Tetapi di lain pihak, negara-negara pemilik teknologi dan perusahan besar yang bergerak dalam peternakan ayam ras ini bukanlah seperti dermawan yang menyumbangkan teknologinya secara sukarela ke negara berkembang termasuk Indonesia.
Teknologi peternakan ayam ras ini diciptakan sedemikian rupa sehingga mencakup teknologi yang menyentuh faktor produksi utama dari hulu sampil hilir sebagai  suatu kesatuan rangkaian produksi. Faktor produksi yang paling krusial dalam teknologi peternakan ini adalah bibit, obat-obatan, dan pakan (catatan: biaya ketiga komponen ini  dapat mencapai lebih dari 70 persen dari biaya produksi total) yang apabila tidak dipenuhi salah satu unsur utama ini, maka ayam ras  akan gagal berproduksi secara maksimal.
Ketiga unsur inilah yang disebut dengan perangkap teknologi yang tidak semua orang menyadarinya. Dapat dikatakan hampir semua perusahaan besar yang bergerak dalam industri  peternakan ayam ras  ini menguasai ketiga unsur utama produksi ini.
Terkait dengan industri ayam ras ini paling tidak ada tiga  komoditas pertanian yang membuat Indonesia sampai saat ini sangat bergantung pada impor sebagai bahan utama pakan ayam ras petelur dan pedaging, yaitu kedelai, jagung, dan tepung ikan. Masalahnya bertambah rumit ketika jagung dan kedelai tidak saja menjadi kebutuhan konsumsi manusia, namun juga menjadi unsur vital dalam rangkaian peternakan ayam ras ini.
Bibit hibrida ayam ras  dalam bentuk Day Old Chick (DOC) dirancang sedemikian rupa materi genetiknya agar dapat tumbuh dan berproduksi dengan sangat cepat.
Kita ambil contoh, untuk ayam pedaging sekarang hanya diperlukan 4-5 minggu saja agar dapat dipotong. Bandingkan dengan ayam kampung yang memerlukan waktu hampir satu tahun untuk mencapai bobot potong yang sama.
Dengan kebutuhan protein minimal 18-20 persen dan kalori sekitar 2800 kkal, maka tiga komponen utama, yaitu jagung sebagai sumber energi, kedelai dan tepung ikan sebagai sumber protein dan asam amino mutlak diperlukan dalam pakan ayam ras.
Sebagai contoh, jika tidak dipenuhi kebutuhan pakannya, DOC ayam pedaging dapat dipastikan akan gagal dalam mencapai bobot potongnya dan menjadi ayam kuntet.
Dalam meramu pakan ayam, jenis kedelai dan jagungnya pun tidak boleh hanya sekedar berkualitas biasa, namun harus berkualitas super agar dapat menghasilkan pakan ayam yang sesuai dengan standar kebutuhan DOC tadi.
Di sinilah letak perangkap teknologi peternakan ayam ras ini, di mana untuk menghasilkan daging dan telur, kita "dipaksa" untuk mengimpor jagung dan kedele yang berkualitas dan dijamin suplainya untuk kebutuhan pakan ayam ras.
Sebagai gambaran menurut Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) tahun 2017 lalu  untuk kebutuhan industri pakan ternak saja Indonesia harus mengimpor 4,2  juta ton bungkil kedelai, di mana Indonesia menempati peringkat kedua dunia dalam hal besaran impor bungkil kedelai ini,