Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

24 Jam Menanti Batas Waktu Ultimatum Krisis Qatar

4 Juli 2017   11:23 Diperbarui: 4 Juli 2017   12:28 785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: southfront.org

Penolakan Qatar dalam memenuhi permintaan negara pengisolasi diperkirakan   dampaknya akan muncul dalam kurun waktu 24 jam mendatang setelah tenggang waktu yang diberikan oleh negara yang terlibat sengketa (Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir dan Bahrain)  kepada Qatar untuk mengambil sikap diperpanjang selama 48 jam.

Dengan tidak adanya tekanan yang berarti dari negara superpower seperti Amerika, Jerman, Tiongkok, Rusia dll  diperkirakan setelah batas waktu yang diberikan krisis ini perkembangannya dapat saja menjadi lebih buruk.

Krisis Qatar

Qatar pernah tercatat dalam sejarah mengalami krisis di tahun 1990 ketika Iraq di bawah kepemimpinan Saddam Husein memutuskan untuk melakukan invasi  negara ini.  Invasi Iraq terhadap  Qatar menjadi awal krisis baru di Timur Tengah yang berujung pada perang teluk yang dimotori oleh Amerika di bawah kepemimpinan George W Bush.

Kini Qatar kembali menghadapi krisis ketika negara tetangga dekat Qatar memutuskan untuk mengisolasi Qatar karena dianggap memberikan dukungan terhadap ISIS di kawasan tersebut.

Tuntutan dan Tekanan  terhadap Qatar

Tidak tanggung tanggung ada daftar panjang permintaan negara negara Arab jika Qatar ingin mengakhiri krisis ini, diantaranya: pembatasan hubungan diplomatik dengan Iran; menghentikan dukungan terhadap organisasi terorisme termasuk dukungan kepada Muslim Brotherhood di Mesir dan Hezbollah di Lebanon; menutup pangkalan militer Turki yang ada di Qatar; membayar ganti rugi akibat ulah Qatar di kawasan ini dll

Sebagai bentuk penekanan terhadap Qatar, pada tanggal 5 Juni lalu negera Arab mulai mengisolasi Qatar termasuk menghentikan seluruh penerbangan Qatar Airways dan penggunaan wilayah udara, penutupan perbatasan dengan Arab Saudi dan pemblokiran kapal kapal dagang Qatar di pelabuhan negara yang bersengketa.

Qatar memang negara yang sangat kecil di kawasan semenanjung Arab di teluk Persia, namun jika ditinjau dari pendapatan per kapitanya, Qatar merupakan negara yang berpendapatan per kapita tertinggi di dunia.  Hal ini disebabkan karena cadangan gas alam  yang dimilikinya, yaitu terbesar ketiga di dunia setelah Rusia dan Iran.

Hal unik lainnya dari Qatar ini adalah 90% dari penduduknya yang berjumlah 2,2 juta orang adalah pendatang ataupun pekerja dari negara lain.  Qatar dikategorikan sebagai negara Islam ultra konservatif, dimana wanita diperbolehkan untuk mengendarai mobil dan juga pendatang yang diperbolehkan mengkonsumsi alkohol.

Qatar juga tercatat sebagai tuan rumah perhelatan sepak bola dunia FIFA World Cup pada tahun 2022. Disamping itu tidak banyak orang  yang mengetahui bahwa saat ini Qatar merupakan basis 10.000 tentara Amerika yang merupakan bagian dari program melawan ISIS dan juga perang di Afganistan.

Kebebasan Press dan Hak Azasi Manusia

Terkait dengan kebebasan press, ada satu permintaan dari negara pengisolasi Qatar, yaitu menutup jaringan kantor berita Al Jazeera yang dianggap mendukung terorisme dan juga pemberitaannya sering membahayakan keamanan negara  yang saat ini sedang bersengketa yaitu Bahrain, Mesir, Saudi Arabia dan Uni Emirat Arab..

Keberadaan Al Jazeera di kawasan ini memang seperti duri dalam daging bagi negara negara di kawasan ini yang belum memiliki kekebasan press.  Banyak  reporter Al Jazeera yang ditangkap dan menjanani proses hukum akibat pemberitaannya yang dianggap mengancam keamanan negara negara di kawasan ini termasuk Mesir tentunya.

Pemberitaan Al Jazeera yang sering mengkritik sikap dan  kebijakan penguasa di kawasan ini dianggap tidak lazim yang melawan tradisi dan juga pengungkapan pelanggaran Hak Azasi Manusia di kawasan ini.

Kompleksitas politik

Politik Timur Tengah memang sangat unik dan khas dan seringkali tidak dimengerti oleh negara lain yang mengagungkan hak azasi manusia dan kebebasan berpendapat.  Akibatnya banyak negara yang bereaksi terhadap daftar panjang permintaan negara yang saat ini bersengketa dengan Qatar.

Bahkan PBB juga bereaksi terkait dengan permintaan pemberangusan Al Jazeera ini.  Disamping itu daftar panjang permintaan ini dianggap sudah mencampuri urusan dalam negeri Qatar sebagai suatu negara.

Dalam perkembangannya walaupun menekankan akan terus membuka dialog, Qatar  menolak daftar permintaan yang diajukan oleh negara pengisolasinya.

Terkait dengan tuduhan pendanaan terhadap terosisme Qatar secara tegas menyangkalnya dan menyatakan bahwa hubungan baiknya dengan Iran terjadi karena dua negara ini memang memiliki lapangan gas alam bersama di laur lepas perbatasan kedua negara ini.

Negara Arab yang saat ini bersengketa dengan Qatar diperkirakan akan melanjutkan isolasinya terhadap Qatar yang sudah mulai  menunjukkan dampaknya terhadap Qatar.

Negara negara ini dapat saja meminta dan melakukan sangsi ekonomi  lanjutan terhadap investasi Qatar di dunia seperti Harrods Department Store di London, Volkwagen di Jerman dan perusahaan lainnya yang memiliki New York Empire State Sate Building.

Negara negara ini juga diperkirakan akan melakukan blokade terhadap kapal kapal Qatar yang mengangkut LNG.

Qatar bukanlah sama sekali tidak berdaya menghadapi krisis ini karena Qatar dapat saja menutup pipa saluran gas alam ke United Arab Emirate yang sangat vital sebagai sumber negeri dan juga proyek pemurnian air laut menjadi air minum.

Mitra dekat Qatar seperti Turki dan Iran tentu saja tidak tinggal diam membiarkan Qatar terisolasi.  Turki sudah mengambil langkah menambah peralatan militer dan juga tentara nya di pangkalan militernya yang ada di Qatar.

Qatar telah mengambil sikap dalam krisis ini dengan cara menyampaikan  jawaban yang ditulis tangan melalui menteri luar negerinya sekitar 4 jam lalu yang pada intinya menolak tuduhan yang diberikan oleh para negara pengisolasinya dan sekaligus menolak tuntutan yang diajukan oleh negara negara ini.

Krisis baru di Timur Tengah ini kini menjadi ujian baru bagi para pimpinan dunia yang baru saja berkuasa seperti Trump dll.  Dualisme dan ketidaknyamanan penerapan politik ganda luar negeri diperkirakan akan terjadi.

Hak azasi manusia dan kebebasan press yang saat ini sangat terbatas di negara negara Timur Tengah yang mengisolasi Qatar akan menjadi ganjalan dalam penyelesaian krisis ini.

Akhir dari krisis ini memang sulit untuk diprediksi karena diperkirakan krisis ini tidak akan segera berakhir mengingat berbagai negara  bermain di kawasan ini baik yang menyangkut  kentalnya kepentingan ekonomi, keamanan regional dan terorisme.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun