laba membuat sarangnya untuk mengenal arti kata "web" yang sebenarnya.
Fenomena ini memang cukup menarik dan sekaligus dan cukup mengkhawatirkan dan terjadi di berbagai belahan dunia.
Sebagai contoh di kota kota besar siswa sekolah dasar di Amerika ketika ditanya dari mana susu yang diminumnya berasal, sebagian dari  mereka menjawab dari "botol" dan "kotak".Â
Ketidak mengetian ini memang dipengaruhi oleh pola kehidupan sehari hari mereka ketika ingin minum susu  mereka membelinya di sawalayan yang umumnya tersedia dalam bentuk kotak dan botol.
Fenomena menarik ini terjadi akibat siswa sekolah ini tidak pernah mengunjungi wilayah pedesaan untuk melihat sapi perah sekaligus mengamati proses alami dari mana susu itu berasal.
Hal yang sama terjadi dengan kata kata dalam bahasa Indonesia yang mengalami pergeseran artinya dan berpengaruh pada pola pikir dan nalar anak.
Ada cerita yang cukup menarik ketika satu keluarga yang memiliki anak kecil mengunjungi kebun raya Bogor.  Sang ayah menunjukkan kijang totol pada anaknya dengan mengatakan "nak itu yang namannya kijang, bagus ya". Ternyata sang ayah mendapatkan respon spontan yang mengejutkan  dari anaknya ketika anaknya mengatakan "yah kok kijang tidak ada ban nya yah?
Masifnya penggunaan kata "kijang" untuk sebuah produk teknologi telah menjauhkan pola pikir anak tersebut dari alam dan arti kata  "kijang" yang sebenarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H