Akhir akhir ini kata kata kasar diluar batas kewajaran berhamburan dari mulut dan tulisan elit, pejabat maupun orang terpandang lainnya  yang seharusnya menjadi panutan masyarakat. Hal yang lebih parah lagi adalah bukan penyesalan yang dinyatakan setelah mengeluarkan kata kata kasar namun sebaliknya seperti menjadi kebanggaan tersendiri.
Kebanggaan akan berkata kasar  yang dipertontonkan ini tampaknya bukan merupakan tindakan pencilan semata, namun mencerminkan fenomena gunung es karena banyak juga orang yang mendukung tingkah laku tersebut dengan cara membenarkan dan menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar wajar saja.
Pertanyaan yang muncul sekarang adalah mengapa dapat  keluar kata kata kasar dari seseorang yang notabene terpelajar, berpendidikan, berpengalaman dan berstatus sosial tinggi?  Jika dinilai dari norma ketimuran jelas tingkah laku dan kata kasar yang keluar dari mulut mereka jelas menyimpang dari norma dan  budaya timur.
Menurut Prof. Michael P. Leiter, PhD pakar psikologi dari  Deakin University, Australia.  Sesuatu dikategorikan sebagai kasar apabila seseorang berprilaku sedemikian rupa di luar batasan norma  yang diakui  oleh masyarakat berbudaya. Di dalam ilmu psikologi kekasaran ini dikenal sebagai "incivility".
Secara tidak sadar orang yang berilaku kasar ini menurun produktivitasnya dan sekaligus  merusak orang lain karena dalam banyak hal biasanya tindakan kasar baik prilaku maupun ucapan akan dibalas dengan tindakan serupa oleh orang lain.
Pakar psikologi mengibaratkan kekasaran ini sebagai "virus " yang berarti apabila kita melakukan tindakan atau perkataan kasar maka secara tidak sadar  akan menularkan tindakan kasar tersebut kepada orang lain.
Orang yang berprilaku kasar ini biasanya motovasinya untuk melakukan sesuatu yang posistif baik di lingkungan kerja maupun dalam kehidupannya di masyarakat  akan menurun karena terkait langsung dengan kognitif  .  Penurunan motivasi ini akhirnya akan berujung pada menurunnya prestasi dan juga performanya.
Tindakan kasar termasuk ucapan biasanya memicu reaksi yang kasar  dan juga memicu tindakan agresif , sehingga seperti lingkaran setan yang berakibat timbulnya budaya spiral negatif.
Kekasaran dalam ilmu psikologi digolongkan  sebagai salah satu "stressor" yang berpengaruh pada kesehatan dan juga kenyamanan kita karena akan mempengaruhi  emosi yang memicu zona nyaman.
Hal yang membuat lebih parah adalah kita cenderung akan  memikirkan tindakan kasar  tersebut secara terus menerus jika dikasari oleh seseorang yang dikenal dalam ilmu psikolosi sebagai rumination.Â
Biasanya apabila seseorang mengalami tindakan kasar dari seseorang maka orang tersebut cenderung menceritakannya pada orang lain dan terus memikirkannya sepanjang hari yang pada akhirnya menganggap dirinya sebagai orang yang tidak berguna.
Tidak jarang banyak orang yang terjebak dalam perilaku kasar ini  dan membawanya ke tempat kerjanya atau kelingkungannya serta  melampiaskan kekesalannya tersebut kepada orang lain.  Tindakan ini merupakan cerminan rasa frustasi yang dialaminya.Â
Kekasaran dapat dikategorikan sebagai "racun" kehidupan karena tidak saja mempengaruhi orang yang beprilaku kasar atau berkata kasar namun juga berpengaruh negatif  pada orang disekitarnya.
Asalkan orang yang berprilaku kasar ini menyadarinya sebenarnya frekuensi perilaku kasar dan juga dampaknya dapat dikurangi antara lain dengan tindakan positif seperti: lebih  mengapresiasi orang lain, tidak membalas tindakan kasar dengan tindakan kasar, menghindari bergaul dengan orang yang kasar, cepat meminta maaf jika kita melakukan tindakan dan kata kata kasar, atau tindakan ampuh lainnya adalah tersenyum  dengan tulus jika kita dikasari oleh orang lain.
Kita harus menyadari bahwa tindakan kasar atau perkataan kasar merupakan bentuk awal dari prilaku yang menyimpang dan tindakan agresif. Kekasaran akan merusak budaya ketimuran kita yang dikenal santun oleh dunia.
Akankah kita membiarkan prilaku dan perkataan kasar yang dipertontonkan  dengan bangga ini menggerus nilai nilai luhur bangsa ini?
Rujukan : satu, dua, tiga, empat, lima
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H