Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Yang Tersisa dari 40 Tahun Revolusi Iran

1 Februari 2019   09:39 Diperbarui: 1 Februari 2019   21:39 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Empat puluh tahun lalu tepatnya tanggal 1 Februari 1979 dunia menyaksikan peristiwa besar yang kelak akan merobah peta perpolitikan dunia yang ditandai dengan kembalinya Ayatollah Ruhollah Khomeini dari pengasingan.

Figur Ayatollah Ruhollah Khomeini memang tidak dapat dipisahkan dari bagian sejarah Iran. Di masa pemerintahan Mohammad Reza Shah Pahlavi, Khomeini dikenal sebagai tokoh yang vokal dan banyak kritikan yang dikeluarkannya terkait dengan pemerintahan Mohammad Reza Shah Pahlavi.

Perbedaan pandangan inilah yang membuat Khomeini berada dalam pengasingan  di Turki, Irak, dan Perancis selama kurun waktu 14 tahun.

Tanggal 1 Februari 40 tahun yang lalu Khomeini menginjakkan kembali kakinya di Iran setelah terbang dengan menggunakan pesawar Air France. Pendaratan peawat ini di Bandara Mehrabad menandai lahirnya revolusi Iran yang berujung pada runtuhnya pemerintahan Mohammad Reza Shah Pahlavi sekaligus mengakhiri 2.500 tahun era kekuasaan kerajaan Persia.

Saat menginjakkan kakinya kembali di Iran Khomeini yang sudah berusia 78 tahun disambut oleh pendukungnya yang diperkirakan mencapai 10 juta orang dan diliput secara luas oleh media.

Kembalinya Khomeini di Iran kelak akan menentukan arah perpolitikan Iran di Dunia internasional dan merobah geopolitik di kawasan Timur Tengah.

Menurut pakar politik, kebangkitan Republik Islam sekembalinya Khomeini berhasil mengguncang dunia karena saat itu hanya ada dua kekuatan besar aliran politik dunia, yaitu kapitalisme dan komunis.  Hanya ada tiga negara yang sangat dominan dalam perpolitikan dunia yaitu Amerika, Rusia dan Inggris.

Lepasnya Iran dari pengaruh kekuatan politik konvensional ini memang sangat menarik karena Iran sebelum era revolusi  memang di bawah pengaruh negara lain selama kurun waktu lebih dari 100 tahun.

Kebangkitan Iran di era Khomeini ternyata membuat Amerika khawatir dan mengambil arah untuk menahan laju revolusi politik Iran dengan cara melakukan apa yang dinamakan "kontra revolusi" dengan memperkuat dukungan terhadap Irak dan Saudi Arabia.

Langkah politik Amerika ini ternyata berakibat munculnya gerakan anti Amerika dan anti barat yang merupakan bagian arus besar dalam  revolusi Iran.

Penyerbuan Kedutaan Amerika yang berujung pada penyanderaan warga Amerika di tahun 1979 membuat dunia heboh. Photo: khamenei.ir
Penyerbuan Kedutaan Amerika yang berujung pada penyanderaan warga Amerika di tahun 1979 membuat dunia heboh. Photo: khamenei.ir
Dalam perkembangan selanjutnya banyak pakar politik berpendapat bahwa Amerika gagal dalam mengantisipasi kekuatan arus revolusi Iran ini. 

Lemahnya intelejen Amerika inilah yang kelak akan menimbulkan pergesekan politik Iran dengan Amerika termasuk di dalamnya peristiwa penyanderaan warga Amerika yang menghebohkan dunia.

Ayatollah Ali Khamenei sebagai penerus Khomeini secara gencar menyerukan gerakan anti Amerika yang sedang "menghukum" Iran dengan sangsinya dengan alasan senjata nuklir yang sedang dikembangkan Iran.

Kebijakan Trump yang anti Iran  dan menggandeng erat Israel dan Saudi Arabia memang membuat ketegangan baru di kawasan Timur Tengah.  Banyak kalangan yang berpendapat tekanan berupa sangsi yang diberlakukan Amerika akan gagal "menundukan" Iran sebagaimana yang terjadi 40 tahun lalu ketika Khomeini menginjakkan kakinya kembali di Iran.

Khomeini meninggal dunia 10 tahun setelah kembali ke Iran tepatnya tahun 1989.  Tidak ada yang dapat membantah bahwa peristiwa kembalinya Khomeini dan pengaruhnya selama 10 tahun sekembalinya dari pengasingan telah melahirkan poros baru perpolitikan dunia, yaitu Republik Islam.

40 tahun peristiwa kembalinya Khomeini dari pengasingan yang menandai rovolusi Iran  memang sudah berlalu.  Kini tampaknya ingatan dan kebesaran peristiwa tersebut mulai redup dengan berjalannya waktu terutama di kalangan generasi baru Iran.

Protes warga Iran beberapa waktu lau terkait dengan masalah ekonomi yang semakin memburuk i. Photo:Business Insider
Protes warga Iran beberapa waktu lau terkait dengan masalah ekonomi yang semakin memburuk i. Photo:Business Insider
Generasi baru Iran kini lebih fokus pada realitas politik yang dihadapinya saat ini. Mereka lebih fokus pada perlawanan terhadap hegemoni Amerika dan juga sangsi yang diberlakukan oleh Amerika terhadap negaranya.

Gejolak politik di Tumur Tengah dan dinamisnya perubahan peta politik  di kawasan ini  memang akan menguji Iran kembali.  Apakah Revolusi Iran yang melahirkan Republik Islam ini akan terus bertahan di tengah derasnya arus perubahan perpolitikan dunia? Hanya waktu sajalah yang akan menentukannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun