Bagi Philippina pengiriman tenaga kerja ke luar negeri ini tidak saja dianggap sebagai pekerja penghasil devisa, namun juga sebagai prestise yang mengharumkan nama bangsa. Setiap bulannya sebanyak US$ 2 milyar devisa mengalir masuk ke Philipina dari tenaga kerja ini sekaligus menjadi salah satu andalan perekonomiannya.
Aspek Perlindungan
Kekerasan yang menimpa para pekerja rumah tangga  di negera negara Timur Tengah sudah menjadi rahasia umum. Seringkali negara pengirim tenaga kerja rumah tangga "enggan" untuk menyelesaikan secara tuntas terkait dengan masalah kekerasan yang dialami oleh tenaga kerja ini dengan pertimbangan hubungan baik dua negara dan juga aspek devisa yang dihasilkan.
Minggu ini Presiden Philipina Rodrigo Duterte turun tangan langsung menangani kasus kekesaran yang menimpa pekerjanya di Kuwait. Pemerintah Filipina langsung menyelidiki kasus kematian paling tidak 4 orang pekerja rumah tangga di Kuwait. Pemerintah Filipina langsung menyetop pengiriman tenaga kerjanya ke Kuwait tanpa  menunggu hasil penyelidikan.
Keempat pekerja Filipina yang meninggal ini diduga melakukan bunuh diri akibat kekerasan dan abuse yang diterimanya termasuk kekerasan seksual yang dilakukan oleh majikannya.
Dugaan adanya kekerasan dan abuse yang dialami oleh tenaga kerja wanita Phillipina ini mulai muncul bulan Januari lalu akibat  meningkatnya angka kematian akibat bunuh diri di kalangan pekerja wanita Philipina ini.
Langkah yang diambil oleh pemerintah Philipina ini menunjukankan bahwa Philipina tidak semata mata memperioritaskan pendapatan devisa dari pengiriman tenaga kerjanya, namun juga sangat memperhatikan aspek perlindungan dan keselamatan tenaga kerjanya. Philipina tidak takut akan kehilangan kesempatan mengirimkan sekitar 250.000 orang yang berkerja ke  Kuwait ini yang  sebagian besar adalah pekerja rumah tangga.
Pekerja yang dikirim ke luar negeri tentu saja bukan sabagai benda mati yang semata mata diharapkan mendatangkan devisa  saja, namun merupakan duta bangsa yang menyangkut harga diri bangsa.