Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menanamkan Spirit Karunananda di Hati Pelajar Jepang

30 Desember 2018   09:08 Diperbarui: 1 Januari 2019   16:09 603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ranatunge Karunananda. Photo: Yamu

Pada lomba lari jarak menengah olimpiade 1964 yang diselenggarakan di Tokyo Jepang ada satu peristiwa yang tidak saja menghebohkan dunia, namun juga menjadi contoh dan spirit yang ditanamkan di jiwa pelajar Jepang sampai saat ini.

Tidak tanggung tanggung peritiwa yang dikenal sebagai "Karunananda 67" itu diabadikan di buku bacaan wajib pelajar di seluruh Jepang.  Sangat jarang sekali contoh ketauladanan di buku teks siswa sekolah di Jepang menggunakan contoh orang asing.

Adanya materi khusus yang membahas Karunananda ini tentunya ada maksud dan tujuan tertentu agar para pelajar Jepang dapat memahami dan meneladani spirit Karunananda ini.

Ranatunge Karunananda. Photo: Yamu
Ranatunge Karunananda. Photo: Yamu
Di Olimpiade 1964 tersebut Kanunananda berlomba di ajang lari 10.000 meter mewakili negeranya Sri Langka atau yang lebih dikenal saat itu sebagai Ceylon.  Selama lomba berlangsung Karunananda disalip sebanyak 4 kali oleh pemenang medali emas dari Amerika di ajang lomba tersebut yang bernama Billy Mills.

Namun ketika Billy Mills memasuki garis finish dan perlombaan dinyatakan sudah usai, Karunananda masih tetap berlari menyelesaikan sisa jarak yang belum ditempuhnya yaitu sekitar 2 putaran.

Awalnya para penonton mencemoohkan Kanunananda yang masih terus berlari, namun seiring dengan terus berlarinya Karunananda penonton berubah sikap dan memberikan dukungan yang luar biasa bagi Karunannada untuk menyelesaikan lari nya sampai mencapai garis finish.  Stadiun bergerumuh dengan teriakan “Karu Ceylon, Karu Ceylon!”.

Karunananda memang tidak memenangkan medali apapun di lintasan 10.000 meter  namun ketika dia akhirnya mencapai garis finish dia mendapatkan sambutan dan sorak sorai yang luar biasa dari penonton yang umumnya orang Jepang.

Karunananda menyelesaikan larinya walaupun lomba sudah dinyatakan usai. Photo; Facebook
Karunananda menyelesaikan larinya walaupun lomba sudah dinyatakan usai. Photo; Facebook
Aksi yang dilakukan oleh Karunananda di lintasan lari ini menarik perhatian wartawan Jepang yang bernama Haruo Suzuki. Hasil liputan wartawan inilah yang nantinya melambungkan nama Karunananda dan mendapat tempat di hati masyarakat Jepang karena dianggap sebagai pahlawan.

Dari data yang dikumpulkan ternyata Karunananda memulai larinya baik di jarak 5.000 meter sebelumnya dan di 10.000 meter mengalami sakit flu berat  yang mempengaruhi kondisi tubuhnya untuk mencapai prestasi maksimum. Di lintasan 5.000 meter akibat flu yang dideritanya, Karunananda hanya berhasil menempati urutan 48 dari 52 pelari.

Ketika sedang berlangsung lomba lari 10.000 meter pelari lainnya tampaknya melihat Karunananda berlari sambil memegang bagian perut kanan nya.  Saat itu ada pelari yang menyarankan Karunananda berhenti saja berlari (lihat photo berikut).

Salah seorang pelari menasehati Karunananda yang kesakitan memegang perutnya untuk berhenti berlari. Photo: Once Upon a Time in the Vest
Salah seorang pelari menasehati Karunananda yang kesakitan memegang perutnya untuk berhenti berlari. Photo: Once Upon a Time in the Vest
Namun tampaknya samangat yang luar biasa yang dimilikinya membulatkan tekadnya untuk tetap menyelesaikan larinya walaupun perlombaan sudah usai dan dia tertinggal 2 putaran setelah pelari lainnya mencapai garis finish.

Bagi Karunananda menyelesaikan lari walaupun dalam keadaan yang kurang menguntungkan merupakan cerminan dari tekad dan spriitnya sekaligus tanggung jawab bagi penonton yang menyaksikan lomba, negara dan rakyat yang diwakilinya.

Hal ini tercermin ketika diwawancari oleh Haruo Suzuki Karunanda menyakatan :

"The Olympic spirit is not to win, but to take part. So I came here. I took part in the 10,000 metres and completed my rounds."

Semangat pantang menyerah inilah yang kemungkinan besar mengena di hari masyarakat Jepang sekaligus cocok dengan budaya dan kehidupan masyarakat Jepang sehingga cerita tentang kegigihan Karunannanda menyelesaikan larinya dijadikan contoh dan ditanamkan di hati para pelajar Jepang.

Para pelajar Jepang akan terus membahas dan mengingat Karunananda dengan kaos bernomor punggung 67 yang terus berlari menunaikan tekad kuatnya dihadapan ratusan ribu penonton walaupun dalam keadaan sakit.

Mencapai tujuan dan menjalankan tanggungjawab bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan namun diperlukan semangat, tekad, kerja keras dan perjuangan luar biasa.

Mungkin semangat inilah yang ingin ditanamkan di jiwa para pelajar Jepang dari cerita tentang Karunanda yang tercantum di buku teks wajib di sekolah di Jepang agar generasi muda tidak menjadi generasi serba instan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun