Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Belajar Etika dari Kasus Munculnya Poto dr. Ryan Thamrin yang Sedang Sakit

5 Agustus 2017   07:30 Diperbarui: 5 Agustus 2017   14:09 12417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: sustainable.org.nz

Pagi ini ketika menjelajahi berita online, perhatian saya terpaku pada berita yang berjudul "sangat kurus, benarkah ini foto dr Ryan Thamrin terakhir sebelum meninggal?". 

Terus terang perasaan saya sangat galau, sedih dan sekaligus menyesalkan kenapa berita seperti ini muncul sekaligus ada yang tega mempublikasikan photo tersebut. (sumber)

Disebutkan di berita tersebut bahwa salah satu yang memposting foto tersebut adalah dr_yongki dengan tulisan "selamat jalan sahabatku...semoga engkau tenang di alam sana. Doa terbaik untuk mu. Alfatehah".

Dengan asumsi bahwa foto tersebut memang asli, saya menilai bahwa walaupun didasari oleh niat baik dan kesedihan yang mendalam untuk mengenang sahabat, namun tanpa disadari tindakan seperti ini kemungkinan besar membuat keluarga almarhum merasa  idak nyaman karena privacy nya dilanggar.

Dengan mengikuti rangkaian berita dan juga informasi yang didapatkan oleh media dari keluarga, dr Ryan Thamrin memang dikatakan selama setahun ini sakit dan ingin bersama keluarga. Artinya jika tidak ada kabar tentang dr Ryan, memang dimaksudkan bahwa pihak keluarga memang tidak ingin sakitnya dr Ryan diketahui umum dan diliput oleh media.

Saya dapat membayangkan bagaimana perasaan keluarga jika photo dr Ryan yang sedang sakit ini dipublikasikan secara umum, apalagi dibumbui dengan kata kata "tubuhnya tampak kurus dan tulang selangka terlihat sangat menonjol. Sangat berbeda dengan kondisi dr. Ryan Thamrin yang dikenal saat menjadi presenter".

Memang jika seseorang sakit ada dua sikap yang biasanya diambil oleh pihak keluarga, yaitu pertama keluarga secara terbuka menerima siapa saja yang bersimpati menengok dan kedua adalah pihak keluarga sangat membatasi siapa saja yang boleh menengok.

Alasan pihak keluarga yang membatasi orang yang menengok ketika seseorang sedang sakit adalah ingin menjaga privacy dan menjaga martabat dan harga diri orang yang sakit tersebut.

Jika akhirnya karena ketentuan Allah SWT orang yang sakit tersebut meninggal dunia, pihak keluarga menginginkan agar dia dikenang seperti sebelum sakit. Dalam beberapa kasus sakit yang diderita seseorang sebelum meninggal ada yang betul betul menggerus kondisi, sehingga penampilannya ketika sedang sakit sangat berbeda dan memilukan.

Menengok orang sakit memang merupakan bagian dari tanggung jawab sosial seseorang di dalam masyarakat. Namun sebaliknya jika pihak keluarga tidak ingin kondisi orang yang sakit tersebut diketahui secara umum, sebaiknya kita menghargai keputusan keluarga tersebut. Bukan sebaliknya kita menggunjingkannya sebagai sesuatu yang aneh.

Pasien yang menderita penyakit tertentu memang diharuskan untuk melakukan istirahat total. Niat baik orang yang menengok justru dikhawatirkan akan menambah beban, mengganggu dan menurunkan kondisi pasien.

Bahkan seringkali walaupun sudah dibatasi keluarga masih saja ada yang memaksa untuk masuk dan menengok dengan alasan dia adalah teman dekatnya.

Biasanya kalau ada 100 orang yang menengok pertanyaan yang diajukan orang yang membesuk akan itu itu saja dan berulang, seperti : sakit apa?, sejak kapan?, apa kata dokter? Diberi obat apa? Bagaimana rasanya ? dll dst. Dapat dibayangkan pasien yang harus istirahat total harus menjawab pertanyaan ini secara berulang. Belum lagi pengunjung yang datang tidak putus putusnya membuat pasien tidak dapat istirahat.

Bagi keluarga yang menjaga pasien pengunjung yang datang ini terkadang juga mengganggu karena harus melayani berbagai berbagai pertanyaan, padahal kemungkinan besar di malam hari dia begadang menjaga pasien.

Pertanyaan yang muncul sekarang adalah apabila memang pihak keluarga memutuskan membatasi orang untuk menengok dengan alasan seperti yang telah dikemukakan di atas, ditinjau dari segi etika apakah pantas seseorang mempublikasikan kondisi orang yang sakit tersebut di media apalagi bila tanpa seijin pihak keluarga? Disamping itu orang pasti sudah memahami betul bahwa di era digital seperti saat ini, walaupun mempublikasikannya di laman dia sendiri sudah dipastikan akan cepat tersebar.

Marilah kita belajar dan menjunjung etika ketika menengok orang sakit dengan menghargai privacy dan juga keputusan keluarga. Membesuk orang sakit bukanlah seperti mengunjungi objek wisata, apalagi disertai dengan permintaan selfie dengan pasien dan mempublikasikannya secara luas tanpa seijin orang yang sakit dan pihak keluarga. 

Cobalah sejenak berandai andai bahwa orang yang sakit itu keluarga yang sangat kita cintai untuk belajar menumbuhkan empati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun