Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Antiklimaks Referendum Kurdi dan Catalonia

31 Oktober 2017   09:31 Diperbarui: 1 November 2017   06:38 2521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Media massa dalam dua bulan terakhir ini ramai dihiasi dengan berita pelaksanaan  dua referendum yang unik dan menarik perhatian dunia, yaitu referendum di wilayah Kurdi di Irak dan  di wilayah Catalonia di Spanyol.

Kedua referendum memiliki akar sejarah perjuangan yang sangat panjang dan hampir sama. Referandum di wilayah Kurdi memang terkait etnis dan ketidakadilan ekonomi dan juga hak kemanusiaannya. Terlebih di wilayah ini di jaman Saddam Husein, suku Kurdi banyak menjadi korban kediktatoran.

Demikian juga dengan wilayah Calatonia yang memiliki etnis tersendiri Catalan yang telah berjuang ratusan tahun dalam menentukan nasib dan identitas dirinya  (baca selengkapnya di sini)

Kedua referendum memiliki pemicu dan gerakan penggalangan massa yang hampir sama yang lebih menekankan pada sentimen etnis dibandingkan dengan kondisi geopolitik regional.  Dari sentimen etnis ini muncul gerakan massa yang makin membesar dan mengerucut untuk memerdekakan diri.

Gerakan massa atas dasar sentimen etnis ini diinisiasi dan difasilitasi pimpinan  dengan memobilisasi gerakan moral masa untuk menentukan nasib sendiri berpisah dari negara induknya.

Apa yang telah dilakukan oleh kedua pimpinan dalam menggerakkan moral dan sentimen etnis ini dinilai cukup berhasil jika ditinjau dari hasil referendum yang akhirnya dapat terlaksana walaupun jauh hari sebelumnya sudah diperingatkan dan ditentang oleh masing masing pemerintah pusat karena bertentangan dengan hukum dan undang undang yang berlalu.

Catalonia dan Kurdi menganggap bahwa otonomi khusus yang dimilikinya saat ini kurang memuaskan sehingga ingin muncul sebagai negara merdeka yang terpisah dari pemerintah saat ini. Walaupun telah mendapatkan status otonomi para petinggi dan juga sebagian dari rakyat di kedua wilah ini masih menganggap adanya ketidakadilan terjadi terutama dalam hal  pembagian kue ekonomi.

Setelah referendum akhirnya dilaksanakan, Catalonia dan Kurdi hanya menikmati euporia kepuasan dan kemerdekaan sesaat saja yaitu ketika diumumkan hasil referandumnya.  Namun setelah itu pemerintah pusat yang sebelumnya sudah memberikan ultimatum bahwa referandum melanggar hukum dan undang undang langsung mengambil tindakan keras yang sesuai dengan hukum dan undang undang yang berlaku.

Seusai pelaksanaan referandum, pemerintah Irak tidak lagi memberikan toleransi dengan cara langsung mengirim  pasukan untuk menguasai objek vital di wilayah Kurdi dan juga ladang minyaknya yang memaksa pejuang Kurdi untuk menepi menghindari konflik massal.

Kondisi di Catalonia sedikit berbeda yaitu masih diberikannya toleransi waktu oleh pemerintah Spanyol untuk membatalkan deklarasi kemerdekaannya.  Namun pada kenyataannya pimpinan dan rakyat Catalonia bersikeras mendeklarasikanya, sehingga memaksa pemerintah pusat Spanyol mengambil tindakan tegas untuk menjaga keutuhan negaranya.

Langkah yang diambil oleh pemerintah Spanyol memang sepenuhnya berlandaskan undang undang dan hukum yang berlaku.  Akhirnya status otonominya dicabut dan pimpinannya dilucuti jabatannya.

Ada dua hal yang kemungkinan besar lalai diperhatikan oleh pimpinan kedua wilayah yang melakukan referendum ini.  Pertama adalah faktor silent group dan juga pengakuan negara lain yang keduanya sangat vital.

Referandum yang dilakukan di kedua wilayah ini ternyata tidak diikuti oleh sebagian besar masyarakatnya. Artinya masih ada fraksi di dalam masyarakat tersebut yang tidak setuju dengan referendum atau cukup puas dengan status otonominya.

Hal ini jelas terlihat di wilayah Catalonia yang beberapa hari setelah pemerintah pusat mengambil tindakan hukum terhadap status ekonomi dan para piminannya melakukan demonstrasi besar menentang referendum dan menyatakan bahwa meraka adalah Catalonia tapi mereka juga orang Spanyol.

Faktor kedua yang sangat krusial adalah pengakuan negara lain terutama negara tetangga.  Di wilayah Kurdi Turki sudah terang terangan menentang referendum di wilayah Kurdi karena menyangkut keamanan negeri Turki dan juga pasokan minyak serta sejarah militasi yang melekat pada suku Kurdi yang merembet ke wilayah Turki.

Pimpinan Kurdi lupa bahwa sebagian besar kebutuhan sehari hari rakyatnya dipasok dari pemerintah pusat Irak dan Turki.  Sehingga bisa dibayangkan jika merdeka akan kesulitan untuk menjamin hidup rakyatnya.

Di wilayah Catalonia negara  uni Eropa termsuk Inggris dan Perancis sudah memperingatkan tidak akan mengakui Catalonia jika memerdekakan diri.

Jadi dapat kita bayangkan bahwa kemerdekaan suatu negara yang tidak didukung oleh negara lain akan sangat fatal jika ditinjau dari segi geopolitik dan segi ekonomi.  Ternyata hasil referandum yang menyatakan sebagian besar ingin merdeka hanya merupakan salah satu faktor saja yang diperlukan untuk memerdekakan diri.

Situasi dan kondisi sangat berbeda dengan apa yang terjadi di Timor Leste ketika berhasil memerdekakan diri setelah referendum dilakukan.  Satu faktor penentu keberhasilan Timor Leste memerdekakan diri adalah dukungan negara lain (baca selengkapnya di sini).

Kini nasib pimpinan di kedua negara hampir sama karena tersentak dengan dampak referendum yang dilakukannya. Di Kurdi pimpinannya mengundurkan diri dan menyatakan tidak akan mencalonkan diri lagi dalam pemeilihan berikutnya, sedangkan di Spanyol sekitar 31 orang pimpinan akan menghadapi proses hukum dengan ancaman humuman berkisar 10 - 15  tahun, sedangkan untuk presidennya jika terbukti bersalah akan diancam hukuman kurungan selama 30 tahun akibat tindakan makarnya.

Eks presiden Catalonia kini berada di Brussel dan menolak dikatakan melarikan diri dan mengatakan bahwa keberadaanya di Belgia ini untuk alasan keamanan dan mencari dukungan internasional.

Sementara itu pengadilan Spanyol sudah memerintahkan eks presiden dan pertinggi lainnya yang merupakan tokoh kemerdekaan untuk menghadapi pemeriksaan dan jika tidak hadir akan melakukan penangkapan.

Semangat untuk menentukan nasib sendiri memang bagian hari hak mendasar dalam berdemokrasi, namun memerdekakan diri dari pemerintah induk merupakan hal lain karena  lebih komplek yang tidak dapat hanya didasarkan oleh sentimen etnis saja.

Saat ini ujung dampak  dari referendum yang dilakukan di kedua wilayah ini masih belum dapat dipastikan, namun yang sudah pasti adalah hasil akhirnya tidak jadi merdeka dan sekaligus terjadi perpecahan di dalam masyarakat yang makin tajam setelah terjadi referendum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun